Uang Bansos Disalahgunakan, DPR Sebut Hambat Upaya Pemerintah dalam Pengentasan Kemiskinan

Uang Bansos Disalahgunakan, DPR Sebut Hambat Upaya Pemerintah dalam Pengentasan Kemiskinan

Lebih dari setengah juta penerima bantuan sosial (bansos) di Indonesia diduga menyalahgunakan dana bantuan pemerintah untuk judi online.

Temuan dari analisis transaksi keuangan nasional ini diungkap oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang mencatat 571.410 penerima bansos terlibat dalam transaksi judi online sepanjang tahun 2024. Total nilai transaksi mencapai angka fantastis, diperkirakan antara Rp957 miliar hingga Rp1 triliun.

“Pemerintah sudah berupaya keras menyalurkan bansos untuk membantu masyarakat miskin, tapi kalau dana itu justru digunakan untuk judi, ini bukan sekadar penyimpangan, tapi bisa merusak fondasi upaya pengentasan kemiskinan,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta, Jumat (18/7).

Ia menekankan bahwa penyalahgunaan dana bansos untuk judi online bukan hanya penyimpangan, melainkan dapat merusak fondasi upaya pengentasan kemiskinan dan ekosistem ekonomi di lapisan masyarakat terbawah.

Menanggapi temuan ini, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) dan Menteri Sekretaris Negara telah menyatakan kesiapan untuk memberikan sanksi tegas, mulai dari pemotongan hingga penghentian bansos bagi penerima yang terbukti menyalahgunakan dana tersebut.

Fenomena ini juga menyoroti kelemahan dalam sistem verifikasi data penerima bansos. Banyak rekening dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang ternyata masih aktif secara ekonomi namun tidak diverifikasi ulang, membuka peluang bansos diterima oleh pihak yang tidak tepat sasaran dan lebih rentan terhadap penyalahgunaan.

Oleh karena itu, Sukamta mendesak evaluasi sistemik terhadap tata kelola bansos dan penanganan judi online. Ia menyerukan pendekatan komprehensif yang tidak hanya menghukum penerima bansos yang berjudi, tetapi juga memberantas ekosistem judi online secara keseluruhan, termasuk operator, bandar, dan platform digital yang memfasilitasi praktik ilegal ini.

Menurutnya, tanpa tindakan cepat, tegas, dan cerdas yang mencakup literasi, reformasi data, penegakan hukum, dan pengawasan teknologi, fenomena ini dapat menjadi bom waktu bagi stabilitas sosial dan ekonomi nasional.