Anggota DPR Fraksi Gerindra Minta Evaluasi Mendalam soal Kapasitas dan Biaya Pemindahan ke IKN

anggota DPR fraksi gerindra, Komisi VII DPR RI, Bambang Haryo Soekartono, dewan pakar gerindra, Anggota DPR Fraksi Gerindra Minta Evaluasi Mendalam soal Kapasitas dan Biaya Pemindahan ke IKN

Rencana pemindahan ibu kota negara sekaligus pusat pemerintahan dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur dinilai perlu ditinjau ulang.

Hal itu disampaikan Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono yang akrab disapa BHS, yang juga anggota Dewan Pakar Gerindra.

Meski niat pemerintah untuk memindahkan pusat pemerintahan dianggap sebagai langkah strategis untuk pemerataan pembangunan dan pengurangan beban Jakarta, berbagai aspek teknis dan ekonomi dari pemindahan ini masih menjadi perdebatan.

BHS menyoroti fakta bahwa Jakarta sebagai ibu kota dan pusat pemerintahan saat ini menjadi titik sentral yang dikunjungi oleh sekitar 10 juta penduduk dari seluruh Pulau Jawa setiap harinya.

Dari jumlah tersebut, sekitar 3,5 juta berasal dari Jabotabek, sementara sisanya dari kota-kota lain di Pulau Jawa.

Bagaimana Dampak Pemindahan IKN terhadap Mobilitas Masyarakat?

Saat ini, masyarakat yang berkepentingan ke Jakarta dapat menggunakan berbagai moda transportasi, mulai dari jalan kaki, sepeda, becak, sepeda motor, mobil, hingga kereta api.

Hal ini karena keberadaan jaringan transportasi yang sangat lengkap dan mudah diakses. Namun, jika pusat pemerintahan dipindahkan ke Kalimantan, BHS memperkirakan bahwa akses ke IKN akan jauh lebih sulit dan mahal.

"Kalau yang berkepentingan ke IKN hanya 2 juta penduduk dari total 10 juta orang yang selama ini mengunjungi Jakarta, mereka hanya bisa menggunakan transportasi udara dan laut saja," ujar BHS dikutip dari Antara.

Hal ini akan menimbulkan beban biaya yang sangat besar. Dengan tarif angkutan udara sekitar Rp 1,5 juta per orang, maka biaya transportasi untuk 2 juta orang mencapai Rp 3 triliun per hari. Jika dihitung pulang-pergi, biaya tersebut menjadi Rp 6 triliun setiap harinya.

Belum lagi biaya akomodasi yang diperkirakan Rp 1 juta per orang per hari, menambah Rp 2 triliun sehingga total pengeluaran harian mencapai Rp 8 triliun.

Dalam setahun, total biaya tersebut dapat mencapai Rp 2.920 triliun. Angka yang sangat besar ini menjadi beban yang harus ditanggung rakyat akibat kebijakan pemindahan ibu kota dan pusat pemerintahan ke Kalimantan.

Apakah Infrastruktur Transportasi di Kalimantan Mampu Menampung Mobilitas Penduduk?

BHS juga menyoroti keterbatasan kapasitas transportasi udara sebagai moda utama menuju IKN.

Dengan asumsi seluruh pesawat yang beroperasi di Indonesia berjumlah 450 unit dan kapasitas penumpang rata-rata 200 orang, maksimum kapasitas penerbangan hanya 90 ribu penumpang per perjalanan.

Bahkan jika pesawat melakukan empat kali perjalanan pulang-pergi selama 24 jam, kapasitas maksimal hanya 360 ribu penumpang per hari, jauh dari kebutuhan 2 juta orang.

"Kemudian, mau ditampung di mana sisanya?" tanya BHS.

Selain itu, Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman di Balikpapan, yang menjadi pintu masuk utama ke IKN, memiliki kapasitas terbatas, yakni hanya mampu menampung 30 pesawat dan 45 ribu penumpang per hari.

Bandara IKN sendiri kapasitasnya sangat kecil, hanya bisa menampung sekitar 600 penumpang per hari, sehingga mustahil mengakomodasi permintaan publik yang sangat besar.

Sementara transportasi laut juga sangat terbatas dan membutuhkan waktu berhari-hari, sehingga tidak efektif untuk mobilitas harian atau rutin.

BHS juga mengingatkan tantangan transportasi bagi penduduk dari wilayah Sumatera, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara Timur yang ingin mengakses IKN.

"Ini yang harus dikaji mendalam," ujarnya.

Apakah Kebijakan Pemindahan IKN Sesuai dengan Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat?

BHS menegaskan bahwa pemerintah perlu segera mengevaluasi dan mengkaji secara cermat rencana pemindahan ibu kota negara.

Menurutnya, kebijakan yang menyulitkan dan menambah beban biaya masyarakat justru bertolak belakang dengan upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat yang tengah dicanangkan.

"Kita harus pastikan bahwa pembangunan IKN tidak menjadi beban dan pengorbanan rakyat," katanya.

Ia mengingatkan bahwa kebijakan harus diambil dengan mempertimbangkan kemudahan akses, efisiensi biaya, serta keberlanjutan mobilitas masyarakat yang berkepentingan ke pusat pemerintahan.

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!