Cegah Praktik Perdagangan Bayi, Anggota DPR Usul Pembentukan Rumah Aman

perdagangan bayi yang diungkap Polda Jawa Barat menerbitkan keprihatinan dari berbagai pihak. Indikasi lemahnya perlindungan terhadap ibu dan anak pun mencuat. Hal ini juga menjadi perhatian anggota DPR RI sehingga mengusulkan adanya rumah aman.
Seperti dilansir ANTARA, anggota DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah menyediakan rumah aman bagi perempuan hamil dalam kondisi rentan. Hal ini sebagai langkah pencegahan praktik perdagangan bayi.
“Perluas layanan perlindungan sosial dan shelter (rumah aman) bagi perempuan hamil tanpa dukungan, termasuk remaja putri korban kekerasan seksual,” kata Netty dalam keterangan resminya, Kamis (17/7).
Menurut Netty, parktik perdagangan bayi mengindikasikan masih lemahnya sistem perlindungan bagi bayi, ibu rentan, dan perempuan yang mengalami tekanan sosial maupun ekonomi di Tanah Air. Dalam kasus tersebut, terungkap sedikitnya 24 bayi dijual sindikat ke luar negeri dengan harga Rp 11 juta hingga Rp 16 juta per bayi, bahkan beberapa di antaranya telah dijual sejak masih dalam kandungan.
Polda Jabar pun telah menyatakan akan terus mendalami kasus itu dan bekerja sama dengan Interpol guna menelusuri kemungkinan korban lain yang telah dikirim ke luar negeri.
“Praktik keji ini merupakan puncak gunung es dari persoalan struktural, seperti kemiskinan, kurangnya edukasi kesehatan reproduksi, lemahnya perlindungan sosial bagi ibu hamil di luar nikah, dan celah hukum yang dimanfaatkan sindikat TPPO,” ujar anggota Komisi IX DPR yang membidangi antara lain sektor kesehatan dan perlindungan sosial itu.
Menurut Netty, ketika perempuan hamil berada dalam kondisi rentan akibat tekanan ekonomi, kekerasan seksual, atau ditinggalkan pasangan, dan tidak memiliki perlindungan serta pilihan hidup yang aman, mereka menjadi target empuk jaringan perdagangan manusia. Untuk itulah, Netty meminta pemerintah menguatkan sistem deteksi dini dan pelacakan praktik adopsi ilegal, serta melibatkan masyarakat sipil, ormas, dan lembaga keagamaan untuk memberikan pendampingan psikososial dan moral bagi ibu serta anak yang rentan.
“Negara harus hadir bukan hanya menindak setelah kejahatan terjadi, melainkan mencegah sejak awal dengan perlindungan dan pemberdayaan,” ucapnya.(*)