DPR Usul Gerbong Khusus Merokok, Padahal Kemenkes Lagi Fokus Tekan Jumlah Perokok

Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan.
Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan.

 Usulan kontroversial muncul dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara DPR RI dan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Anggota Komisi VI DPR, Nasim Khan, meminta KAI kembali menyediakan satu gerbong khusus untuk perokok di rangkaian kereta jarak jauh.

Menurut Nasim, kehadiran gerbong rokok tidak hanya menjadi bentuk pemenuhan aspirasi masyarakat, tetapi juga bisa memberikan keuntungan tambahan bagi PT KAI.

“Dulu pernah ada, tapi sekarang dihapus. Paling tidak, sisakan satu gerbong sebagai kafe atau smoking area. Itu bermanfaat dan menguntungkan untuk kereta api,” kata Nasim dalam rapat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 20 Agustus 2025.

Alasan DPR: Perjalanan Jauh Butuh Fasilitas Khusus

Nasim menilai, perjalanan kereta jarak jauh yang bisa memakan waktu delapan hingga dua belas jam kerap membuat penumpang bosan. Menurutnya, fasilitas gerbong rokok bisa menjadi solusi.

“Perjalanan jauh bisa sampai delapan jam lebih. Kalau di bus saja ada smoking area, masa kereta tidak bisa? Cukup satu gerbong saja,” ujarnya.

Politikus asal Jawa Timur itu menegaskan, usulan tersebut merupakan aspirasi masyarakat, khususnya dari daerah pemilihannya. Ia berharap KAI mempertimbangkan dengan serius agar kebutuhan penumpang bisa terakomodasi.

Berbanding Terbalik dengan Upaya Kemenkes

Di sisi lain, usulan penyediaan gerbong rokok ini muncul saat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) justru gencar menekan angka prevalensi perokok di Indonesia. Tujuan utamanya adalah mencegah lonjakan penyakit tidak menular (PTM) sekaligus menekan angka kematian dini.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian PTM Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, menegaskan bahwa pengendalian konsumsi rokok menjadi salah satu target besar pemerintah dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

“Misi kami adalah menurunkan prevalensi perokok, mencegah komplikasi akibat PTM, dan menekan angka kematian dini. Termasuk melindungi kelompok rentan dari paparan asap rokok orang lain,” ujar Siti dalam sebuah diskusi di Jakarta, dikutip dari Antara Kamis, 21 Agustus 2025.

Data Perokok di Indonesia

Kemenkes mencatat adanya pergeseran tren perilaku merokok di masyarakat. Proporsi perokok anak berusia 10–18 tahun menurun dari 9,1 persen pada 2018 menjadi 7,4 persen pada 2023. Namun, prevalensi perokok dewasa justru meningkat, dari 28,9 persen menjadi 29,7 persen.

Kondisi ini menunjukkan bahwa meski program perlindungan anak dari paparan rokok mulai membuahkan hasil, tantangan besar masih ada pada kelompok usia produktif.

Strategi Pemerintah Tekan Konsumsi Rokok

Dalam Rencana Strategis Nasional, pemerintah menargetkan penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di seluruh 514 kabupaten/kota pada 2024. Selain itu, layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM) ditargetkan tersedia di 350 kabupaten/kota.

Langkah lain yang ditempuh antara lain:

  • Promosi kesehatan melalui berbagai media.
  • Deteksi dini perilaku merokok di sekolah dan masyarakat.
  • Advokasi peraturan daerah tentang KTR (saat ini masih ada 35 kabupaten/kota yang belum memiliki aturan).
  • Layanan konseling berhenti merokok.
  • Koordinasi dengan Kemenkeu terkait tarif cukai dan pajak tembakau.

“Upaya ini untuk memastikan masyarakat lebih terlindungi dan menurunkan risiko PTM di masa depan,” tambah Siti.

Antara Fasilitas dan Pencegahan

Usulan gerbong khusus merokok dari DPR menuai sorotan karena berlawanan arah dengan kebijakan nasional pengendalian rokok. Di satu sisi, DPR menganggap aspirasi perokok perlu difasilitasi, apalagi dalam perjalanan panjang. Namun, di sisi lain, pemerintah tengah berjuang keras mengurangi jumlah perokok demi menekan angka kematian dini.

Debat soal rokok di ruang publik memang selalu hangat. Di satu sisi, ada tuntutan hak individu yang ingin merokok, tetapi di sisi lain terdapat kepentingan kesehatan masyarakat yang lebih luas.