Peringatan Ilmuwan: ChatGPT Bisa Ubah Cara Bicara Manusia

ChatGPT ternyata tidak sekadar mengganti kebiasaan seseorang dalam mencari informasi. Kini, kehadirannya bahkan bisa mengubah cara bicara manusia sehari-hari.
Pernyataan ini disampaikan lewat sebuah laporan riset yang dipublikasikan oleh tim ilmuwan dari Max Planck Institute for Human Development, di Jerman.
Perlu dicatat, laporan ini masih berbentuk pre-print atau naskah ilmiah yang belum melalui proses peninjauan sejawat. Laporan ini mengungkap bahwa cara bicara manusia kini mulai berubah karena AI.
Indikasi utamanya terlihat dari meningkatnya frekuensi kemunculan kata-kata "khas" ChatGPT atau yang mereka sebut "GPT Words", yang digunakan manusia saat berkomunikasi.
Cara bicara berubah karena AI
Tim ilmuwan sendiri menggunakan 360.445 video akademik di YouTube dan 771.591 episode podcast sebagai bahan analisis riset mereka.
Dalam analisisnya, tim menemukan sejumlah "GPT Words" yang diyakini menjadi ikut mendorong perubahan dalam gaya bicara manusia sehari-hari. Beberapa contohnya yaitu:
- Menyelami (delve)
- Cepat (swift)
- Sangat teliti (meticulous)
- Memahami secara utuh (comprehend)
- Membanggakan atau menyombongkan (boast)
Menurut analisis tim, daftar kata-kata di atas sering muncul di video dan podcast yang mereka teliti. Dengan kata lain, manusia yang menjadi subjek dan berbicara dalam dua jenis konten tersebut banyak menggunakan "GPT Words" dalam obrolan mereka.
Tim ilmuwan juga menduga, peningkatan frekuensi penggunaan GPT Words tersebut bukanlah suatu kebetulan. Ini dinilai sebagai bentuk "adopsi" bahasa dari kebiasaan mereka yang sering memakai AI di keseharian.
Artinya, karena sering terpapar diksi dan gaya berbahasa ChatGPT, cara bicara manusia juga ikut berubah. Istilah-istilah yang lazim digunakan di ChatGPT disebut ikut terserap dalam komunikasi sehari-hari manusia.
Bisa pengaruhi budaya berbahasa manusia?
Para ilmuwan memang belum bisa memastikan apakah perubahan cara bicara akibat ChatGPT mengarah ke hal baik atau buruk.
Namun setidaknya, hal ini membentuk pertanyaan lanjutan: apakah model LLM seperti ChatGPT punya "budaya" sendiri yang bisa juga bisa memengaruhi budaya manusia?
Sebab, menurut tim ilmuwan, proses penyerapan kata-kata "khas" ChatGPT yang bisa mengubah cara bicara manusia tersebut menunjukkan bahwa ada proses kognitif (pemrosesan pikiran) yang mendalam.
Analisis tim ilmuwan hanya berhenti sampai situ saja. Mereka mengaku belum bisa menggali lebih dalam proses apa yang sebenarnya mendasari pola adopsi bahasa tersebut.
Ilmuwan menduga, apabila interaksi antara manusia dan AI ini terus berlangsung, maka bisa berpotensi menimbulkan dampak panjang berupa siklus umpan balik budaya yang tertutup (closed cultural feedback loop).
Closed cultural feedback loop merupakan siklus di mana gaya bahasa AI yang awalnya dipelajari dari manusia, akan diadopsi kembali oleh manusia, dan dipelajari ulang oleh AI generasi berikutnya.
Secara singkat, ini adalah kondisi di mana antara AI dan manusia akan saling mengadopsi "gaya bahasa" yang sama. Adapun menurut tim ilmuwan, siklus closed cultural feedback loop dinilai buruk.
Pasalnya, jika AI dan manusia terus berulang saling memakai gaya bahasa yang sama, maka wacana linguistik dalam budaya berbahasa manusia bisa tergerus.
"Jika sistem AI secara tidak proporsional mengutamakan ciri-ciri budaya tertentu, hal itu dapat mempercepat erosi keragaman budaya," tulis tim dalam makalah riset, sebagaimana dikutip KompasTekno dari The Register, Kamis (24/7/2025).
Dampak jangka panjang: muncul homogenisasi
Para ilmuwan khawatir hal ini bisa menjadi ancaman bagi keragaman budaya. Efek negatifnya akan muncul proses homogenisasi (keseragaman).
Homogenisasi budaya merupakan keadaan di mana suatu kelompok memiliki kesamaan dalam gaya bahasa, budaya, dan lain sebagainya.
Artinya, jika AI dan manusia terus saling mengadopsi gaya bahasa yang sama, maka tidak menutup kemungkinan cara bicara keduanya akan seragam. Dengan kata lain, tidak ada perbedaan gaya bicara antara AI dan manusia.
Tim ilmuwan juga memperkirakan bahwa jika cara bicara manusia berubah karena meniru AI dapat menimbulkan model collapse (keruntuhan model).
Dalam konteks ini, AI disebut akan mengalami penurunan kualitas karena model pelatihannya tidak lagi diberikan lewat perintah alami manusia. Melainkan dari model pelatihan berulang.