Selain Merger, Aliansi Strategis Bisa Jadi Solusi Penguatan Maskapai Penerbangan Nasional

Praktisi Aviasi Senior, Dian Ediono
Praktisi Aviasi Senior, Dian Ediono

Wacana merger tiga maskapai penerbangan nasional yakni Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air, mendapat sorotan dari sejumlah pihak terkait berbagai potensi dan tantangan yang harus dihadapi usai proses penggabungan dilakukan.

Salah satu sorotan yakni datang dari Praktisi Aviasi Senior yang juga Mantan Vice President Director International Region Garuda Indonesia, Dian Ediono, yang justru menyarankan pendekatan berbeda terkait hal tersebut.

Menurutnya, aliansi strategis merupakan solusi yang lebih realistis, kolaboratif, dan fleksibel, ketimbang rencana merger penuh yang sebelumnya telah diwacanakan bagi ketiga maskapai penerbangan tersebut.

"Indonesia adalah negara kepulauan. Konektivitas bukan kemewahan, tapi kebutuhan. Kita tidak bisa menyederhanakan masalah besar dengan solusi instan seperti merger," kata Dian dalam keterangannya, Senin, 28 Juli 2025.

Maskapai citilink di Bandara soetta, Tangerang

Maskapai citilink di Bandara soetta, Tangerang

Dengan pengalaman lebih dari 30 tahun berkecimpung di industri penerbangan, telah membuat Dian Ediono paham betul dinamika dunia aviasi Indonesia. Karenanya, alih-alih mendukung langkah merger, Dian justru mendorong pendekatan yang lebih kolaboratif dan fleksibel melalui skema aliansi strategis para maskapai penerbangan tersebut.

Dalam pandangannya, menjaga identitas tiap maskapai lebih penting daripada meleburkan semuanya. Dian bahkan mencontohkan bagaimana aliansi global seperti SkyTeam, yang juga pernah ia tangani saat bertugas di Amsterdam, mampu menyatukan kekuatan tanpa mengorbankan keunikan masing-masing maskapai.

[Humas PT Pelita Air Service]

[Humas PT Pelita Air Service]

Tak hanya soal struktur, Dian juga menyoroti pentingnya kepemimpinan yang visioner. Karena Dia mengaku percaya bahwa sektor ini membutuhkan sosok pemimpin yang tidak hanya paham teori bisnis, tetapi juga realitas geografis dan ekonomi Indonesia.

"Transportasi udara adalah tulang punggung konektivitas. Jika salah kelola, dampaknya bukan hanya ke bisnis, tapi juga ke pembangunan nasional," ujarnya.