Sejarah Koopssus, Pasukan Elit TNI Paling Ditakuti: Gabungan Kopassus, Denjaka dan Kopasgat

Koopssus TNI.
Koopssus TNI.

 Tepat pada 30 Juli 2025 lalu, Komando Operasi Khusus atau Koopssus genap berusia enam tahun. Dibentuk sebagai respons atas meningkatnya ancaman terorisme dan gangguan keamanan nasional, Koopssus menjadi ujung tombak TNI dalam operasi khusus yang memerlukan kecepatan, kerahasiaan, dan presisi tinggi.

Meskipun baru diresmikan pada 2019 oleh Panglima TNI saat itu, Marsekal Hadi Tjahjanto, gagasan pembentukan satuan operasi khusus sebenarnya telah muncul sejak 2015. Saat itu, Jenderal Moeldoko membentuk Koopsusgab (Komando Operasi Khusus Gabungan), namun tidak berlanjut karena pergantian pimpinan.

Rangkaian aksi teror di Surabaya pada 2018 menjadi momen penting yang mendorong aktivasi kembali satuan elite ini. Langkah tersebut akhirnya diwujudkan pada 30 Juli 2019 setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 42 Tahun 2019 yang menjadi landasan hukum Koopssus.

Misi dan Tugas Utama Koopssus

Sebagai bagian dari badan pelaksana pusat TNI, Koopssus memiliki tugas menjalankan operasi khusus, terutama yang berkaitan dengan penanggulangan terorisme. Dalam pelaksanaannya, Koopssus bertindak berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, yang memperbolehkan keterlibatan militer dalam menghadapi aksi teror.

Tugas utama Koopssus meliputi tiga fungsi kunci: penangkalan, penindakan, dan pemulihan. Ketiganya difokuskan untuk menjaga ideologi negara, mempertahankan kedaulatan, dan menjamin keselamatan publik baik di dalam maupun luar wilayah Indonesia.

Struktur dan Komando

Koopssus beranggotakan 500 personel pilihan dari tiga matra TNI: Angkatan Darat, Laut, dan Udara. Sekitar 400 personel menjalankan tugas penangkalan dan pengamatan, sementara 100 lainnya tergabung dalam kompi khusus penindakan.

Satuan ini terdiri dari prajurit elite Kopassus (AD), Denjaka (AL), dan Kopasgat (AU). Meski berasal dari matra berbeda, seluruh personel Koopssus beroperasi dalam satu komando terpadu, dengan keahlian masing-masing tetap diandalkan.

Yang membedakan Koopssus dengan satuan elite lain adalah posisinya yang langsung di bawah kendali Panglima TNI, namun pelaksanaan operasinya harus mendapatkan izin dari Presiden RI. Koopssus juga wajib berkoordinasi dengan instansi seperti Polri dan BNPT untuk memastikan sinergi dalam operasi pemberantasan terorisme.

Sejak dibentuk, Koopssus telah aktif dalam berbagai operasi penting. Salah satu yang paling menonjol adalah keterlibatannya dalam misi pembebasan pilot Susi Air, Philips Mark Methrtens, yang disandera kelompok separatis bersenjata di Papua. Keterlibatan Koopssus menunjukkan kapasitas mereka dalam menghadapi krisis yang memerlukan pendekatan militer cepat dan terukur.