BMKG: Puncak Musim Kemarau 2025 Terjadi Agustus, Ini Daerah Terdampak

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi sejumlah wilayah Indonesia akan memasuki puncak musim kemarau pada Agustus 2025.
Hingga dasarian III Juli 2025 (tanggal 21–31), sekitar 45 persen zona musim (ZOM) telah mengalami musim kemarau.
Daerah-daerah tersebut mencakup sebagian besar Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), serta sejumlah wilayah di Sumatera bagian selatan dan Sulawesi Selatan.
Sebagian Wilayah Sudah Lewati Puncak Musim Kemarau
Dilansir Kompas.com (022/08/2025), Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG, Supari, menjelaskan bahwa sejumlah daerah kemungkinan besar telah melewati puncak musim kemarau.
“Wilayah Sumatera dan Kalimantan diduga sudah melewati puncak musim kemarau 2025,” ujar Supari, Sabtu (2/8/2025).
Menurutnya, analisis ini berdasarkan curah hujan pada Juli serta prediksi untuk Agustus 2025. “Sebab, curah hujan Agustus diprediksi lebih tinggi dari Juli,” tambahnya.
BMKG juga menyebutkan Sulawesi dan Jawa Barat sebagian besar telah melewati puncaknya. Sementara Maluku baru akan memasuki musim kemarau.
Daerah yang Diprediksi Alami Puncak Musim Kemarau Agustus 2025
Meski sejumlah wilayah telah melewati puncaknya, BMKG tetap memperkirakan puncak musim kemarau akan berlangsung pada Agustus 2025 di beberapa daerah lain. Hal ini disebabkan oleh prediksi curah hujan yang rendah.
Wilayah yang masih diprediksi mengalami puncak kemarau Agustus 2025 antara lain:
- Jawa Timur
- Bali
- Nusa Tenggara Barat (NTB)
- Nusa Tenggara Timur (NTT)
Waspada Risiko Kekeringan dan Karhutla
Menghadapi puncak musim kemarau ini, BMKG mengimbau masyarakat, pemerintah daerah, dan pihak terkait untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), khususnya di wilayah yang diprediksi mengalami kondisi kemarau normal hingga lebih kering dari biasanya.
BMKG juga menekankan pentingnya pengelolaan air secara efisien dan bijak demi menjaga kelangsungan irigasi, pasokan air baku masyarakat, dan operasional PLTA selama kemarau.
Peluang untuk Lahan Tanam di Wilayah Basah
Kepala BMKG Dwikorita menyebutkan bahwa beberapa wilayah yang mengalami kemarau lebih basah bisa memanfaatkannya untuk memperluas produksi pertanian.
“Untuk wilayah yang mengalami musim kemarau lebih basah, ini bisa menjadi peluang untuk memperluas lahan tanam dan meningkatkan produksi, dengan disertai pengendalian potensi hama,” ujarnya.
Pemerintah daerah juga diminta mengoptimalkan pengelolaan sumber daya air untuk mempertahankan produktivitas pertanian.
Petani Diminta Atur Jadwal Tanam
BMKG mengimbau para petani untuk menyesuaikan jadwal tanam sesuai prediksi musim kemarau di wilayah masing-masing.
Selain itu, pemilihan varietas tanaman tahan kering juga dianjurkan.
“Semoga informasi ini dapat menjadi panduan bagi para pengambil kebijakan dalam merancang strategi antisipatif dan adaptif untuk menghadapi musim kemarau 2025,” kata Dwikorita.
Puncak Musim Kemarau di Tiap Wilayah Beragam
Secara umum, puncak musim kemarau 2025 diprediksi berlangsung antara Juli hingga Agustus. Namun, beberapa wilayah mengalami pergeseran waktu puncak. Di Jawa dan Papua, puncak kemarau cenderung lebih awal, sementara di Sulawesi dan Sumatera bergeser lebih lambat.
Durasi musim kemarau pun diperkirakan lebih pendek di wilayah seperti Jawa, Bali, dan Sulawesi, namun lebih panjang di sebagian kecil wilayah Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Papua, bahkan bisa mencapai lebih dari 24 dasarian.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul .
BMKG