Mobil China Murah Membanjir, Apa Dampaknya bagi Konsumen?

— Maraknya strategi perang harga yang dilakukan sejumlah merek otomotif asal China di pasar Indonesia menjadi perhatian berbagai pihak.
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, menilai fenomena tersebut tidak bisa dilihat hanya dari satu sisi.
Menurut Kukuh, persaingan harga di industri otomotif sah-sah saja selama tetap berada dalam batas wajar dan dibarengi pengembangan teknologi yang kuat.
Ia menegaskan bahwa teknologi otomotif tidak muncul secara instan, tetapi merupakan hasil dari proses panjang, termasuk riset dan pengembangan (R&D).
“Perang harga itu ada konsekuensinya, salah satunya dari sisi proses yang panjang, termasuk pengembangan teknologi. Teknologi itu tidak muncul tiba-tiba, ada latar belakangnya, seperti riset dan pengembangan (R&D),” ujar Kukuh di GIIAS 2025 di ICE BSD, Tangerang, belum lama ini.
Kukuh mencontohkan evolusi komponen kendaraan seperti speedometer dan dashboard dari sistem analog menjadi digital sebagai wujud dari efisiensi teknologi. “Dulu harus bikin jarum, kabel, dan gigi-gigi mekanis. Sekarang dengan teknologi digital, komponen itu cukup satu, seperti di handphone. Itu jauh lebih efisien,” jelasnya.
Test drive BYD Atto 1
Ia menyebutkan, jika teknologi yang dikembangkan oleh produsen juga dibawa dan diaplikasikan di Indonesia, maka masyarakat bisa merasakan langsung manfaatnya. “Sejauh itu normal, why not? Ini menguntungkan masyarakat,” kata Kukuh.
Namun, ia mengingatkan bahwa persaingan sehat dalam industri otomotif hanya mungkin terjadi jika ada komitmen kuat dalam hal R&D. “Yang perlu dicatat, persaingan tidak akan berjalan tanpa adanya R&D. Tanpa R&D yang kuat, tidak akan ada inovasi, orang hanya akan mengulang yang sudah ada,” ujarnya.