Penjualan Mobil China Naik tapi Melambat di Tengah Perang Harga, Kok Bisa?
Penjualan mobil di China tetap naik, tapi laju pertumbuhan melambat karena perang harga yang semakin intensif.

Industri otomotif China lagi rame nih, guys! Penjualan mobil memang masih naik, tapi lajunya mulai melambat. Kira-kira, apa ya penyebabnya? Ternyata, eh ternyata, ada "perang harga" yang lagi panas-panasnya di antara para produsen mobil. Kondisi ini memicu kekhawatiran tentang keberlanjutan finansial perusahaan dan industri secara keseluruhan.
Menurut data terbaru, penjualan mobil di China pada Mei 2025 naik 13,9% dibandingkan Mei tahun lalu, mencapai 1,96 juta unit. Angka ini memang positif, tapi kalau dibandingkan dengan pertumbuhan April yang mencapai 14,8%, ada sedikit penurunan. "Penjualan tumbuh 13,9% dari Mei 2024 menjadi 1,96 juta kendaraan di Mei 2025," tulis China Passanger Car Association (CPCA) dalam laporannya.
Fenomena ini bikin banyak orang bertanya-tanya, kok bisa ya penjualan mobil masih naik tapi lajunya melambat? Nah, mari kita bedah satu per satu faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Perang Harga yang Semakin Memanas
Salah satu penyebab utama perlambatan ini adalah persaingan harga yang makin ketat di antara produsen mobil, terutama di segmen kendaraan listrik (EV) dan hybrid. Mereka berlomba-lomba memberikan diskon dan insentif untuk menarik konsumen.
BYD, sebagai pemimpin pasar EV di China, jadi sorotan utama. Mereka dikenal agresif dalam memangkas harga, bahkan sampai meminta diskon ke pemasok. Strategi ini memang bisa meningkatkan penjualan dalam jangka pendek, tapi menimbulkan kekhawatiran tentang keberlanjutan finansial perusahaan dan industri secara keseluruhan.
Produsen mobil besar lainnya seperti Geely dan Chery juga mengalami hal serupa. Pertumbuhan penjualan mereka melambat karena fokus industri beralih ke perang harga yang semakin intensif.
Kelebihan Kapasitas Produksi Jadi Biang Kerok?
Selain perang harga, industri otomotif China juga menghadapi masalah kelebihan kapasitas produksi. Tingkat utilisasi produksi pada 2024 hanya sekitar 49,5%, artinya hampir setengah dari kapasitas produksi tidak terpakai.
Kondisi ini semakin memperparah persaingan harga. Produsen mobil berusaha keras untuk menjual produk mereka, bahkan dengan margin keuntungan yang lebih tipis.
Kelebihan kapasitas produksi ini juga bisa berdampak negatif pada investasi jangka panjang dan inovasi. Perusahaan mungkin lebih fokus untuk bertahan hidup daripada mengembangkan teknologi baru.
Permintaan Mulai Menurun?
Meskipun penjualan mobil masih meningkat, laju pertumbuhan yang melambat bisa jadi indikasi penurunan permintaan. Segmen EV dan hybrid, yang sebelumnya jadi motor penggerak pertumbuhan, juga menunjukkan tanda-tanda perlambatan.
Hal ini bisa jadi karena pasar mulai jenuh, terutama di kalangan konsumen awal (early adopters). Untuk mempertahankan pertumbuhan, produsen mobil perlu menjangkau segmen pasar yang lebih luas dan menawarkan produk yang lebih menarik.
Selain itu, faktor ekonomi juga bisa memengaruhi permintaan. Jika kondisi ekonomi kurang stabil, konsumen mungkin menunda pembelian mobil baru.
Dampak Perang Harga ke Diler Mobil
Perang harga ini juga berdampak negatif pada para diler mobil. Mereka terpaksa menimbun stok mobil yang sulit terjual karena penurunan harga yang drastis. Akibatnya, banyak diler yang mengalami kerugian, bahkan sampai gulung tikar.
Diler mobil adalah bagian penting dari ekosistem otomotif. Jika banyak diler yang bangkrut, hal ini bisa mengganggu jaringan distribusi dan layanan purna jual.
Pemerintah perlu turun tangan untuk membantu para diler mobil agar mereka bisa bertahan di tengah perang harga yang sengit ini.
Pemerintah Turun Tangan, Mampukah Redam Perang Harga?
Pemerintah China sendiri sudah menyadari dampak negatif dari perang harga ini. Mereka khawatir hal ini bisa merusak kesehatan jangka panjang industri otomotif, stabilitas tenaga kerja, dan investasi jangka panjang.
Pemerintah telah menyerukan penghentian perang harga dan mendorong produsen untuk melakukan "self-regulation" atau pengaturan diri. Namun, beberapa pihak meragukan efektivitas seruan tersebut.
"Pihak berwenang sendiri telah menyerukan untuk segera mengakhiri perang harga ini karena berpotensi mengancam kesehatan jangka panjang industri dan keberlanjutan industri," tulis CPCA.
Beberapa analis memperkirakan persaingan akan semakin intensif di masa depan. Produsen mobil mungkin akan terus memangkas harga untuk merebut pangsa pasar.