Jumlah Turis ke Bali Naik, tapi Pengusaha Mengeluh Hotel Sepi, Kok Bisa?

Industri perhotelan Bali menghadapi tantangan serius meski jumlah wisatawan mancanegara (wisman) atau turis ke Bali meningkat pada awal tahun 2025.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali menyebut tingkat keterisian kamar hotel hanya 10–20 persen selama periode Januari hingga Maret 2025.
"Kalau kita lihat ya dari jumlah kedatangan wisatawan tiap tahun itu, khususnya di bulan Januari, Februari, Maret, itu harusnya okupansi itu naik," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) PHRI Bali, Perry Markus, pada Senin (28/4/2025).
Padahal, data Dinas Pariwisata Bali menunjukkan, jumlah kunjungan wisman pada Januari–Februari 2025 mencapai 1.013.700 orang.
Jumlah itu meningkat sekitar 16 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2024 sebanyak 875.314 orang. Namun, kenaikan jumlah turis ini tidak sejalan dengan tingkat okupansi hotel.
Ilustrasi pasangan di Ulun Danu, Danau Beratan, Bali.Kenapa Turis Tidak Menginap di Hotel?
Perry menjelaskan bahwa kondisi ini tidak sebanding dengan ramainya kunjungan turis asing. Setelah dikaji, banyak wisatawan asing ternyata memilih menginap di akomodasi wisata ilegal seperti vila dan rumah kos elite yang tidak berizin.
Hunian-hunian tersebut, menurut Perry, dikelola oleh individu, baik warga lokal maupun warga negara asing (WNA), dan ditawarkan secara langsung kepada teman atau kenalan mereka.
"Yang pertama sebenarnya kalau kita lihat ya, mereka itu ada yang dibawa oleh temennya. Jadi temennya punya bikin akomodasi, temennya yang lain diajak untuk menginap di situ, jadi transaksinya enggak di situ, di sana (di negara asal). Dia bilang aja itu temennya gitu. Padahal itu sebenarnya tamu misalnya," ujar Perry.
Ia juga menambahkan bahwa tarif di hunian ilegal tersebut tidak jauh berbeda dengan hotel, namun privasi yang lebih tinggi menjadi daya tarik utama.
"Kalau dari segi harga juga enggak murah-murah amat juga. Hampir sama. Cuma kalau kita lihat ada beberapa tempat yang membuat mereka privasinya itu lebih tinggi gitu loh," kata dia.
Ilustrasi wisatawan mancanegara di Bali.PHRI Desak Ada Penertiban
Perry menekankan, keberadaan akomodasi ilegal ini sangat merugikan hotel resmi yang harus menanggung kewajiban pajak dan berbagai regulasi pemerintah.
"Jelas bahwa untuk akomodasi atau hotel yang sudah mempunyai legalitas resmi pasti merasa sangat dirugikan dengan yang tidak mempunyai legalitas atau ilegal gitu kan," kata dia.
PHRI Bali meminta Pemerintah Provinsi Bali segera menindak tegas akomodasi ilegal untuk melindungi industri perhotelan yang legal dan berkontribusi terhadap perekonomian daerah.
Sementara itu, Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Bali menggelar pertemuan dengan jajaran dinas pariwisata kabupaten/kota se-Bali serta sejumlah asosiasi akomodasi untuk mengklarifikasi isu sepinya keterisian hotel.
Kepala Dinas Pariwisata Bali Tjok Bagus Pemayun menyatakan bahwa langkah ini diambil atas arahan dari Kementerian Pariwisata (Kemenpar) untuk menelaah lebih lanjut kebenaran dari informasi yang beredar.
"Dari Kemenpar melihat tren ini, wisatawan ramai tapi hotel sepi karena ada pemberitaan," ujarnya saat ditemui di Denpasar, Jumat (25/4/2025).
Pertemuan dijadwalkan berlangsung pada Senin, 28 April 2025 di Kantor Dispar Bali, Jalan Letjen S. Parman, Renon.
Dalam forum tersebut, dilakukan sinkronisasi data antara laporan di lapangan dan data statistik resmi, dengan menggandeng Badan Pusat Statistik (BPS) Bali dan Bank Indonesia (BI) perwakilan Bali.