Perakitan Lokal Mobil China: Komitmen atau Sekadar Penghissap Fiskal

Industri otomotif, merek baru, perakitan lokal, insentif fiskal, industri otomotif, Perakitan Lokal, Perakitan Lokal Mobil China: Komitmen atau Sekadar Penghissap Fiskal, PT Handal Indonesia Motor: Pemain Kunci dalam Perakitan Lokal, Merek-Merek yang Merakit Kendaraan di HIM, Fasilitas Terbaru dan Rencana Masa Depan, Pembuktian Komitmen, Jangan Sampai Jadi Korban

Industri otomotif nasional bergerak sangat dinamis dalam dua tahun terakhir, ditandai dengan gelombang masuk merek-merek baru asal China.

Menariknya, mayoritas datang dengan strategi perakitan lokal lewat skema kerja sama segitiga, bukan membangun pabrik permanen sejak awal.

Cara ini dianggap lebih praktis untuk mengetes pasar dengan modal lebih ringan.

Harga jual pun bisa ditekan lebih kompetitif berkat insentif fiskal dari pemerintah.

Industri otomotif, merek baru, perakitan lokal, insentif fiskal, industri otomotif, Perakitan Lokal, Perakitan Lokal Mobil China: Komitmen atau Sekadar Penghissap Fiskal, PT Handal Indonesia Motor: Pemain Kunci dalam Perakitan Lokal, Merek-Merek yang Merakit Kendaraan di HIM, Fasilitas Terbaru dan Rencana Masa Depan, Pembuktian Komitmen, Jangan Sampai Jadi Korban

Mobil listrik Aletra L8 mulai dirakit lokal di fasilitas produksi milik PT Handal Indonesia Motor

Namun, di balik kemudahan tersebut, muncul satu pertanyaan mendasar, yakni benarkah para pemain baru sungguh-sungguh berkomitmen membangun fondasi industri otomotif dalam jangka panjang di Tanah Air?

Bandingkan saja dengan Hyundai yang menanamkan modal lebih dari 1,5 miliar dollar AS (sekitar Rp 22 triliun) untuk membangun pabrik mobil dan baterai, atau Wuling yang merogoh kocek hingga 100 juta dollar AS (Rp 1,6 triliun) untuk penetrasi ke pasar Indonesia.

PT Handal Indonesia Motor: Pemain Kunci dalam Perakitan Lokal

Di balik tren ini, PT Handal Indonesia Motor (HIM) menjadi salah satu pemain penting.

Perusahaan berperan sebagai ‘rumah produksi’ bagi merek-merek pendatang, terutama asal China, mulai dari SUV sampai mobil listrik.

Skema perakitan di Handal membuka jalan bagi merek baru untuk menikmati insentif pembebasan bea masuk dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), sesuai Peraturan BKPM Nomor 1 Tahun 2024.

Industri otomotif, merek baru, perakitan lokal, insentif fiskal, industri otomotif, Perakitan Lokal, Perakitan Lokal Mobil China: Komitmen atau Sekadar Penghissap Fiskal, PT Handal Indonesia Motor: Pemain Kunci dalam Perakitan Lokal, Merek-Merek yang Merakit Kendaraan di HIM, Fasilitas Terbaru dan Rencana Masa Depan, Pembuktian Komitmen, Jangan Sampai Jadi Korban

Produksi pabrik Chery di Wuhu, China

Namun, celah ini juga rentan dimanfaatkan sekadar jadi ‘jalan pintas’ untuk mencicipi pasar tanpa jejak pabrik permanen.

CEO PT Handal Indonesia Motor (HIM) Denny Siregar menyampaikan bahwa saat ini pihaknya sudah menangani produksi untuk sembilan merek. “Itu sudah berjalan sekitar 3-4 tahun lalu. Awalnya Neta dan Chery, sekarang seiring banyaknya merek yang masuk Indonesia, sudah ada sembilan. Sebagian sudah stabil produksinya,” kata dia kepada Kompas.com, Selasa (8/7/2025).

Pabrik Handal di Pondok Ungu, Bekasi, memiliki kapasitas produksi sekitar 22.000–25.000 unit per tahun.

Sementara pabrik baru di Purwakarta dirancang dengan kapasitas hingga 35.000 unit per tahun pada tahap pertama.

Menurut Denny, fasilitas Purwakarta memang dirancang lebih besar dan memakai teknologi terbaru agar volume kendaraan rakitan bisa terus naik. "Saat ini masih sekitar 1.000 unit per bulan karena baru beroperasi. Agustus nanti, tahap pertama sudah bisa optimal meliputi body, trimming, welding, sampai painting," jelasnya.

Merek-Merek yang Merakit Kendaraan di HIM

Beberapa merek yang kini ‘menumpang’ di HIM antara lain Chery, Neta, Geely, BAIC, Jetour, Jaecoo, Aletra, Polytron, hingga Xpeng.

Pindad pun turut merakit kendaraan taktis Maung MV3 di fasilitas ini.

Industri otomotif, merek baru, perakitan lokal, insentif fiskal, industri otomotif, Perakitan Lokal, Perakitan Lokal Mobil China: Komitmen atau Sekadar Penghissap Fiskal, PT Handal Indonesia Motor: Pemain Kunci dalam Perakitan Lokal, Merek-Merek yang Merakit Kendaraan di HIM, Fasilitas Terbaru dan Rencana Masa Depan, Pembuktian Komitmen, Jangan Sampai Jadi Korban

BAIC BJ40 Plus

Chery menjadi pionir dengan Omoda 5, Omoda E5, hingga Tiggo Series, dan kini menambah Chery J6 sampai Tiggo 8 CSH.

Namun, hingga kini, pabrik mandiri Chery di Indonesia belum juga terwujud.

Neta juga merakit Neta V-II di HIM, meski induknya, Hozon New Energy, tengah dihantam restrukturisasi keuangan di China.

Sementara Geely menyiapkan perakitan EX5 pada pertengahan 2025.

Denny menegaskan, Handal tak sekadar ‘membuka pintu’ tanpa pengaman.

Setiap merek terikat kontrak dengan hak, kewajiban, dan sanksi jika melanggar komitmen, termasuk jika ingin cabut sebelum kontrak berakhir. "Normal di bisnis pasti ada kontrak, ada hak dan kewajiban. Kalau volume produksi tak sesuai, ada konsekuensinya. Kontraknya bervariasi, 3–5 tahun tergantung strategi merek. Kalau produknya banyak, otomatis investasinya cepat balik dan kontraknya bisa lebih pendek," ujar Denny.

Soal kepatuhan TKDN, Denny menegaskan beban utama tetap ada pada pemegang merek.

Pihaknya hanya memastikan fasilitas memadai untuk mendukung target kandungan lokal sesuai aturan pemerintah. "Umumnya TKDN itu memang kewajiban merek. Perhitungannya kan mencakup tenaga kerja, bahan lokal, local sourcing seperti pelek, spion, sampai equipment. Kalau mau naik ke 60 persen tahun depan, ya harus ada inisiatif lain (dari pabrikan)," kata Denny.

"Tapi beberapa merek saya lihat sudah berupaya membawa supplier-nya ke Indonesia, jadi otomatis, harusnya, TKDN mereka bisa naik," tambahnya.

Fasilitas Terbaru dan Rencana Masa Depan

Selain Bekasi, HIM kini mengandalkan pabrik Purwakarta.

Industri otomotif, merek baru, perakitan lokal, insentif fiskal, industri otomotif, Perakitan Lokal, Perakitan Lokal Mobil China: Komitmen atau Sekadar Penghissap Fiskal, PT Handal Indonesia Motor: Pemain Kunci dalam Perakitan Lokal, Merek-Merek yang Merakit Kendaraan di HIM, Fasilitas Terbaru dan Rencana Masa Depan, Pembuktian Komitmen, Jangan Sampai Jadi Korban

Xpeng Indonesia resmi memproduksi X9 secara completely knocked down (CKD) di fasilitas PT Handal Indonesia Motor (HIM), Purwakarta, Jawa Barat

Fasilitas ini ditargetkan mendukung lonjakan kehadiran beberapa merek baru seperti Jetour, Jaecoo, BAIC, Aletra, Xpeng, sampai Polytron.

Jetour menyiapkan Dashing dan X70 Plus dengan target kandungan lokal minimum 40 persen, Jaecoo merakit J7, sedangkan model lain di antaranya BAIC BJ40 Plus, Aletra L8, Polytron Fox-R, hingga Xpeng X9.

Di atas kertas, kapasitas besar dan teknologi baru di fasilitas tersebut bisa memperluas pasar sekaligus menekan harga mobil di level konsumen. "The end of the day, keuntungannya ke konsumen. Saya lihat banyak teknologi baru, pilihan baru, harganya juga makin bersaing," kata Denny.

Pembuktian Komitmen

Pemerintah menegaskan, skema insentif fiskal tidak boleh jadi celah untuk sekadar main rakit lalu kabur.

Deputi Bidang Infrastruktur Dasar Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Rachmat Kaimuddin, menegaskan, merek yang menikmati insentif wajib membangun basis produksi nyata. "Bank garansi ini agunan pembayaran yang diambil negara kalau kewajibannya tidak dapat dipenuhi," kata Rachmat.

Nilai bank garansi ini setara bea masuk dan PPnBM yang dibebaskan.

Intinya, setiap mobil yang diimpor wajib ‘dibalas’ dengan unit produksi lokal dalam skema 1 banding 1 (1:1).

Insentif impor pun ada batasnya, hanya berlaku hingga akhir 2025.

Setelah itu, semua pemain wajib mulai produksi penuh dengan TKDN minimal 40 persen, yang akan naik ke 60 persen mulai 2027.

Rachmat mendorong para produsen untuk tak menunggu sampai tenggat berakhir.

Sebab makin cepat memulai produksi, semakin baik kontribusinya bagi transfer teknologi dan pengembangan ekosistem kendaraan listrik nasional.

Jangan Sampai Jadi Korban

Tren perakitan lokal memang membuka peluang transfer teknologi, lapangan kerja, dan harga mobil yang lebih terjangkau untuk pasar dalam negeri.

Namun, di sisi lain, tanpa komitmen yang nyata, Indonesia berisiko hanya jadi pasar rakitan murah, di mana insentif fiskal habis percuma tanpa jejak industri permanen.

Dengan makin banyaknya pemain yang memanfaatkan skema perakitan lokal, pengawasan pemerintah, kekuatan kontrak, dan ketegasan penegakan sanksi harus menjadi benteng utama.

Kalau tidak, ujung-ujungnya konsumen Indonesia yang akan menanggung risikonya, dibanjiri mobil murah tanpa industri sungguhan. Merek-merek mobil yang tanpa punya tanggung jawab pada konsumen karena cuma mengejar jualan semata.