Mobil China Butuh Bangun Kepercayaan, Tak Sekadar Diskon Besar

JAKARTA, KOMPAS.com – Persaingan di pasar otomotif Indonesia semakin ketat, terutama di segmen menengah dengan kisaran harga Rp 200 juta hingga Rp 500 juta.
Sejumlah merek mobil asal China seperti Wuling, BYD, Geely, Chery, Neta, Jetour, MG, hingga BAIC mulai tampil agresif dengan strategi utama berupa penurunan harga besar-besaran.
Beberapa model bahkan dibanderol lebih murah dari pesaing terdekatnya. Sebagai contoh, BYD Atto 3 yang merupakan mobil listrik ditawarkan sekitar Rp 470 juta, atau lebih murah dibanding Toyota Innova Zenix Hybrid yang berada di angka Rp 477 juta.
Bahkan untuk segmen entry-level, BYD menghadirkan Seagull dengan harga mulai dari Rp 125 juta, menyasar pasar Low Cost Green Car (LCGC) yang sebelumnya didominasi merek Jepang.
Strategi “bakar harga” ini rupanya bukan sekadar langkah promosi sesaat. Menurut pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, pendekatan tersebut merupakan bagian dari rencana jangka panjang brand China untuk menantang dominasi Jepang dan Korea.
“Strategi penurunan harga merek mobil China di Indonesia tampaknya merupakan upaya sistemik untuk menantang dominasi merek Jepang dan Korea di segmen menengah,” ujar Yannes kepada Kompas.com, Selasa (2/7/2025).
Segmen menengah memang menjadi pasar paling gemuk di Tanah Air, dengan model-model favorit seperti Toyota Avanza, Honda HR-V, Hyundai Creta, hingga Honda BR-V. Namun kini, peta kompetisi mulai berubah.
Wuling misalnya, berhasil merebut 5 persen pangsa pasar nasional dalam waktu lima tahun dan bahkan menyalip Hyundai pada periode Januari–September 2024 (17.713 unit vs 17.441 unit).
Test Drive Neta X di Jakarta
Meski demikian, Yannes menilai bahwa harga murah belum cukup untuk merebut hati konsumen Indonesia secara penuh, terutama mereka yang berada di kelas menengah dan sangat peduli pada layanan purna jual.
“China memanfaatkan harga yang kompetitif untuk menantang pemain mapan, tapi merek Jepang mendapat manfaat dari kepercayaan selama beberapa dekade,” ucap Yannes.
Toyota dan Honda selama ini dikenal memiliki jaringan servis dan suku cadang yang luas serta andal. Sebaliknya, sebagian besar brand China masih menghadapi tantangan besar dalam membangun ekosistem layanan purna jual yang komprehensif.
“Jika brand China berhasil membangun kepercayaan dan infrastruktur layanan purna jualnya serta mampu mengatasi persepsi kualitas yang masih tersisa di benak konsumen kelas menengah, maka mereka kelak bisa menggoyang kekuatan merek Jepang dan Korea,” kata Yannes.
Dengan kata lain, diskon besar dan fitur berlimpah hanyalah langkah awal. Keberhasilan jangka panjang tetap bergantung pada seberapa serius brand China memperkuat fondasi kepercayaan dan kepuasan konsumen di Indonesia.