TikTok PHK 150 Karyawan, Perannya Diganti AI

TikTok melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 150 karyawan tim moderasi konten di Berlin. Posisi mereka nantinya akan digantikan oleh sistem moderasi berbasis AI dan tenaga kerja kontrak dari luar negeri (outsourcing).
Karyawan moderator yang terdampak PHK ini berada di bawah divisi Trust and Safety TikTok Berlin. Dengan total sekitar 400 karyawan, pemangkasan 150 orang di kantor Berlin setara dengan pengurangan 40 persen tenaga kerja keseluruhan.
PHK massal ini lantas mengundang protes dari para pekerja di TikTok.
Serikat pekerja yang mewakili para pekerja TikTok Berlin, ver.di, disebut sudah mencoba melakukan negoisasi ke perusahaan.
Juru bicara ver.di untuk wilayah Berlin-Brandenburg, Kalle Kunkel mengatakan, serikat pekerja telah mengirimkan daftar tuntutan kepada TikTok.
Isi tuntutan tersebut secara keseluruhan meminta TikTok agar memberikan pesangon yang layak untuk karyawan terdampak.
Serikat pekerja juga menuntut supaya perusahaan melakukan perpanjangan masa pemberitahuan PHK menjadi satu tahun.
Namun sayang, upaya serikat pekerja ver.di belum membuahkan hasil. Menurut laporan The Guardian, pihak TikTok disebut menolak hadir untuk bernegoisasi dengan pekerja.
"Intinya, mereka bilang: 'Kami tidak mau bicara dengan Anda,' jadi setelah itu, kami melancarkan dua serangan. Tapi mereka tetap tidak bereaksi," kata Kunkel, sebagaimana dikutip KompasTekno dari The Guardian, Senin (18/8/2025).
Alasan PHK: efisiensi, lebih fokus ke AI
Juru bicara TikTok, Anna Sopel mengatakan, usulan PHK terhadap 150 karyawan di kantor TikTok Berlin bertujuan untuk "memperlancar alur kerja dan meningkatkan efisiensi".
Ia menegaskan, pengurangan karyawan ini tidak akan memengaruhi kualitas moderasi konten di Jerman. Perusahaan disebut tetap berkomitmen untuk menjaga keamanan serta integritas platform seperti biasa.
Di bawah divisi Trust and Safety TikTok, tim moderator konten TikTok di Berlin memang secara khusus bertugas untuk menjaga keamanan platform dengan cara memoderasi, menilai, dan menghapus konten-konten yang dianggap melanggar kebijakan perusahaan.
Jenis konten yang mereka tangani beragam, mulai dari materi yang mengandung kekerasan, pornografi, ujaran kebencian, penyebaran misinformasi, hingga konten yang berpotensi membahayakan anak.
Setiap hari, seorang moderator bisa meninjau hingga sekitar 1.000 video dari total 32 juta pengguna aktif di pasar Jerman. Dalam pengerjaannya, mereka tidak bekerja sendiri, melainkan dibantu dengan teknologi AI untuk mempercepat proses peninjauan.
Adapun langkah PHK ini disebut-sebut sejalan dengan strategi TikTok yang ingin lebih fokus memanfaatkan AI untuk memoderasi konten. Perusahaan beralasan, dengan AI, mereka bisa menghapus konten pelanggaran lebih cepat dibanding moderator manusia.
Perusahaan menambahkan, penggunaan AI untuk memoderasi konten di TikTok dapat membantu mengurangi beban moderator manusia (karyawan TikTok) yang harus meninjau "video berbahaya".
Berbahaya dalam hal ini merujuk pada konten-konten sensitif (kekerasan, hal ilegal, dll), yang bisa berpotensi memengaruhi mental karyawan.
Namun, alih-alih mendapat dukungan, alasan yang diberikan TikTok tersebut justru mendapat kritik dari pakar kebijakan digital.
Dikritik pakar dan serikat kerja
Seorang analis kebijakan senior di Center for Democracy and Technology, Aliya Bhatia mengatakan, keputusan TikTok untuk mengganti moderator manusia ke moderator AI, justru memperbesar peluang konten berbahaya lolos penyaringan.
Pasalnya, cara AI meninjau konten tidak sama dengan cara moderator manusia bekerja. AI dinilai tidak memiliki kemampuan untuk membedakan tingkat pelanggaran seperti apa yang membuat konten layak dihapus, diberi peringatan, atau dibiarkan.
"Mengganti orang yang bertugas memastikan platform aman dan menghormati hak semua pengguna, termasuk anak di bawah umur, akan menyebabkan lebih banyak kesalahan dan pengalaman yang lebih merugikan," jelas Bhatia.
Dengan kata lain, Bhatia menyoroti bahwa sistem moderasi dengan AI belum sepenuhnya optimal. Justru penggunaan alat tersebut bisa menimbulkan masalah lain dan berujung merugikan perusahaan.
Senada dengan Bhatia, Kunkel juga mengatakan bahwa mengalihkan pekerjaan moderasi ke AI merupakan salah satu masalah besar. Sebab, menurut pengakuan sejumlah karyawan TikTok kepada dia, sistem moderasi otomatis perusahaan belum sepenuhnya bekerja dengan benar.
Ia mencontohkan, alat moderasi AI di TikTok pernah mengklasifikasikan video yang menampilkan bendera pelangi Pride sebagai konten berbahaya. Padahal, jika mengikuti kebijakan TikTok, konten tersebut seharusnya masih tergolong aman.
Justru yang aneh, saat ada konten berisi materi tidak pantas dan seharusnya dihapus, alat AI di TikTok malah meloloskan dan menganggap video tersebut aman.
"AI tidak mampu mengidentifikasi gambar atau video yang bermasalah, terutama jika menyangkut konten yang rumit," kata Kunkel.
Bukan PHK pertama
PHK terhadap 150 karyawan tim moderasi konten TikTok di Berlin bukanlah yang pertama kali terjadi. Dalam beberapa bulan terakhir, TikTok tercatat melakukan pemangkasan di tim Trust and Safety di berbagai negara.
Pada bulan September 2024, TikTok melakukan PHK terhadap seluruh tim moderator konten di Belanda, dengan total karyawan terdampak yaitu 300 orang.
Kemudian, pada Oktober 2024, TikTok kembali memangkas sekitar 500 karyawan di tim moderasi konten di Malaysia dan menggantinya dengan AI.
PHK ini kembali dilakukan pada Februari 2025, di mana media Reuters melaporkan bahwa TikTok memberhentikan sebagian besar karyawan di tim Trust and Safety di Asia, Eropa, Timur Tengah, dan Afrika.
Namun yang membuat miris adalah, semua keputusan TikTok yang mem-PHK karyawannya di berbagai negara datang setelah CEO perusahaan, Shou Zi Chew, berjanji akan meningkatkan anggaran untuk tim Trust and Safety.
Dalam kesaksiannya di hadapan Kongres AS pada 2024 lalu, ia menyebutkan bahwa perusahaan menganggarkan lebih dari 2 miliar dollar AS untuk tim yang jumlahnya lebih dari 40.000 orang tersebut.
Juru bicara TikTok juga mengatakan bahwa di tahun 2025, perusahaan akan menambah investasi sebesar 2 miliar dollar AS lagi untuk tim yang sama.
Tren PHK tim Trust and Safety di perusahaan
Langkah pemangkasan tenaga kerja di tampaknya sedang banyak dilakukan oleh perusahaan teknologi global.
Laporan menyebut, perusahaan seperti Snap Inc., X, dan Meta (induk Facebook dan Instagram) juga dilaporkan telah memangkas tim Trust and Safety mereka.
Karyawan yang masuk sebagai anggota di tim tersebut dikabarkan akan digantikan dengan sistem AI. Perusahaan Meta, misalnya, disebut telah berencana mengganti 90 persen karyawan yang mengerjakan ulasan produk perusahaan dengan AI.
Platform media sosial X juga diinformasikan telah menghentikan program pengecekan fakta manusia mereka dan menggantinya dengan catatan dari pengguna lain (community notes).
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!