Nglarak Blarak, Tradisi Unik Kulon Progo yang Tetap Bertahan

Di tengah gempuran hiburan modern, tradisi permainan Nglarak Blarak masih terus bertahan di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Permainan khas ini kembali digelar dalam Festival Nglarak Blarak 2025 yang diselenggarakan di Alun-Alun Wates, Sabtu malam (23/8/2025).
Ajang tahunan yang diinisiasi oleh Dinas Pariwisata Kulon Progo ini menjadi ruang pelestarian budaya sekaligus ajang silaturahmi antar Karang Taruna dari 12 kapanewon (kecamatan) se-Kulon Progo.
“Kegiatan ini menjadi wadah kebersamaan sekaligus semangat melestarikan tradisi. Mudah-mudahan memberi manfaat bagi generasi muda di Kulon Progo serta menjadi spirit pembangunan di Kulon Progo,” ujar Joko Mursito, Kepala Dinas Pariwisata Kulon Progo dalam keterangan resmi, Minggu (24/8/2025).
Permainan ini berakar dari aktivitas para penderes nira kelapa atau legen sebagai bahan baku gula merah di perbukitan Menoreh.
Permainan Nglarak Blarak khas Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Nglarak Blarak sendiri merupakan permainan beregu yang menggunakan alat-alat sederhana seperti pelepah kelapa atau dalam bahasa jawa disebut blarak, bumbung nira atau wadah penampung nira, dan keranjang kelapa.Dua regu berhadapan. Masing-masing menunggang blarak yang ditarik beberapa laki-laki tangguh. Kedua regu saling adu cepat dalam arena segi empat, menggiring keranjang sambil mempertahankan keseimbangan dan berupaya merebut bumbung dari lawan. Regu yang mengumpulkan bumbung terbanyak keluar sebagai pemenang.
“Pihak yang mendapatkan bumbung lebih banyak akan keluar sebagai pemenang. Festival ini menampilkan kreativitas, kekompakan, sekaligus sportivitas,” ujar Joko.
Festival ini diselenggarakan sekali dalam satu tahun. Pemerintah berniat memperkuat kecintaan generasi muda terhadap budaya lokal dan menjadikan tradisi ini sebagai daya tarik wisata.
Permainan Nglarak Blarak khas Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Meski hanya digelar setahun sekali, antusiasme masyarakat tetap tinggi. Ribuan penonton memadati Alun-Alun Wates untuk menyaksikan pertandingan yang diikuti oleh Karang Taruna dari kapanewon Wates, Temon, Panjatan, Sentolo, Galur, Pengasih, Nanggulan, Kalibawang, Girimulyo, Samigaluh, Kokap, dan Lendah.Bupati Kulon Progo, Agung Setyawan mengapresiasi pelaksanaan festival ini. Ia menekankan pentingnya menjaga warisan budaya di tengah arus globalisasi.
“Festival Nglarak Blarak adalah wujud nyata bahwa kita tetap menjunjung tinggi budaya leluhur di tengah maraknya hiburan modern,” kata Agung sebelum membuka acara secara resmi.
Ketua Karang Taruna Kulon Progo, Tamyus Rohman, menyebut bahwa festival ini sekaligus menjadi upaya mengaktifkan kembali peran Karang Taruna di tingkat kapanewon.
“Kami berharap aktivitas kembali tumbuh, membawa semangat kebersamaan, kedamaian, dan sportivitas,” ujarnya.
Permainan Nglarak Blarak khas Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dalam pertandingan yang berlangsung seru tersebut, Kapanewon Pengasih berhasil keluar sebagai juara pertama, diikuti Temon di posisi kedua, Panjatan di posisi ketiga, dan Samigaluh di urutan keempat. Sementara itu, Kapanewon Nanggulan mendapatkan penghargaan sebagai peserta dengan kostum terbaik.Meski hanya digelar setahun sekali, Nglarak Blarak membuktikan diri sebagai tradisi yang masih relevan dan dicintai. Festival ini tak hanya menjadi ajang kompetisi, tetapi juga pesta rakyat yang penuh nilai kebudayaan, kekompakan, dan kebanggaan lokal.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!