Sejarah Bakpia Pathok, Dari Kudapan Khas Tionghoa Jadi Oleh-oleh Ikonik Jogja

Ilustrasi bakpia pathok
Ilustrasi bakpia pathok

 Bakpia Pathok menjadi salah satu ikon kuliner Yogyakarta yang selalu diburu wisatawan. Kudapan berbentuk bulat mungil ini memiliki cita rasa manis gurih yang khas dan tekstur lembut saat digigit. 

Tak hanya sekadar camilan, bakpia telah menjelma sebagai simbol oleh-oleh wajib dari Kota Gudeg. Namun, tahukah Anda bahwa bakpia sejatinya memiliki sejarah panjang yang berakar dari budaya Tionghoa?

Keunikan bakpia bukan hanya terletak pada rasanya, melainkan juga perjalanan panjangnya hingga bisa menjadi oleh-oleh yang mendunia. Dari sekadar kue tradisional yang dibuat di rumah-rumah, kini bakpia berkembang dengan berbagai varian rasa modern, mulai dari kacang hijau, cokelat, keju, hingga matcha. 

Cerita panjang inilah yang membuat bakpia Pathok tidak sekadar makanan, melainkan juga warisan budaya yang terus hidup. Mengutip dari berbagai sumber, berikut sejarah bakpia Pathok yang menarik untuk disimak!

Asal Usul Bakpia dari Tiongkok

Bakpia pertama kali diperkenalkan oleh masyarakat Tionghoa yang merantau ke Indonesia pada awal abad ke-20. Di negara asalnya, kudapan ini dikenal dengan nama tou luk pia yang berarti kue berisi daging babi. 

Namun, karena masyarakat Jawa mayoritas beragama Islam, isian daging kemudian diganti dengan kacang hijau manis. Perubahan bahan ini membuat bakpia dapat diterima oleh masyarakat luas tanpa meninggalkan jejak kelezatannya.

Bakpia Masuk ke Yogyakarta

Pada tahun 1940-an, bakpia mulai populer di Yogyakarta. Salah satu wilayah yang terkenal dengan produksi bakpia adalah Kampung Pathok, sebuah daerah kecil di sebelah barat Malioboro. Warga di kawasan ini banyak yang menggeluti usaha rumahan membuat bakpia, sehingga nama "Pathok" akhirnya melekat pada bakpia sebagai penanda asalnya. Inilah awal mula lahirnya sebutan Bakpia Pathok yang kita kenal hingga sekarang.

Perkembangan dan Popularitas

Seiring berkembangnya waktu, Bakpia Pathok semakin dikenal luas. Awalnya dijual sederhana dari rumah ke rumah, lalu berkembang ke toko-toko kecil, hingga akhirnya menjadi produk oleh-oleh resmi di Yogyakarta. 

Popularitas bakpia pun melonjak pada era 1970-an hingga 1980-an, ketika pariwisata Jogja semakin ramai. Wisatawan yang datang hampir selalu membawa bakpia sebagai buah tangan untuk keluarga di kampung halaman.

Inovasi Varian Rasa

Bakpia klasik biasanya berisi kacang hijau dengan kulit tipis yang dipanggang. Namun, seiring meningkatnya permintaan dan kreativitas produsen, muncul berbagai inovasi rasa. Kini Anda bisa menemukan bakpia dengan isian keju, cokelat, ubi ungu, durian, hingga matcha. 

Tidak hanya rasa, tekstur kulit bakpia juga berkembang, dari yang tradisional tipis renyah hingga modern lembut dan tebal. Inovasi ini menjadi salah satu faktor yang membuat bakpia tetap diminati lintas generasi.

Bakpia Pathok Sebagai Ikon Jogja

Bakpia Pathok kini tak lagi sekadar camilan, tetapi sudah menjadi ikon kota Yogyakarta. Hampir di setiap sudut kota, terutama di sekitar Malioboro, Anda bisa dengan mudah menemukan toko bakpia dengan beragam merek. 

Bahkan, popularitasnya telah merambah ke mancanegara sebagai salah satu oleh-oleh khas Indonesia yang mendunia. Dengan sejarah panjang dan inovasi tiada henti, bakpia berhasil menjaga eksistensinya hingga saat ini.