Bupati Sudewo Dianggap Tak Layak Pimpin Pati: 100 Ribu Massa Desak Lengser

Warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah, mulai memadati kawasan Alun-Alun sejak subuh, Rabu (13/8/2025), untuk mengikuti aksi unjuk rasa besar-besaran. Ahmad Husein, inisiator aksi, sudah berada di depan Kantor Bupati Pati sejak pukul 07.00 WIB.
Dia memperkirakan bahwa jumlah massa yang terlibat hari ini mencapai 100 ribu orang, berasal dari berbagai daerah di Kabupaten Pati, termasuk Batangan, Puncakwangi, dan Kayen.
“Persiapan hari ini diperkirakan 100 ribu lebih (massa). Melebihi tantangan sebelumnya yang hanya 50 ribu orang,” kata Husein, menjelaskan betapa besar antusiasme masyarakat Pati untuk menyuarakan tuntutannya, dikutip Tribun Jateng (13/08/2025).
Tuntutan: Bupati Sudewo Harus Mundur
Tuntutan utama aksi ini adalah agar Bupati Pati, Sudewo, mundur dari jabatannya. Husein menegaskan bahwa mereka akan terus melanjutkan aksi sampai tuntutan tersebut dipenuhi. "Kami akan tetap bertahan di sini (Alun-Alun Pati) hingga Bupati Sudewo lengser," tegasnya.
Selain itu, Husein juga mengimbau agar aksi berjalan dengan tertib dan aman, tanpa adanya tindakan anarkis atau perusakan fasilitas umum. "Kami ingin menunjukkan bahwa Pati aman dan damai," tambahnya.
Koordinator Lapangan: Tuntut Sudewo Mundur Sebelum 13 Agustus
Teguh Istiyanto, Koordinator Lapangan Penggalangan Donasi Aliansi Masyarakat Pati Bersatu, mengatakan bahwa pihaknya sudah menyarankan Bupati Sudewo mundur sebelum 13 Agustus agar situasi tetap kondusif.
"Kami menginginkan Sudewo mengundurkan diri sebelum 13 Agustus untuk menjaga martabatnya. Namun jika dia tetap enggan mundur, aksi ini akan berlanjut," ujar Teguh.
Teguh juga menegaskan bahwa aksi ini bukan hanya terkait dengan kebijakan kenaikan PBB, melainkan juga terkait dengan kualitas kepemimpinan Sudewo yang dianggap kurang memadai.
"Kami tidak mau menjadi objek uji coba bagi pemimpin yang belum siap," tambahnya.
Skandal Kenaikan PBB dan Permintaan Maaf Bupati Sudewo
Aksi unjuk rasa ini dipicu oleh kebijakan Bupati Sudewo yang menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen.
Kebijakan ini menuai protes keras dari masyarakat, yang merasa terbebani dengan kenaikan yang sangat signifikan.
Meskipun kebijakan PBB-P2 telah dicabut, unjuk rasa besar yang direncanakan tetap akan berlangsung.
"Kami tidak mengubah tuntutan kami. Yang kami persoalkan sejak awal bukan hanya PBB, tetapi kualitas kepemimpinan Sudewo yang kurang," ujar Teguh Istiyanto.
Tuntutan dari Pegawai RSUD Soewondo
Gelombang protes terhadap Bupati Sudewo juga datang dari mantan pegawai honorer Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) RAA Soewondo Pati, yang kehilangan pekerjaan akibat kebijakan perampingan pegawai oleh Sudewo.
Salah satu perwakilan korban, Ruha, mengungkapkan kekecewaannya atas pemberhentian yang dilakukan tanpa pesangon atau penghargaan.
“Saya sudah 20 tahun mengabdi di RSUD Soewondo Pati, tapi saya diberhentikan tanpa kompensasi,” kata Ruha.
Ia menjelaskan bahwa 220 pegawai honorer lainnya juga dipecat setelah tidak lolos dalam tes seleksi untuk menjadi karyawan tetap pada April 2025.
Mereka merasa tes tersebut tidak transparan dan penuh kecurangan.
Tuntutan Adil untuk Pegawai Honorer
Ruha dan rekannya menuntut agar mereka dipekerjakan kembali atau Bupati Sudewo harus mundur.
"Kami 220 orang yang kena PHK siap ikut aksi pada 13 Agustus. Bahkan yang masih aktif kerja akan merelakan waktunya untuk ikut terjun," ungkap Ruha.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul .
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!