Tuntutan PBB Dipenuhi, Massa Unjuk Rasa Pati Terbelah, Ada yang Batal Minta Bupati Sudewo Lengser

Massa aksi unjuk rasa yang dijadwalkan berlangsung di Pati pada 13 Agustus 2025 mulai menunjukkan perpecahan.
Sebagian simpul massa memutuskan untuk membatalkan rencana demonstrasi karena merasa tuntutan utama mereka sudah dipenuhi oleh Bupati Pati, Sudewo.
Namun, kelompok lain justru tetap bersikukuh untuk melanjutkan aksi dengan tuntutan yang lebih besar, yakni meminta agar Bupati Sudewo lengser dari jabatannya.
Perpecahan ini menciptakan dua kelompok yang akan hadir di Alun-Alun Pati pada tanggal tersebut, masing-masing dengan agenda yang sangat berbeda.
Siapa Saja yang Membatalkan Demo dan Apa Alasannya?
Kelompok yang membatalkan aksi unjuk rasa di antaranya adalah Gerakan Pati Bersatu (Gerpab) yang dipimpin oleh Cahya Basuki alias Yayak Gundul dan Aliansi Santri Pati untuk Demokrasi (Aspirasi) yang dikoordinatori Sahal Mahfudh.
Mereka tetap berencana hadir pada 13 Agustus, namun bukan untuk berdemo melainkan menggelar acara tasyakuran dan istighosah sebagai bentuk syukur atas terpenuhinya tuntutan mereka.
Keputusan ini diambil usai dialog intensif dengan Bupati Sudewo pada Jumat (8/8/2025) yang difasilitasi oleh Kapolresta Pati Kombespol Jaka Wahyudi dan Dandim Pati Letkol Arm Timotius Yogi.
“Kami sudah tidak punya alasan lagi untuk berkonflik karena tuntutan kami terkait pembatalan kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sudah dipenuhi. Oleh karena itu, kami mengimbau agar tanggal 13 Agustus tidak ada kegiatan yang mengatasnamakan tuntutan itu," kata Yayak Gundul, Koordinator Gerpab.
Penggalangan donasi logistik untuk persiapan demonstrasi 13 Agustus menolak kebijakan Pemerintah Kabupaten Pati menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen masih berlangsung, Kamis (7/8/2025) sore.
Yayak juga mengajak masyarakat Pati untuk menjaga kondusivitas dan tidak terprovokasi oleh pihak-pihak yang ingin menciptakan kerusuhan.
“Kenyataannya, Bupati Sudewo mau duduk bareng, bahkan minum kopi bersama. Jadi, jangan ada opini bahwa beliau tidak mau bertemu warganya. Ini bukti nyata,” tegasnya.
Senada dengan itu, Sahal Mahfudh dari Aliansi Santri Pati untuk Demokrasi menyatakan bahwa meski tuntutan utama sudah diakomodasi, mereka tetap akan hadir untuk merayakan kemenangan rakyat melalui khataman dan istighosah.
Ia menegaskan bahwa acara tersebut bertujuan mempererat silaturahim dan menjaga kerukunan.
“Teman-teman yang berangkat nanti jangan ditunggangi hawa nafsu dan setan yang suka kerusakan dan permusuhan,” ujar Sahal.
Mengapa Sebagian Massa Tetap Melanjutkan Demo dengan Tuntutan Lengserkan Bupati?
Berbeda dengan kelompok di atas, Aliansi Masyarakat Pati Bersatu menyatakan tidak berubah sikap dan berencana tetap menggelar aksi unjuk rasa pada 13 Agustus.
Mereka menganggap pembatalan kenaikan PBB-P2 oleh Bupati Sudewo bukanlah wujud kepedulian tulus, melainkan akibat tekanan publik semata.
Koordinator Lapangan aliansi tersebut, Teguh Istiyanto, menilai bahwa masalah kenaikan pajak hanyalah puncak dari kekecewaan terhadap gaya kepemimpinan Bupati Sudewo.
“Kalau dia memang prorakyat, sejak awal tidak ada pemikiran untuk menaikkan pajak. Ini dibatalkan karena tekanan warga, bukan karena hati nurani. Kalau dia bilang membela rakyat, saya katakan itu bullshit,” ujarnya.
Teguh menegaskan bahwa tuntutan mereka kini bukan hanya soal pajak, melainkan menuntut Bupati Sudewo mundur karena dianggap arogan dan tidak pro-rakyat.
“Pati hanya akan damai dan sejahtera kalau dia turun,” tegasnya.
Apa Respons Bupati Pati Terhadap Situasi Ini?
Bupati Sudewo mengapresiasi pihak yang memilih jalur dialog dan berkomitmen menjaga keamanan serta kondusivitas menjelang Hari Kemerdekaan 17 Agustus.
Ia menyatakan bahwa pertemuan dengan para aktivis yang difasilitasi Kapolresta dan Dandim membuat semua pihak saling terbuka.
“Saya sudah kumpul dan curhat-curhatan dengan teman-teman aktivis, jadi plong dan tahu isi hati masing-masing,” ujar Sudewo.
Ia menegaskan bahwa acara 13 Agustus bukan lagi demo melainkan tasyakuran dan doa bersama untuk kedamaian Pati.
Namun, ia juga menegaskan bahwa demonstrasi bukan hal tabu, selama tidak berujung pada anarkis.
“Kalau anarkis, yang rugi bukan saya, tapi rakyat Pati. Kalau Pati gaduh, investasi terganggu dan lapangan kerja susah tercipta,” katanya.
Sudewo berharap semua pihak menahan diri agar peringatan kemerdekaan berjalan lancar tanpa gangguan yang bisa mencoreng nama baik daerah dan Indonesia di mata dunia.
Bagaimana Perpecahan Ini Berdampak pada Situasi Politik dan Sosial di Pati?
Situasi terbelah ini memperlihatkan kompleksitas kondisi politik dan sosial di Pati. Di satu sisi, ada kelompok yang merasa tuntutannya sudah dipenuhi dan ingin merayakan hasilnya secara damai.
Di sisi lain, kelompok lain merasa akar masalah lebih dalam dan menuntut perubahan kepemimpinan secara drastis.
Inisiator Aliansi Masyarakat Pati Bersatu, Ahmad Husein, menegaskan bahwa mereka tidak terpengaruh oleh pernyataan Yayak Gundul dan tetap akan menggelar aksi.
“Kami yang punya massa dan tidak terpengaruh statemen Yayak,” ujarnya.
Yayak Gundul pun mengaku merasa dikhianati oleh perubahan sikap Husein dkk yang awalnya sepakat hanya menuntut pembatalan PBB-P2. Ia menduga ada pihak luar yang ingin memprovokasi kerusuhan di Pati.
“Saat kirab hari jadi Pati kami sudah mencium ancaman rencana provokasi,” ujarnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Setelah PBB Pati Batal Naik: Massa Aksi Unjuk Rasa 13 Agustus Terbelah.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!