Ganjarist: Elite Politik Sibuk Bermanuver, Rakyat Ditinggalkan dalam Kesusahan

Ketua Umum Ganjarist, Kris Tjantra
Ketua Umum Ganjarist, Kris Tjantra

Di tengah himpitan ekonomi yang dirasakan masyarakat, sejumlah elite politik justru sibuk mempertontonkan manuver politik yang dinilai tidak peka terhadap penderitaan rakyat. Mulai dari pesta seremonial mewah, hingga perebutan panggung kekuasaan dan peningkatan gaji yang tidak masuk akal. Langkah-langkah itu menuai kritik keras dari publik.

Pengamat politik sekaligus Ketua Umum Ganjarist, Kris Tjantra, menilai fenomena ini sebagai bentuk nyata dari ketidakpekaan elite politik terhadap realitas yang dihadapi rakyat kecil.

“Ketika rakyat kesulitan memenuhi kebutuhan dasar, harga pangan meroket, dan lapangan kerja makin sempit, para politisi malah sibuk mencari pencitraan dan berebut posisi. Ini bukan sekadar ironi, tapi bukti nyata bahwa kepentingan rakyat kerap dikorbankan demi syahwat kekuasaan,” tegas Kris dalam keterangannya di Jakarta, Selasa 26 Agustus 2025.

Menurutnya, apa yang dipertontonkan sejumlah elite politik saat ini semakin memperlebar jarak antara rakyat dan pemimpin. “Masyarakat butuh keberpihakan nyata, bukan pesta pora di tengah krisis. Rakyat antre minyak goreng, tapi elit antre kursi jabatan. Ini pelecehan terhadap akal sehat publik,” sambungnya.

Kritik serupa juga bermunculan di media sosial, di mana warganet ramai-ramai menyuarakan kekecewaan atas perilaku elite yang dianggap hanya memikirkan diri sendiri. Kris menegaskan, bila fenomena ini terus berlanjut, kepercayaan publik terhadap politik dan demokrasi akan terkikis habis.

“Politik seharusnya alat untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat, bukan panggung pertunjukan kepentingan pribadi. Jika para elite terus abai, rakyat sendiri yang akan menjatuhkan vonis di bilik suara,” imbuh Kris.

Ia menegaskan, hal itu juga yang mendorong terjadinya aksi unjuk rasa dari kalangan rakyat umum, mahasiswa, hingga pelajar di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta Pusat, pada 25 Agustus 2025 lalu.

Pengunjuk rasa menuntut DPR memperbaiki kinerjanya dengan menyoroti sejumlah persoalan di tengah masyarakat. Seperti membatalkan kenaikan gaji dan tunjangan DPR, transparansi penghasilan anggota DPR, dan menghentikan dominasi oligarki politik.

“Terjadinya demonstrasi 25 Agustus kemarin sebagai alarm dari masyarakat yang semakin tidak percaya dengan anggota DPR yang selama ini dianggap mampu menerjemahkan keinginan masyarakat umum. Apalagi di saat kemiskinan yang belum terentaskan dan di tengah PHK di berbagai sektor hingga sulitnya mencari pekerjaan, tapi muncul berita terkait tunjangan fantastis untuk anggota dewan,” tegasnya.

Kris juga menyoroti program Koperasi Desa Merah Putih yang dinilai tak jelas pelaksanaannya. Ia pun menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas sebagai fondasi utama keberlanjutan Koperasi Desa Merah Putih.

“Kami mengingatkan bahwa tanpa proses yang transparan dan akuntabel, Koperasi Merah Putih ini berisiko menjadi ladang penyalahgunaan untuk korupsi. Pemerintah juga perlu belajar dari kegagalan masa lalu yang masih belum optimal dan cenderung banyak koperasi yang mati suri. Apalagi saat ini kita tidak tahu, bagaimana kelanjutan dari program ini,” katanya.