Penelitian: Ibu yang Sering Konsumsi Parasetamol Saat Hamil Sebabkan Risiko Anak Lahir ADHD

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa anak-anak bisa tiga kali lebih mungkin mengembangkan ADHD jika ibu mengonsumsi parasetamol selama kehamilan. Studi ini merupakan salah satu dari beberapa penelitian yang meneliti kemungkinan hubungan antara obat pereda nyeri, paracetamol dengan gangguan hiperaktivitas dan defisit perhatian (ADHD) sebuah kondisi yang menyebabkan kesulitan berkonsentrasi, gelisah, dan perilaku impulsif.
Sebelumnya, pada tahun 2019 sebuah studi yang melibatkan lebih dari 4.700 anak dan ibu menunjukkan bahwa penggunaan parasetamol selama kehamilan bisa meningkatkan risiko anak mengalami ADHD sebesar 20 persen.
Namun, studi yang lebih baru dari Karolinska Institute tampaknya membantah hubungan ini. Analisis berskala besar terhadap hampir 2,5 juta anak yang dipublikasikan tahun lalu menemukan tidak ada hubungan antara obat pereda nyeri dan ADHD, autisme, atau gangguan intelektual.
Penulis studi dari Departemen Kesehatan Publik Global di Karolinska Institutet, Prof. Renee Gardner, menyarankan orang tua untuk selalu mengikuti penilaian dokter apakah obat tersebut aman atau tidak dalam setiap kasus individu.
Sekarang, peneliti dari University of Washington di Seattle mengklaim telah menemukan hubungan dalam penelitian mereka sendiri, yang menggunakan jumlah peserta lebih kecil dibanding penelitian sebelumnya 307 wanita kulit hitam yang tinggal di Tennessee.
Namun, penulis utama Dr. Brennan Baker mengklaim studi ini lebih akurat, karena para peneliti meneliti adanya tanda-tanda parasetamol dalam sampel darah ibu selama trimester kedua kehamilan. Baker mengungkap bahwa studi sebelumnya hanya mengandalkan laporan diri peserta mengenai penggunaan obat, yang bisa tidak akurat karena banyak orang mungkin tidak ingat apakah mereka pernah mengonsumsi parasetamol saat hamil.
“Banyak orang mengonsumsi [parasetamol] tanpa menyadarinya. Bisa jadi itu adalah kandungan aktif dalam obat flu yang Anda gunakan, dan Anda tidak mengetahuinya,” kata Dr. Baker mengatakan kepada New Scientist.
Sampel penelitian
Partisipan ibu dalam studi Dr. Baker rata-rata berusia 25 tahun, dan sebagian besar tidak merokok atau minum alkohol selama kehamilan. Tidak ada dari mereka yang menggunakan obat untuk kondisi kronis atau memiliki komplikasi kehamilan yang diketahui.
Para peneliti kemudian melakukan tindak lanjut saat anak-anak berusia 8 hingga 10 tahun dengan melakukan penilaian perkembangan saraf.
Hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak yang ibunya mengonsumsi parasetamol saat hamil memiliki kemungkinan 3,15 kali lebih besar untuk mengembangkan ADHD dibanding anak-anak yang ibunya tidak mengonsumsi obat tersebut.
Hasil ini tetap berlaku setelah mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh, seperti usia ibu, indeks massa tubuh (BMI), dan kondisi kesehatan mental anggota keluarga lainnya.
“Setelah menyesuaikan dengan faktor pengganggu potensial, deteksi [parasetamol] dalam plasma ibu trimester kedua berhubungan dengan peluang lebih tinggi untuk diagnosis ADHD dibandingkan tidak terpapar,” tulis para peneliti dalam studi yang dipublikasikan di Nature Mental Health.
Studi ini menunjukkan bahwa penggunaan parasetamol selama kehamilan dapat meningkatkan risiko anak mengalami ADHD.
Namun, penelitian ini tidak memperhitungkan seberapa sering ibu mengonsumsi parasetamol. Para peneliti mencatat bahwa pengukuran ini mungkin hanya mencerminkan penggunaan beberapa hari sebelum pengambilan darah, dan bisa lebih banyak menangkap pengguna parasetamol yang rutin dibanding yang jarang. Hal ini karena mereka mengukur tanda-tanda parasetamol dalam darah hanya pada satu waktu untuk setiap ibu, dan tanda-tanda ini bertahan sekitar tiga hari.
Perdebatan antar peneliti terkait efek samping paracetamol
“Mereka belum bisa memperhitungkan alasan ibu mengonsumsi [parasetamol], seperti sakit kepala, demam, nyeri, atau infeksi, yang kita tahu merupakan faktor risiko untuk perkembangan anak yang buruk,” Viktor Ahlqvist dari Karolinska Institute juga menunjukkan.
Artinya, kemungkinan apa pun yang membuat seseorang mengonsumsi parasetamol justru merupakan faktor risiko sebenarnya untuk ADHD, bukan obatnya.
Namun, analisis sampel jaringan dari 174 plasenta peserta menunjukkan bahwa penggunaan parasetamol memicu perubahan metabolik dan sistem imun.
Dr. Baker mengatakan ada banyak penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa aktivasi sistem imun yang meningkat selama kehamilan berhubungan dengan gangguan perkembangan saraf.
Ia menyarankan agar badan kesehatan terus meninjau penelitian terkait penggunaan obat pereda nyeri selama kehamilan dan memperbarui panduan mereka.
Orang yang ragu apakah boleh mengonsumsi parasetamol saat hamil disarankan berkonsultasi dengan dokter.
Panduan NHS menyatakan bahwa parasetamol adalah pilihan pertama obat pereda nyeri jika Anda sedang hamil. Obat ini umum dikonsumsi selama kehamilan dan tidak membahayakan bayi. NHS juga menghimbau sebelum mengonsumsi obat apapun saat hamil, termasuk obat pereda nyeri, periksa dengan apoteker, bidan, atau dokter umum apakah obat tersebut aman.
Obat pereda nyeri golongan antiinflamasi nonsteroid (NSAID) seperti ibuprofen tidak disarankan digunakan pada trimester ketiga.