GIAMM Ungkap Masih Ada Tantangan Pasca Insentif EV Impor Disetop
Insentif impor mobil listrik yang diberikan pemerintah saat ini diikuti beberapa merek seperti BYD dan GAC Aion.
Regulasi rinci soal insentif mobil listrik diatur dalam Peraturan Menteri Investasi Nomor 6 Tahun 2023 junto Nomor 1 Tahun 2024.
Sisi positifnya, merek-merek penerima insentif dapat menjual kendaraannya dengan banderol kompetitif buat konsumen Indonesia meskipun unitnya masih diimpor utuh.
Sejak kedatangan brand Tiongkok seperti BYD, banyak model mobil listrik baru bermunculan dengan harga relatif rendah dibandingkan produk serupa di kelas yang sama.

Pemerintah membebaskan biaya bea masuk sampai PPnBM produk jika memenuhi syarat, yakni manufaktur harus punya komitmen melakukan perakitan lokal di Indonesia.
Tetapi imbas hal tersebut, industri komponen otomotif disebut merana. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kemudian banyak terjadi.
Seharusnya, dengan berakhirnya insentif impor mobil listrik, brand penerima insentif seperti BYD akan mulai menyerap komponen lokal tahun depan dan menggairahkan kembali industri komponen otomotif.
Namun tampaknya Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) tidak menganggap bahwa pemberhentian insentif impor mobil listrik semerta-merta membangkitkan lagi industri komponen. Masih ada kendala dihadapi.
Menurut pihak GIAMM, manufaktur yang sekarang mencatatkan penjualan tinggi yakni BYD belum ada kesepakatan dengan supplier lokal.
“Dari logika sederhana, untuk melokalkan suatu part butuh skala volume agar harga komponen competitiveness-nya tercapai. Dilihat dari volume, mestinya yang mendekati hanya BYD,” kata Rachmat Basuki, Sekretaris Jenderal GIAMM saat dihubungi KatadataOTO, Jumat (29/08).
Padahal, BYD dijadwalkan mulai mengoperasikan pabrik mulai 2026. Model-model andalan mereka bakal berstatus Completely Knocked Down (CKD) dan dirakit di fasilitas yang bertempat di Subang itu.
Tenggat waktunya semakin dekat, dan BYD dikejar target Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen buat model-model rakitan lokal.

“Dari kondisi di atas kemungkinan kalau jadi dirakit di Indonesia di 2025 bisa jadi dalam bentuk simple CKD dan tidak ada part-part yang dilokalkan,” kata Rachmat.
Apabila kondisi itu terjadi, maka Rachmat menegaskan industri komponen tetap tidak akan mendapatkan keuntungan sesuai harapan meskipun insentif impor mobil listrik telah diberhentikan.
Sebagai informasi, BYD berencana melakukan perakitan lokal seluruh model yang ditawarkan mulai dari Dolphin, Atto 3, Seal, Atto 1, Sealion 7 sampai Multi Purpose Vehicle (MPV) mewah Denza D9.

Saat ini, pihak BYD mengatakan harga on the road yang ditetapkan buat seluruh model itu bakal sama setelah dirakit lokal.
BYD dan merek penerima subsidi impor lain seperti Aion dan Citroen diwajibkan merakit mobil listrik sesuai jumlah yang diimpor ke Indonesia.
Apabila tidak terpenuhi, maka ada bank guarantee alias denda ganti rugi insentif yang harus dibayarkan.