Dugaan Adanya Penggerakan Pelajar dalam Demonstrasi Berujung Ricuh, KPAI Melakukan Pendalaman

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan pendalaman terkait dugaan penggerakan pelajar dalam demonstrasi yang berujung ricuh pada 28-31 Agustus. Demikian disampaikan anggota KPAI Diyah Puspitarini dalam konferensi pers bersama Komnas HAM di Jakarta, Selasa (2/9).
Penggerakan pelajar diduga melalui pesan broadcast melalui WhatsApp (WA) oleh para alumni. Itu berdasarkan analisis KPAI.
"Kami dari KPAI tidak hanya menerima pengaduan, tetapi juga mencoba menganalisis ada fenomena apa dalam aksi ini, sehingga di semua daerah, merata pelajar dilibatkan. Yang kami khawatirkan adalah mereka (oknum yang diduga menggerakkan pelajar) menjadikan pelajar sebagai tameng dan juga mengarah pada provokasi," katanya dikutip dari Antara.
"Ada yang berbeda di aksi hari ini dengan aksi tolak putusan MK setahun yang lalu. Ketika aksi tolak putusan MK, itu kami menganalisis pengerahan massa memang agak organik untuk anak-anak ini karena mereka melalui game online salah satunya. Kemudian kalau dalam aksi hari ini, mereka mendapatkan broadcast atau WhatsApp, dan yang lebih memprihatinkan karena rata-rata mereka mendapatkan informasi dari alumni," ujar dia.
KPAI juga menjelaskan bahwa sampai hari ini terdapat tujuh anak yang ditahan di Polres Jakarta Utara (Jakut), yang proses pendampingannya masih sulit dilakukan. Ketujuh anak tersebut hingga kini belum dikembalikan ke orang tua masing-masing.
"Untuk di tanggal 25 ada 150 anak di Polda Metro Jaya, kemudian ada 37 anak yang berada di Polres Jakarta Barat, Polres Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Jakarta Pusat. Kemudian di tanggal 28 Agustus ada 200 anak yang berada di Polda Metro Jaya dan 55 orang anak yang berada di Polres Jakarta Timur dan Jakarta Selatan," paparnya.
Adapun pada 30 Agustus ada sekitar 15 orang anak ditahan di Polres Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Sedangkan di luar Jakarta, mulai dari DI Yogyakarta, terdapat 15 anak yang masih ditahan di kepolisian, kemudian di Semarang terdapat 17 anak, dan 13 anak di Kebumen, Jawa Tengah.
"Lalu di Pekalongan ada 21 orang anak, kemudian di Wonogiri ada tujuh orang anak, kemudian di Balikpapan, ada sembilan orang anak, di Nusa Tenggara Barat ada lima orang anak, di Solo ada 15 orang anak, Kediri tiga orang anak, Surabaya, delapan orang anak, serta di Bandung ada 11 orang anak," tuturnya.
Diyah menegaskan hal tersebut menjadi catatan besar bagi KPAI, termasuk perhatian pada anak-anak yang masih dirawat di rumah sakit. KPAI juga menyoroti tindakan represif dari aparat tenaga hukum terhadap anak-anak.
"Terutama anak-anak yang sekarang masih berada di kepolisian. Mereka ada yang, mohon maaf, diperlakukan dengan tidak manusiawi, yang melanggar undang-undang sistem peradilan pidana anak," ucap Diyah. (*)