Rahasia Militer Houthi: Rudal Lama, Drone Rakitan, dan Bantuan Iran

Konflik yang melibatkan kelompok Houthi di Yaman semakin menyedot perhatian dunia internasional. Serangan rudal dan drone yang mereka lancarkan, baik ke Israel maupun ke kawasan Teluk, menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana kelompok ini bisa memiliki persenjataan canggih padahal berada di wilayah yang dilanda perang dan blokade?
Jawabannya tidak sederhana. Ada banyak jalur dan sumber yang membuat Houthi tetap memiliki kemampuan tempur, bahkan semakin berkembang. Mulai dari bantuan luar negeri, produksi lokal, hingga jaringan penyelundupan internasional, semua berperan dalam menopang kekuatan mereka.
Dukungan Utama dari Iran
Faktor pertama yang paling menonjol adalah dukungan dari Iran. Negara ini disebut sebagai pemasok terbesar senjata dan teknologi militer bagi Houthi. Bentuk bantuan itu tidak main-main. Iran memberikan akses pada teknologi rudal balistik jarak menengah, drone kamikaze seperti Shahed-136, hingga sistem navigasi modern yang biasanya hanya dimiliki oleh militer reguler.
Pengiriman senjata dari Iran ke Yaman tentu tidak bisa dilakukan secara terbuka. Jalur penyelundupan menjadi pilihan utama. Kapal-kapal kecil beroperasi di Laut Arab dan Laut Merah untuk membawa persenjataan, sementara jalur darat melalui Oman dipakai untuk mengirim komponen dalam jumlah terbatas.
Laporan intelijen PBB bahkan berulang kali menegaskan bahwa rudal balistik yang dimiliki Houthi bukanlah hasil produksi murni mereka, melainkan modifikasi dari rudal buatan Iran, seperti Qiam dan Zolfaghar. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa ada alur logistik militer yang rapi antara Teheran dan Sanaa.
Produksi Senjata di Dalam Negeri
Selain mengandalkan dukungan eksternal, Houthi juga mengembangkan kemampuan produksi lokal. Mereka memiliki bengkel perakitan di beberapa wilayah, termasuk Sanaa dan Sa’dah.
Meski sebagian besar komponen vital tetap didatangkan dari luar negeri, perakitan dilakukan di Yaman. Cara ini memberi mereka keuntungan besar karena tidak harus selalu menunggu pasokan penuh dari luar.
Hasilnya, berbagai jenis senjata bisa diproduksi secara mandiri, mulai dari drone rakitan sederhana, roket jarak pendek, hingga rudal yang diambil dari persediaan lama militer Yaman sebelum perang sipil pecah. Perakitan lokal ini menjadikan Houthi tetap punya amunisi, bahkan ketika jalur suplai dari luar negeri terganggu.
Drone Kamikaze sebagai Senjata Efektif
Salah satu senjata yang paling sering digunakan Houthi adalah drone kamikaze. Alat ini dipandang efektif karena murah, mudah dirakit, namun bisa menimbulkan kerusakan besar. Drone jenis ini telah digunakan dalam berbagai serangan, termasuk ke fasilitas minyak di Arab Saudi, UEA, dan belakangan juga ke arah Israel.
Desain drone Houthi memang mirip dengan Shahed buatan Iran, tetapi dalam praktiknya banyak unit diproduksi secara lokal dengan material ringan seperti bahan komposit. Produksi massal dilakukan karena biaya relatif rendah, sehingga meskipun banyak yang ditembak jatuh, stok mereka masih tetap melimpah.
Kekuatan drone kamikaze ini terletak pada kemampuannya menembus sistem pertahanan lawan. Walau tidak selalu berhasil mencapai target utama, jumlah yang diluncurkan sering kali membuat sistem pertahanan udara kewalahan.
Rudal Balistik dan Jelajah
Selain drone, rudal balistik juga menjadi senjata andalan. Banyak rudal yang kini ditembakkan ke Israel sejatinya berasal dari stok lama militer Yaman pada era Presiden Ali Abdullah Saleh. Stok tersebut kemudian dimodifikasi agar jarak jangkau dan ketepatannya meningkat.
Bantuan teknis dari Iran lagi-lagi memainkan peran penting. Rudal Scud buatan Soviet yang dulunya hanya bisa menjangkau target dalam radius terbatas kini di-upgrade sehingga dapat mencapai wilayah yang lebih jauh, termasuk Tel Aviv.
Tidak hanya itu, jaringan penyelundupan internasional juga memasok komponen vital, seperti sistem pemandu canggih, giroskop, dan perangkat elektronik lain. Perangkat-perangkat ini memungkinkan rudal jelajah buatan Houthi memiliki akurasi yang lebih baik.
Jalur Logistik yang Rumit
Untuk menjaga aliran senjata, Houthi memanfaatkan berbagai jalur logistik. Laut Merah dan Teluk Aden menjadi rute utama bagi kapal-kapal selundupan yang membawa barang dari Iran. Jalur laut ini dikenal penuh risiko karena patroli internasional kerap beroperasi di kawasan tersebut, namun tetap saja berhasil dilalui dengan berbagai cara penyamaran.
Selain laut, jalur darat melalui Oman juga sering digunakan. Rute ini lebih sulit dideteksi karena barang-barang yang dibawa biasanya berukuran kecil, seperti komponen elektronik atau bahan peledak.
Di luar itu, jaringan pasar gelap internasional turut menyediakan suku cadang, giroskop, GPS, hingga bahan kimia eksplosif. Dengan menggabungkan jalur-jalur tersebut, Houthi mampu mempertahankan suplai senjata meski menghadapi blokade dan pengawasan ketat.
Kombinasi Dukungan dan Kemandirian
Kemampuan Houthi melancarkan serangan ke Israel bukanlah sesuatu yang muncul tiba-tiba. Ada kombinasi faktor yang membuat mereka tetap eksis sebagai kekuatan militer:
Dukungan teknologi dan suplai dari Iran.
Pemanfaatan stok lama rudal militer Yaman.
Produksi dan perakitan senjata di dalam negeri.
Jalur penyelundupan yang terorganisir melalui laut, darat, dan pasar gelap internasional.
Kombinasi inilah yang menjelaskan mengapa kelompok bersenjata dari negara yang sedang porak-poranda oleh perang justru bisa meluncurkan rudal balistik dan drone ke wilayah sejauh Israel.
Dengan situasi yang terus memanas di Timur Tengah, rantai suplai senjata Houthi akan tetap menjadi isu penting, bukan hanya bagi Israel, tetapi juga bagi negara-negara di kawasan Teluk dan komunitas internasional. Pertanyaannya kini, sampai kapan kelompok ini bisa terus mempertahankan kekuatan militernya di tengah tekanan global yang semakin besar?