Jurnalis Valerie Zink Curhat Mundur dari Reuters, Tuding Medianya Propagandis Israel

Seorang jurnalis foto asal Kanada memutuskan untuk mengakhiri pekerjaannya sebagai kontributor Reuters. Ia menuduh kantor berita media itu sebagai media propaganda Israel dan menutupi kekejaman Israel terhadap para jurnalis di Gaza.
Valerie Zink, yang bekerja stringer untuk kantor berita Reuters selama delapan tahun, mengumumkan pengunduran dirinya di media sosial, membagikan foto kartu persnya yang terpotong dua.
"Saat ini, saya tidak bisa membayangkan mengenakan kartu pers ini selain dengan rasa malu dan duka yang mendalam," tulis Zink di Facebook dilansir NDTV, Kamis, 28 Agustus 2025.
Ia mengatakan bahwa kantor berita tersebut terlibat dalam "pengkhianatan terhadap jurnalis" melalui liputannya tentang perang Israel di Gaza.

Warga menaruh bunga mawar di atas sejumlah foto jurnalis peliput konflik Israel-Hamas di Gaza, Palestina pada aksi damai di Solo, Jawa Tengah, Minggu (17/12/2023).
"Menjadi mustahil bagi saya untuk mempertahankan hubungan dengan Reuters mengingat perannya dalam membenarkan dan memungkinkan pembunuhan sistematis terhadap 245 jurnalis di Gaza. Saya berutang budi kepada rekan-rekan saya di Palestina setidaknya sebanyak ini, dan jauh lebih banyak lagi," tulis Zink.
Mengutip laporan Reuters tentang pembunuhan jurnalis Al Jazeera Anas Al-Sharif awal bulan ini, ia menuduh kantor berita tersebut mengulangi klaim tak berdasar Israel bahwa Anas Al-Sharif berafiliasi dengan Hamas.
"Salah satu dari sekian banyak kebohongan yang dengan patuh diulang-ulang dan dijunjung tinggi oleh media seperti Reuters," ujarnya "Kesediaan Reuters untuk mengabadikan propaganda Israel tidak menghindarkan para reporternya sendiri dari genosida Israel,"
Anas Al-Sharif, adalah seorang pemenang Hadiah Pulitzer untuk karyanya yang diterbitkan oleh Reuters. Anas sebelum tewas – sempat memohon perlindungan kepada media internasional setelah diancam secara terbuka oleh militer Israel menyusul laporan yang ia buat tentang kelaparan yang semakin meningkat di Gaza.
"Fakta bahwa karya Anas Al-Sharif memenangkan Hadiah Pulitzer untuk Reuters tidak mendorong mereka (Reuters) untuk membelanya ketika pasukan pendudukan Israel memasukkannya ke dalam 'daftar incaran' jurnalis yang dituduh sebagai militan Hamas dan Jihad Islam," ungkap Zink
"Hal itu juga tidak mendorong mereka untuk melaporkan kematiannya secara jujur ketika ia diburu dan dibunuh beberapa minggu kemudian," sambungnya
Zink juga merujuk pada serangan hari Senin di Rumah Sakit Nasser di Gaza, di mana lima jurnalis lainnya, termasuk juru kamera Reuters, Hossam Al-Masri, tewas. Ia menggambarkannya sebagai serangan "double tap" terhadap target sipil.
"Di mana Israel mengebom target sipil seperti sekolah atau rumah sakit; menunggu kedatangan petugas medis, tim penyelamat, dan jurnalis; lalu menyerang lagi," kata Zink
Mengutip jurnalis Jeremy Scahill, Zink berpendapat bahwa media-media besar Barat – dari New York Times hingga Washington Post, dari AP hingga Reuters – telah menjadi jalur propaganda Israel, yang menyucikan kejahatan perang dan merendahkan martabat korban Palestina, serta mengabaikan rekan-rekan mereka dan komitmen mereka terhadap pelaporan yang benar dan etis.
"Dengan mengulang-ulang rekayasa genosida Israel tanpa memastikan kredibilitasnya," tulisnya,
"Media Barat telah memungkinkan pembunuhan lebih banyak jurnalis dalam dua tahun di sebidang tanah sempit dibandingkan gabungan jumlah jurnalis selama Perang Dunia I, Perang Dunia II, Korea, Vietnam, Afghanistan, Yugoslavia, dan Ukraina."
Sejak Oktober 2023, 246 jurnalis telah tewas akibat serangan Israel di Gaza, menurut kelompok media lokal.
Hampir 63.000 warga Palestina telah tewas selama hampir dua tahun, akibat pemboman Israel yang terus-menerus yang membuat jalur sempit itu hancur. Gaza juga menghadapi "kelaparan buatan manusia" dan pengungsian massal setelah hampir dua tahun serangan tanpa henti.