Demo Besar di Kantor Microsoft, Kontrak dengan Israel Picu Amarah Dunia

Kantor Microsoft, Aksi Protes Microsoft: Apa yang Terjadi?, Siapa Kelompok “No Azure for Apartheid”?, Teknologi Microsoft dan Tuduhan Genosida, Google Pernah Alami Hal Sama, Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Kantor Microsoft

Gelombang protes terhadap raksasa teknologi dunia kembali mengemuka, kali ini menargetkan Microsoft.

Kantor pusat perusahaan yang berlokasi di Redmond, Amerika Serikat, diserbu oleh sekelompok aktivis yang menentang kontrak kerja sama Microsoft dengan Israel.

Aksi ini menjadi sorotan internasional karena dilakukan secara langsung di ruang kerja Presiden Microsoft, Brad Smith, dan disiarkan ke publik secara daring.

Menurut laporan TechCrunch pada Selasa (26/8), aksi ini terjadi sehari sebelumnya, Senin (25/8), oleh kelompok yang menamakan diri “No Azure for Apartheid”.

Mereka bukan hanya melakukan unjuk rasa di luar gedung, tetapi juga menerobos masuk ke Gedung 34, lokasi kantor Brad Smith.

Di sana, para demonstran menggelar aksi duduk, mengibarkan spanduk, dan menuliskan pesan protes di ruang kerja eksekutif tertinggi Microsoft.

Dalam siaran langsung di Twitch, terdengar teriakan keras seperti “Brad Smith, kau tidak bisa bersembunyi, kau mendukung genosida!”. Mereka bahkan mengunggah tiruan surat panggilan pengadilan yang menuduh Smith terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan.

Langkah berani ini menjadi puncak dari rangkaian protes yang sudah berlangsung berbulan-bulan terkait keterlibatan Microsoft dalam menyediakan layanan komputasi awan untuk Israel.

Isu ini semakin memanas setelah investigasi The Guardian mengungkap bahwa layanan Microsoft digunakan untuk menyimpan data panggilan telepon harian warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat.

Aksi Protes Microsoft: Apa yang Terjadi?

  • Penyusupan ke Ruang Brad Smith

    Demonstran dari kelompok “No Azure for Apartheid” berhasil masuk ke Gedung 34, tempat kantor Brad Smith, dan menggelar aksi duduk. Mereka mengibarkan spanduk besar, menuliskan pesan protes, dan menyiarkan momen tersebut secara live di Twitch.

  • Teriakan Tudingan Dukung Genosida

    Salah satu yel-yel yang viral adalah “Brad Smith, kau tidak bisa bersembunyi, kau mendukung genosida”, yang menuding keterlibatan Microsoft dalam mendukung agresi Israel.

  • Tuntutan Aktivis

    Mereka mendesak Microsoft mengakhiri semua kontrak terkait teknologi cloud yang diberikan kepada Israel, yang dinilai memperkuat infrastruktur militer negara tersebut.

Siapa Kelompok “No Azure for Apartheid”?

Kelompok ini terdiri dari aktivis, mantan karyawan, dan pegawai Microsoft yang masih aktif bekerja. Nama mereka merujuk pada Azure, layanan komputasi awan milik Microsoft, yang menurut mereka digunakan untuk menopang sistem apartheid dan kejahatan perang Israel terhadap rakyat Palestina.

Teknologi Microsoft dan Tuduhan Genosida

Isu ini tidak bisa dilepaskan dari peran teknologi dalam perang modern. Cloud computing dan kecerdasan buatan kini menjadi bagian penting dalam operasi militer. Investigasi terbaru menyoroti keterlibatan Microsoft dalam pengelolaan data sensitif milik warga Palestina.

  • Hasil Investigasi The Guardian

    Laporan tersebut mengungkap bahwa jutaan data panggilan telepon harian warga Gaza dan Tepi Barat disimpan di server berbasis Microsoft. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa data ini dimanfaatkan untuk operasi militer yang berujung pada pelanggaran HAM.

  • Microsoft Belum Beri Klarifikasi Detail

    Hingga kini, Microsoft belum mengeluarkan pernyataan resmi yang menjelaskan sejauh mana keterlibatan mereka dalam proyek ini. Namun, tekanan publik terus meningkat seiring viralnya aksi protes.

Google Pernah Alami Hal Sama

Aksi protes terhadap Big Tech terkait Israel bukan hal baru. Sebelumnya, Google juga menghadapi demonstrasi karyawan yang menentang Project Nimbus, kontrak senilai 1,2 miliar dolar AS yang melibatkan Google dan Amazon untuk menyediakan komputasi awan dan kecerdasan buatan bagi pemerintah serta militer Israel.

  • Aksi Duduki Kantor Google

    Pada April 2024, sembilan karyawan Google menduduki ruang kerja CEO Google Cloud, Thomas Kurian, selama sembilan jam di kantor New York dan California. Mereka mengenakan kaus bertuliskan “Googler melawan genosida” dan menulis tuntutan di papan tulis.

  • Pemecatan Massal Aktivis

    Sebanyak 28 karyawan yang ikut protes dipecat tiga hari kemudian. Kejadian ini justru memicu gelombang solidaritas di media sosial dan meningkatkan tekanan publik terhadap Google.

Ada tiga faktor utama yang membuat isu ini terus menjadi sorotan global:

  • Peran Big Tech dalam Konflik

    Kolaborasi perusahaan teknologi dengan pemerintah atau militer bisa memperkuat infrastruktur perang, sehingga menimbulkan pertanyaan etis.

  • Hak Asasi Manusia

    Dengan tuduhan genosida terhadap Israel, keterlibatan Microsoft dan Google menimbulkan pertanyaan tentang komitmen perusahaan teknologi terhadap HAM.

  • Tekanan Publik Global

    Aksi protes disiarkan langsung melalui platform digital, menciptakan tekanan yang masif dan melibatkan opini publik internasional.

Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?

Kelompok “No Azure for Apartheid” menegaskan akan melanjutkan aksi mereka hingga Microsoft menghentikan kontrak dengan Israel. Para pengamat menilai, jika Microsoft tidak segera mengambil langkah transparan, bukan tidak mungkin gelombang protes ini akan meluas, baik secara fisik maupun digital.