'Cash is King', Masih Relevankah Saat ini?

Bitcoin.
Bitcoin.

Inflasi belum benar-benar jinak, suku bunga global bergerak dinamis, dan aset kripto semakin mendapatkan tempat sebagai alternatif investasi.

Dalam situasi ini, istilah lama “Cash is King” kembali ramai dibicarakan. Banyak orang mulai bertanya-tanya, apakah memegang cash benar-benar solusi terbaik, atau justru membuat mereka ketinggalan peluang besar di aset lain?

Sebelum kamu mengambil keputusan keuangan, penting untuk memahami dulu apa arti sebenarnya Cash is King dan bagaimana relevansinya di era modern yang penuh inovasi finansial ini.

Cash is King adalah ungkapan klasik yang menekankan betapa pentingnya memiliki likuiditas.

Istilah ini mulai dikenal luas sejak krisis 1980-an, lalu semakin populer ketika resesi 2008 melanda dunia.

19 juga menghidupkan kembali istilah ini, ketika banyak perusahaan dan individu kesulitan memenuhi kebutuhan karena keterbatasan arus kas.

Bahkan, pada krisis perbankan 2023, investor global kembali menekankan pentingnya memegang cash untuk bertahan hidup.

Dari sejarah ini kita bisa melihat pola yang konsisten: setiap kali terjadi krisis, cash selalu dianggap sebagai penyelamat.

Pertanyaannya, apakah pemahaman ini sama untuk semua orang? Seperti dikutip dari situs Indodax, Senin, 25 Agustus 2025, bagi masyarakat umum, cash adalah jaminan rasa aman.

Punya dana tunai berarti bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menghadapi keadaan darurat tanpa harus berutang.

Sementara bagi pebisnis, cash adalah oksigen yang membuat perusahaan tetap hidup.

Tanpa kas yang cukup, sebuah bisnis bisa tumbang meskipun terlihat menjanjikan.

Sebaliknya, perusahaan dengan cadangan kas besar bisa melakukan ekspansi, membeli kompetitor, atau sekadar bertahan di masa resesi.

Untuk investor, cash adalah amunisi. Banyak investor kawakan justru memilih menunggu dengan cash ketika pasar terlalu mahal, lalu menyerang ketika harga jatuh, mirip strategi dalam membaca peluang investasi di pasar aset kripto.

Strategi ini terbukti efektif saat market crash, di mana mereka bisa membeli aset berkualitas dengan harga diskon.

Perusahaan besar pun memberikan bukti nyata. Apple, Microsoft, dan Google tercatat menyimpan kas ratusan miliar dollar AS hingga 2025.

Dengan kas sebesar itu, mereka bisa berinvestasi pada riset, melakukan akuisisi, atau menghadapi tekanan ekonomi tanpa kesulitan.

Dari berbagai sudut pandang tadi, jelas cash punya posisi istimewa. Namun, hanya mengandalkan cash saja tidak cukup.

Inilah sebabnya muncul istilah baru yang sering disebut sebagai pasangannya: Cash Flow is Queen.

Kalau cash dianggap raja, maka cash flow adalah ratunya. Punya uang tunai memang penting, tapi tanpa arus kas yang stabil, uang itu bisa cepat habis.

Bagi individu, cash flow berarti gaji, pendapatan bisnis, atau hasil investasi pasif yang terus mengalir.

Sedangkan bagi perusahaan, cash flow yang sehat berarti ada pemasukan rutin dari penjualan, kontrak jangka panjang, atau layanan berlangganan.

Contoh nyata bisa dilihat pada perusahaan teknologi di 2025 yang mampu bertahan meski market bergejolak, justru karena mereka memiliki cash flow stabil dari model bisnis subscription.

Inilah bukti bahwa cash hanya bisa bertahan lama jika didukung oleh arus kas yang kuat.

Kelebihan dan Kekurangan Cash is King

Salah satu keunggulan utama dari memegang cash adalah likuiditas. Kamu bisa dengan cepat menggunakan uang tunai untuk kebutuhan mendesak atau peluang investasi yang tiba-tiba muncul.

Cash juga relatif aman dibanding aset berisiko tinggi karena nilainya stabil dalam jangka pendek.

Namun, kelemahan cash juga tidak bisa diabaikan. Inflasi terus menggerus daya belinya.

Data 2025 menunjukkan inflasi global masih menjadi ancaman, bahkan di Indonesia suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) kerap disesuaikan untuk menahan tekanan harga.

Artinya, jika kamu hanya menyimpan cash terlalu lama, nilai riil kekayaanmu akan terus menurun.

Selain itu, cash tidak menghasilkan return yang signifikan, sehingga ada risiko kehilangan kesempatan ketika aset lain justru naik nilainya.

Cash vs Aset Kripto di Era Inflasi

Cash tetap unggul dalam hal keamanan jangka pendek. Saat inflasi melonjak atau pasar bergejolak, cash bisa jadi bantalan aman. Namun, inflasi membuat nilainya berkurang dari waktu ke waktu.

Sebaliknya, aset kripto menawarkan peluang yang berbeda. Bitcoin sering dijuluki emas digital karena sifatnya yang terbatas, sementara stablecoin semakin banyak dipakai untuk transaksi dan penyimpanan nilai, mirip perannya sebagai aset safe haven di era digital.

Meski volatilitas aset kripto tinggi, banyak investor kini melihatnya sebagai pelengkap, bukan pengganti cash.

Kamu bisa lihat tren terbaru: semakin banyak orang mengkombinasikan cash untuk kebutuhan darurat, lalu mengalokasikan sebagian ke aset kripto sebagai diversifikasi.

Dengan cara ini, mereka tetap punya likuiditas sekaligus peluang pertumbuhan dari aset kripto.