Top 7+ Kebiasaan Orang Bali yang Bikin Turis Kagum, Pantesan...

Pulau Bali bukan hanya memikat wisatawan dengan keindahan alamnya yang eksotis, seperti pantai berpasir putih, sawah hijau, dan pura yang megah. Lebih dari itu, daya tarik Bali terletak pada kebiasaan masyarakatnya yang kental dengan nilai budaya, keramahan, dan keunikan tradisi yang sulit ditemukan di tempat lain.
Kebiasaan-kebiasaan ini menciptakan pengalaman wisata yang tak hanya memanjakan mata, tetapi juga menyentuh hati, membuat turis domestik maupun mancanegara betah berlama-lama.
Berikut adalah tujuh kebiasaan masyarakat Bali yang berhasil memukau wisatawan, menjadikan pulau ini sebagai destinasi yang tak pernah membosankan.
1. Keramahan yang Hangat dan Tulus
Masyarakat Bali dikenal dengan sifat ramah dan terbuka terhadap pendatang. Sikap ini bukan sekadar formalitas, melainkan bagian dari budaya yang menganggap tamu sebagai "raja".
Senyuman tulus dan sapaan hangat dari warga lokal sering kali menjadi kesan pertama yang mendalam bagi wisatawan. Menurut Gde Aryantha Soethama, seorang seniman dan sastrawan Bali, masyarakat Bali memiliki kultur "gampang guyub", yang berarti mudah bergaul dan menciptakan suasana akrab. Sikap ini membuat wisatawan merasa diterima, bahkan seperti bagian dari komunitas lokal.
2. Tradisi Sesaji yang Penuh Makna
Salah satu kebiasaan yang paling menarik perhatian wisatawan adalah tradisi menaruh sesaji, yang dikenal sebagai "mesaiban" atau "ngejot". Setiap pagi, setelah memasak, masyarakat Bali menyiapkan sesaji berupa nasi dan lauk yang diletakkan di berbagai titik, seperti depan rumah, dapur, atau tempat suci.
Tradisi ini merupakan wujud syukur kepada Tuhan atas rezeki yang diberikan, sekaligus untuk menjaga harmoni dengan alam dan roh-roh sekitar. Wisatawan sering kali terpesona oleh ritual ini karena mencerminkan keseimbangan spiritual dan kepekaan terhadap lingkungan.
3. Gaya Hidup Santai yang Menenangkan
Masyarakat Bali dikenal dengan gaya hidup yang santai, yang sering dikaitkan dengan kultur petani yang masih kuat. Petani di Bali tidak terikat jam kerja ketat, sehingga mereka memiliki waktu untuk bersantai di sela-sela aktivitas.
Gde Aryantha menjelaskan bahwa sikap santai ini menciptakan suasana damai yang dirasakan oleh wisatawan, terutama mereka yang ingin melarikan diri dari hiruk-pikuk kota besar. Ketenteraman ini menjadi salah satu alasan mengapa Bali sering disebut sebagai tempat untuk "healing".
4. Hidup yang Sarat dengan Seni
Bali sering disebut sebagai pulau seni, dan ini tercermin dari kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Mulai dari tarian tradisional, musik gamelan, hingga kerajinan tangan seperti ukiran dan lukisan, seni adalah bagian tak terpisahkan dari kebudayaan Bali.
Wisatawan dapat dengan mudah menemukan galeri seni atau pertunjukan tari di berbagai sudut pulau, yang menambah kekayaan pengalaman wisata mereka. Kebiasaan hidup dengan seni ini membuat Bali terasa hidup dan penuh warna, memikat hati setiap pengunjung.
5. Kemampuan Berbahasa Inggris secara Otodidak
Sebagai destinasi wisata dunia, Bali sering dikunjungi turis asing, yang mendorong masyarakat lokal untuk belajar bahasa Inggris secara langsung dari interaksi dengan wisatawan. Meskipun terkadang dengan logat sederhana, seperti "Buy me, Sir! Ten thousand, please!", kemampuan ini memudahkan komunikasi dan menciptakan pengalaman yang menyenangkan bagi turis.
Kebiasaan belajar bahasa secara otodidak ini menunjukkan keterbukaan dan adaptabilitas masyarakat Bali terhadap dunia global.
6. Menjaga Tradisi di Tengah Modernisasi
Meski Bali menjadi pusat pariwisata global, masyarakatnya tetap teguh memegang tradisi leluhur, seperti upacara Ngaben, Pawiwahan, atau Mapandes. Tradisi ini tidak hanya menjadi daya tarik wisata, tetapi juga mencerminkan identitas budaya yang kuat.
Wisatawan sering kali kagum dengan bagaimana masyarakat Bali mampu menyeimbangkan modernisasi dengan pelestarian budaya, menjadikan pulau ini unik dan otentik.
7. Peduli terhadap Lingkungan
Masyarakat Bali memiliki kesadaran tinggi terhadap pelestarian alam, yang terlihat dari gerakan seperti kampanye #balitolakreklamasi untuk menolak reklamasi di Teluk Benoa.
Konsep Karma Phala, yang meyakini bahwa apa yang ditanam akan dituai, mendorong mereka untuk menjaga lingkungan sebagai warisan leluhur dan tempat suci.
Sikap ini resonan dengan wisatawan yang menghargai kebersihan dan kelestarian alam, menambah daya tarik Bali sebagai destinasi wisata berkelanjutan.