ChatGPT Dituntut karena "Asbun", Tuding Pria Tak Bersalah Pembunuh

OpenAI kembali menghadapi gugatan hukum terkait informasi keliru yang dihasilkan chatbot berbasis AI-nya, yakni ChatGPT. Gugatan ini dilayangkan oleh kelompok advokasi asal Austria, bernama Noyb (None of Your Business).

Noyb, yang dikenal vokal dalam isu perlindungan data, mengajukan pengaduan keduanya terhadap OpenAI atas tuduhan yang disebut sebagai "halusinasi" atau kesalahan faktual.

Kasus ini bermula saat pria tersebut menanyakan informasi tentang dirinya kepada ChatGPT. Alih-alih memberikan jawaban yang netral atau menyatakan tidak mengetahui, chatbot itu justru menyampaikan tuduhan serius yang tidak berdasar.

Dalam responsnya, ChatGPT menyebut bahwa pria tersebut dijatuhi hukuman 21 tahun penjara atas pembunuhan dua anak dan percobaan pembunuhan anak ketiga. 

Padahal, pria tersebut sama sekali tidak pernah terlibat dalam kejahatan apa pun. Tuduhan yang disampaikan ChatGPT sepenuhnya keliru dan tidak memiliki fakta berdasar.

Situasi pun menjadi semakin rumit karena informasi palsu itu turut disertai sejumlah data pribadi yang justru benar. Dalam hal ini, ChatGPT menyebut jumlah anak, jenis kelamin anak-anaknya, hingga kota tempat tinggal pria tersebut secara akurat.

Kemunculan informasi palsu tersebut membuat ChatGPT dinilai “asbun” alias asal bunyi dalam menyampaikan informasi. Sebab, kesalahan semacam ini berpotensi merusak reputasi seseorang secara serius.

Melanggar perlindungan data

Sebagaimana dirangkum KompasTekno dari engadget, Senin (7/4/2025), Noyb menilai OpenAI telah melanggar aturan Uni Eropa terkait perlindungan data, yakni General Data Protection Regulation (GDPR).

"GDPR jelas. Data pribadi harus akurat. Jika tidak, pengguna berhak mengubahnya agar sesuai kenyataan," kata pengacara perlindungan data Noyb, Joakim Söderberg.

"Anda tidak bisa begitu saja menyebarkan informasi palsu dan menambahkan pernyataan kecil yang mengatakan semuanya mungkin tidak benar," tambah Söderberg.

Bunyi pernyataan ini mengartikan bahwa ChatGPT tidak selalu menghasilkan informasi yang akurat, dan pengguna perlu melakukan verifikasi silang atas jawaban yang diberikan.

Sebelumnya, pada April 2024, Noyb juga pernah mengajukan pengaduan serupa kepada OpenAI. Saat itu, keluhan yang dilayangkan menyangkut kesalahan tanggal lahir seorang tokoh publik.

Meski bukan kasus berat, OpenAI tetap menolak memperbarui atau menghapus data yang keliru dengan alasan bahwa informasi dalam model tidak dapat diubah secara langsung.

Bukan kasus pertama

Kasus pria asal Norwegia ini menjadi yang paling serius karena menyangkut tuduhan kriminal berat. Namun, ini bukan satu-satunya contoh "asbun" chatGPT yang berujung fatal.

Ada pula kasus seorang profesor hukum yang difitnah melakukan pelecehan seksual, serta individu lain yang dituduh terlibat dalam penipuan dan penggelapan.

Deretan kasus ini menunjukkan bahwa kekeliruan informasi pada AI generatif bukanlah hal sepele. Apalagi ketika informasi yang ditampilkan menyangkut reputasi dan data pribadi seseorang.

Jika gugatan Noyb diterima, OpenAI bisa terancam sanksi atas pelanggaran GDPR di Uni Eropa. Regulasi ini bertujuan melindungi hak privasi individu, khususnya dalam pengelolaan dan pemrosesan data pribadi oleh sistem digital.

Adapun data yang dimaksud mencakup informasi yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mengidentifikasi seseorang, seperti nama, alamat, atau identitas online.