Saham-saham Perusahaan Teknologi dan Game Berjatuhan Jelang Pemberlakuan Tarif Trump

Amerika Serikat, Apple, Microsoft, Tesla, apple, sony, nintendo, microsoft, Kebijakan tarif Trump, Tarif Baru Trump, saham perusahaan anjlok, Saham-saham Perusahaan Teknologi dan Game Berjatuhan Jelang Pemberlakuan Tarif Trump

Saham sejumlah perusahaan teknologi dan game global terpantau anjlok menjelang diberlakukannya tarif baru yang digagas Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Menurut laporan CNBC, saham Apple, Microsoft, dan Tesla kompak melemah pada akhir perdagangan hari Senin (7/4/2025) waktu setempat. Di antara ketiganya, Apple mencatat penurunan paling besar, yakni nyaris 4 persen dalam satu hari.

Selain itu, saham perusahaan teknologi lainnya juga terpantau melemah. Saham Oracle turun sekitar 1 persen, sementara Palantir Technologies sempat anjlok hampir 11 persen sebelum akhirnya ditutup menguat 5 persen pada akhir sesi perdagangan.

Di sisi lain, saham perusahaan semikonduktor seperti AMD dan Intel juga mengalami tekanan. AMD tercatat turun 2,5 persen, sementara Intel melemah 1,4 persen.

Penurunan ini mencerminkan kekhawatiran investor bahwa kebijakan tarif baru dapat menurunkan permintaan. Sebab, harga perangkat elektronik dan komponen pendukungnya diperkirakan akan mengalami kenaikan.

Saham perusahaan teknologi besar lainnya seperti Alphabet, Amazon, Meta, dan Nvidia sempat berada di zona merah, namun akhirnya berhasil menguat menjelang penutupan perdagangan.

Penguatan ini sempat didorong oleh spekulasi bahwa kebijakan tarif baru akan ditunda. Namun, spekulasi itu langsung dibantah oleh pihak Gedung Putih (Pemerintah AS), sehingga pasar kembali diliputi ketidakpastian.

Sebagaimana dihimpun KompasTekno dari laporan CNBC, Selasa (8/4/2025), penurunan saham dari sejumlah raksasa teknologi mencerminkan tekanan besar yang tengah dihadapi sektor ini. 

Pasalnya, dalam dua hari perdagangan terakhir, nilai gabungan saham dari kelompok "Magnificent Seven" merosot lebih dari 1,8 triliun dolar AS (sekitar Rp 28.800 kuadriliun, dengan asumsi kurs Rp 16.000 per dolar AS).

Indeks Nasdaq Composite, yang berisi banyak saham teknologi, juga mencatatkan minggu terburuk sejak awal pandemi Covid-19. Kondisi ini memperkuat sinyal bahwa pasar saham sedang memasuki fase bearish atau tren penurunan berkepanjangan.

Menanggapi kritik terhadap kebijakan tarifnya, Trump disebut masih tetap bersikukuh bahwa langkah tersebut diperlukan. Ia menganalogikan kebijakan tersebut seperti obat pahit yang harus diminum demi kesembuhan

“Kadang kita harus minum obat untuk menyembuhkan sesuatu,” kata Trump kepada wartawan saat diwawancarai di pesawat kepresidenan, Air Force One, minggu malam.

Harga barang terancam naik

Kebijakan tarif ini menuai protes dari kalangan pelaku industri. CEO JPMorgan Chase, Jamie Dimon, menilai tarif baru ini akan membuat harga barang lokal dan impor naik, serta memperburuk ekonomi AS yang sedang melambat.

Sementara itu, kelompok dagang memperingatkan bahwa tarif tersebut juga akan berdampak langsung pada harga barang konsumsi. Kenaikan tarif dinilai akan membebani rantai pasok dan meningkatkan biaya produksi.

Produk-produk seperti bahan makanan di toko kelontong dan perangkat elektronik, termasuk komputer pribadi, diperkirakan akan mengalami kenaikan harga dalam waktu dekat. Hal ini dikhawatirkan akan memperburuk daya beli masyarakat.

Saham perusahaan game ikut tertekan

Dampak kebijakan tarif Trump tidak hanya terasa di Amerika Serikat, tetapi juga mengguncang bursa saham Asia, khususnya sektor game dan teknologi di Jepang.

Melansir laporan IGN Southeast Asia, indeks saham Nikkei 225 di Jepang ditutup anjlok 7,8 persen. Saham-saham perusahaan game besar seperti Nintendo, Sony, Capcom, dan Sega pun ikut merosot tajam.

CEO Kantan Games, Dr. Serkan Toto, mencatat bahwa saham Nintendo turun 7,35 persen, Sony anjlok 10,16 persen, Capcom melemah 7,13 persen, dan Sega turun 6,57 persen pada pembukaan pasar pagi 7 April.

Penurunan ini terjadi usai pemerintah AS mengumumkan tarif balasan sebesar 24 persen terhadap produk asal Jepang. Kondisi ini membuat pelaku pasar khawatir, termasuk perusahaan-perusahaan game.

Nintendo bahkan menunda pembukaan pre-order konsol terbaru mereka, Switch 2, khusus di wilayah Amerika Serikat. Pra-pemesanan yang semula dijadwalkan dibuka 9 April, kini hanya disediakan untuk negara di luar AS.

Meski begitu, peluncuran global Switch 2 kabarnya tetap akan digelar sesuai rencana, yakni pada 5 Juni 2025. Perusahaan game ini belum mengubah jadwal perilisan meskipun pre-order di AS mengalami penundaan.

Adapun harga konsol Switch 2 dibanderol sebesar 449,99 dolar AS (sekitar Rp 7,6 juta). Sementara itu, paket bundel dengan game Mario Kart World dijual seharga 499,99 dolar AS (sekitar Rp 8,4 juta).

Menurut analis Niko Partners, Daniel Ahmad, tarif mendadak yang diumumkan Presiden AS Donald Trump terhadap negara seperti Vietnam turut memengaruhi strategi produksi Nintendo.

Perusahaan asal Jepang itu diketahui telah memindahkan sebagian produksi konsol Switch 2 ke Vietnam. Langkah ini diambil untuk menghindari tarif impor dari China yang lebih dulu diberlakukan.

Namun, tarif balasan dari AS terhadap Vietnam dan Jepang disebut lebih tinggi dari perkiraan. Ahmad memprediksi hal ini akan berdampak signifikan bagi Nintendo, termasuk kemungkinan penyesuaian harga konsol Switch 2 secara global.

"Tarif balasan terhadap Vietnam dan Jepang ternyata lebih tinggi dari yang diperkirakan, dan jika tarif ini benar-benar diberlakukan, Nintendo akan merasakan dampaknya," ujar Ahmad, dikutip IGN.

Kondisi tersebut memicu kekhawatiran baru di kalangan penggemar dan analis. Mereka khawatir Nintendo akan kembali menaikkan harga Switch 2 dan game lainnya, terutama setelah perusahaan itu menuai kritik atas harga yang diumumkan saat peluncuran.

Sony, sebagai produsen PlayStation, termasuk PS5 Pro yang dijual 700 dolar AS (sekitar Rp 11,8 juta), pun juga diprediksi akan terkena dampak dari kebijakan tarif tersebut.

Dari laporan IGN, pihaknya mengaku telah menghubungi Sony untuk meminta komentar terkait potensi kenaikan harga konsol di wilayah AS, namun belum ada tanggapan.

Ancaman resesi

Sementara itu, JPMorgan menilai peluang terjadinya resesi di Amerika Serikat dan secara global kini mencapai 60 persen, seiring dampak dari kebijakan tarif yang terus meluas.