Menuju Kesiapan Penerapan Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas

Jakarta Urban Mobility Festival, ITDP, Pramono Anung, transportasi publik, Transportasi Publik, kemacetan lalu lintas, Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas, MKLL, Menuju Kesiapan Penerapan Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas

Kemacetan menjadi isu yang terus didiskusikan oleh semua pihak. Isu ini juga menjadi salah satu diskusi menarik pada Jakarta Urban Mobility Festival 2025.

Acara yang digelar oleh Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia ini bekerja sama dengan UK Partnering for Accelerated Climate Transitions (PACT) melalui Kedutaan Besar Inggris Jakarta.

Selain diskusi kebijakan, Jakarta Urban Mobility Festival 2025 yang digelar di Pasaraya Blok M menjadi bagian penting dari upaya penyuluhan publik untuk membangun dukungan terhadap strategi manajemen kebutuhan transportasi (Traffic Demand Management/TDM).

Sebagai salah satu kota termacet di dunia, Jakarta masih sangat bergantung pada kendaraan bermotor pribadi. Hal ini menyebabkan kemacetan harian, produktivitas yang hilang, dan kualitas udara yang memburuk.

Sementara emisi dari sektor transportasi menyumbang 67,3 persen PM2.5 dan 72,4 persen NOx, yang menyebabkan dampak kesehatan serius dan kerugian kesehatan masyarakat sebesar Rp 41 triliun per tahun.

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, mengatakan, saat ini, pembangunan Jakarta berfokus pada beberapa aspek utama, di antaranya adalah bisnis dan ekonomi; lingkungan berkelanjutan; serta infrastruktur dan mobilitas.

"Kami meyakini bahwa pembangunan pada aspek infrastruktur dan mobilitas melalui penyediaan sistem layanan transportasi publik yang terintegrasi dan berkelanjutan, akan menjadi salah satu game changer dalam mewujudkan Jakarta menuju kota global yang berdaya saing,” ujar Pramono, dalam keterangan resmi ITDP, Kamis (24/4/2025).

Jakarta memiliki cakupan layanan transportasi publik yang sangat luas. Berdasarkan data Dinas Perhubungan, pada tahun 2025, Transjakarta sebagai moda transportasi publik berbasis jalan, telah melayani 85,4 persen wilayah Jakarta dan menjangkau 91,6 persen populasi penduduk.

Selain Transjakarta, kehadiran MRT Jakarta dan LRT Jabodebek turut meningkatkan aksesibilitas pergerakan penduduk Jakarta, bahkan komuter yang berasal dari kota-kota di sekitar Jakarta.

“Dalam upaya mengurangi kepadatan kendaraan pribadi di jalan raya dan mendorong penggunaan transportasi publik, Pemprov DKI Jakarta bersinergi dengan para stakeholders untuk meningkatkan aksesibilitas melalui penyediaan moda angkutan umum yang nyaman, aman dan ramah lingkungan,” kata Pramono.

Pemerintah Provinsi Jakarta telah mencatatkan kemajuan yang signifikan, seperti membangun 212 km trotoar, 196,5 km jalur sepeda, dan cakupan transportasi umum sebesar 78,4 persen di seluruh kota.

Mencapai target ini membutuhkan kebijakan manajemen kebutuhan transportasi yang kuat, termasuk penerapan Kawasan Rendah Emisi (Low Emission Zones/LEZ), Jalan Berbayar Elektronik (Electronic Road Pricing/ERP), dan reformasi parkir.

Gonggomtua Sitanggang, Direktur Asia Tenggara ITDP, mengatakan, kebijakan Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas (MKLL) adalah strategi jangka menengah hingga panjang untuk mengatasi kemacetan dan polusi udara dari sektor transportasi, yang memerlukan perencanaan matang dan penerapan bertahap.

"Sambil menyiapkan itu, Pemprov DKI dapat memulai dari hal yang paling berdampak: memperkuat layanan transportasi publik yang inklusif dan terintegrasi, secara kelembagaan, tarif, dan infrastruktur, khususnya bagi kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, lansia, perempuan, dan anak-anak,” kata Gonggomtua.

“Saat ini, push policy di Jakarta sudah ada, yaitu pembatasan lalu lintas kendaraan ganjil genap, tetapi belum optimal. Kehadiran studi dari ITDP diharapkan dapat mendorong implementasi kebijakan MKLL yang lebih kuat, seperti KRE, ERP, dan manajemen parkir untuk mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan bermotor pribadi dan meminimalisasi polusi,” ujarnya.

Manajemen parkir yang tepat akan mengoptimalkan fungsi ruang untuk aktivitas manusia. Zonasi manajemen parkir berpotensi mengalihkan fungsi ruang untuk hunian hingga mencapai 56.000 unit apartemen tipe studio di Jakarta.

Sementara untuk strategi KRE, implementasi kebijakan ini akan mendorong penurunan polusi udara yang memberikan manfaat ekonomi berupa penurunan angka kematian akibat penyakit pernapasan hingga Rp 37,9 miliar secara kumulatif pada 2030.

Selain itu, pada kebijakan ERP, penurunan volume lalu lintas kendaraan bermotor pribadi akan memberikan manfaat ekonomi sebesar Rp 1,1 triliun per tahun, penurunan polusi udara dan penurunan tingkat kecelakaan lalu lintas.

Kebijakan ERP juga memberikan tambahan pendanaan setidaknya mencapai Rp 250 miliar per tahun yang dapat digunakan untuk pengembangan layanan transportasi umum serta infrastruktur pejalan kaki dan pesepeda.

“Harapannya, melalui peningkatan layanan transportasi umum dan penerapan kebijakan MKLL, pemerintah dapat menciptakan ekosistem yang mendorong masyarakat untuk beralih ke transportasi umum,” jelas Gonggomtua.