Dukung Larangan Motor ke Sekolah, Tapi Perlu Transportasi Publik

– Rencana Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk melarang pelajar membawa kendaraan bermotor ke sekolah mendapat dukungan dari para pegiat keselamatan berkendara.
Pendiri dan instruktur keselamatan berkendara dari Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu, mengatakan bahwa kebijakan tersebut tidak dapat berdiri sendiri.

Mulai Maret lalu, siswa bermotor di SMAN 19, Bandung, diizikan masuk gerbang sekolah bila mereka memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) dan memberi tumpangan pada seorang temannya.
“Jangan sampai kebijakan ini justru menyusahkan, terutama bagi anak-anak yang tinggal di wilayah terpencil dan tidak memiliki akses ke transportasi umum. Karena itu, pelarangan ini seharusnya dibarengi dengan penguatan transportasi publik,” ujar Jusri kepada Kompas.com, Senin (5/5/2025).
“Caranya dengan memperpendek jarak berkendara. Misalnya, jarak rumah saya ke kantor 20 kilometer, tapi transportasi publik hanya tersedia 2 kilometer dari rumah. Maka saya membawa motor ke halte terdekat, lalu melanjutkan perjalanan dengan angkutan umum,” jelasnya.
Jusri menambahkan, semakin jauh jarak tempuh seorang anak menggunakan kendaraan bermotor, semakin besar pula risiko kecelakaan yang bisa terjadi. “Jarak 2 kilometer dari rumah ke halte jauh lebih aman daripada harus menempuh 10–20 kilometer langsung ke sekolah dengan motor. Karena semakin panjang dan lama perjalanan, potensi risiko di jalan juga makin tinggi,” ujarnya.