Siswi SMP di Madiun Dikeluarkan Setelah Dua Hari Sekolah, Seragam Sudah Diberi, tapi Tak Terdaftar

Madiun, MPLS, SMPN 2 Dagangan, Jawa Timur, Siswi SMP di Madiun Dikeluarkan Setelah Dua Hari Sekolah, Seragam Sudah Diberi, tapi Tak Terdaftar, Dikeluarkan Setelah Mengikuti KBM, Curhat Viral, Lalu Dihapus demi Mental Anak, Klarifikasi Sekolah: “Sudah Selesai”, Dinas Pendidikan Akui Kesalahan Sekolah, Diterima di SMPN 1 Dagangan, tapi Jarak Jadi Tantangan

Harapan Kartini, seorang ibu dari Dusun Sebakah, Desa Ngranget, Kabupaten Madiun, untuk menyekolahkan anaknya di SMP Negeri 2 Dagangan kandas secara menyakitkan.

Anaknya yang telah mengenakan seragam, mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), bahkan sempat belajar selama dua hari, tiba-tiba dikeluarkan karena dinyatakan tidak terdaftar sebagai siswa baru.

"Saya sudah lengkapi semua persyaratan. Anak saya ikut MPLS, bahkan sudah diberi seragam dan masuk kelas," kata Kartini kepada Kompas.com, Kamis (24/7/2025).

Dikeluarkan Setelah Mengikuti KBM

Kartini bercerita, anaknya sempat mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM) selama dua hari, Senin (21/7/2025) dan Selasa (22/7/2025).

Namun tanpa peringatan, pihak sekolah tiba-tiba mengeluarkannya dari kelas dengan alasan administratif: tidak terdaftar.

“Anak saya dikeluarkan dengan alasan tidak terdaftar. Padahal hari itu dia masih belajar. Bahkan ada siswa baru lain yang masuk ke kelas yang sama, 7A,” kisahnya.

Kartini mengaku tak mendapat penjelasan transparan dari pihak sekolah maupun panitia Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Ia merasa prosedur yang dijalankan tidak adil dan menyisakan luka.

“Kalau dari awal memang tidak diterima, saya bisa terima. Tapi ini anak saya sudah belajar, tiba-tiba disuruh pulang,” ujar Kartini dengan suara getir.

Curhat Viral, Lalu Dihapus demi Mental Anak

Kisah pilu Kartini sempat ia unggah di media sosial dan dengan cepat viral. Namun kemudian, unggahan itu ia hapus atas inisiatif pribadi.

“Saya menghapusnya karena saya harus menjaga mental anak saya,” ujarnya lirih.

Pascapengeluaran mendadak itu, Kartini sempat bingung harus menyekolahkan anaknya ke mana, mengingat SMP Negeri 2 Dagangan adalah sekolah terdekat dari rumahnya.

Namun akhirnya, sang anak diterima di SMP Negeri 1 Dagangan, meski jaraknya lebih jauh.

“Saya tidak mau menunda sekolah anak saya lagi dan harus menunggu satu tahun,” tegasnya.

Klarifikasi Sekolah: “Sudah Selesai”

Kepala SMPN 2 Dagangan, Nur Aini Lanjariyah, baru memberikan klarifikasi keesokan harinya, Jumat (25/7/2025).

Dalam pesan singkat, ia menyebut persoalan itu telah selesai.

Alhamdulillah. Masalah itu sudah selesai kemarin,” tulis Nur Aini singkat.

Namun di balik pernyataan itu, jejak kelalaian masih terasa jelas bagi keluarga yang terdampak.

Dinas Pendidikan Akui Kesalahan Sekolah

Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Madiun, Moch Hasan, menegaskan bahwa kejadian tersebut murni akibat kelalaian manajemen SMPN 2 Dagangan.

“Semestinya pada waktu MPLS, nama-nama siswa yang diterima harus dicek satu per satu. Tapi hal itu tidak dilakukan dengan cermat,” kata Hasan, Jumat (25/7/2025).

Hasan menjelaskan bahwa siswa berinisial F sempat mendaftar secara kolektif dari SD-nya.

Namun, karena berkas seperti kartu keluarga dibawa pulang dan tidak diserahkan secara resmi saat pendaftaran daring dibuka, namanya tidak masuk sistem.

Tanpa disadari, siswa tersebut tetap ikut pra-MPLS dan disangka sebagai bagian dari siswa resmi oleh pihak sekolah.

Barulah setelah pembagian kelas dan pengecekan ulang, diketahui bahwa ia tidak terdaftar.

Diterima di SMPN 1 Dagangan, tapi Jarak Jadi Tantangan

Beruntung, SMPN 1 Dagangan masih memiliki kuota kosong dan menerima siswa baru tersebut. Dari pagu 256 siswa, sekolah baru mengisi 214 kursi.

“Kami sudah silaturahmi ke rumah orang tuanya. Kami minta maaf dan meyakinkan bahwa di SMPN 1 Dagangan proses pembelajarannya juga bagus,” ucap Hasan.

Terkait sanksi kepada SMPN 2 Dagangan, Hasan mengatakan pihaknya masih menunggu arahan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Siti Zubaidah.

Ia menekankan pentingnya evaluasi dan peningkatan koordinasi antara SD dan SMP agar kejadian serupa tidak terulang.

“Sekolah harus verifikasi data lebih awal. Jangan sampai siswa yang tidak diterima justru ikut MPLS dan belajar di kelas,” katanya.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul .