BPJS Kesehatan Buka Suara Soal Balita Sukabumi yang Meninggal karena Cacingan

Dedi Mulyadi, BPJS Kesehatan, gubernur jawa barat, cacingan pada anak, bocah Sukabumi cacing, balita sukabumi, BPJS Kesehatan Buka Suara Soal Balita Sukabumi yang Meninggal karena Cacingan

Kasus meninggalnya seorang balita R (3) di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, akibat penyakit cacingan mengundang perhatian publik dan sejumlah pihak, termasuk BPJS Kesehatan dan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Peristiwa ini menjadi sorotan karena berkaitan dengan akses layanan kesehatan dan administrasi kependudukan.

Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, menyampaikan duka cita mendalam atas kejadian yang menimpa R. Ia menegaskan bahwa Nomor Induk Kependudukan (NIK) merupakan syarat penting dalam proses pendaftaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

“NIK merupakan salah satu syarat dalam proses pendaftaran sebagai peserta JKN. Sebab, NIK merupakan identitas yang melekat ke setiap penduduk Indonesia dari awal lahir sampai tutup usia. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang untuk mengurus dan memiliki NIK,” ujar Rizzky di Jakarta, Rabu (20/8/2025) dikutip dari Antara.

Rizzky menjelaskan bahwa warga kurang mampu sebenarnya bisa diusulkan untuk menjadi peserta yang ditanggung pemerintah, baik melalui pusat (PBI) maupun daerah (PBPU Pemda), sesuai ketentuan yang berlaku.

Namun, tanpa NIK dan administrasi kependudukan seperti Kartu Keluarga, akses ini sulit dilakukan.

“Kami juga mengimbau masyarakat untuk memastikan status kepesertaan JKN-nya aktif, supaya tidak mengalami kendala saat mengakses layanan kesehatan,” tambahnya.

Bagaimana kronologi sakitnya R?

R pertama kali dibawa ke RSUD Syamsudin, Sukabumi, pada 13 Juli 2025. Ia menderita askariasis, yaitu infeksi akibat cacing gelang (Ascaris lumbricoides). Dalam proses perawatan, sempat terjadi kondisi mengerikan ketika cacing keluar dari hidungnya.

Kondisi keluarga R juga memperburuk situasi. Sang ibu dilaporkan mengalami gangguan mental, sementara ayahnya menderita tuberkulosis (TB).

Karena tidak memiliki Kartu Keluarga (KK) dan kepesertaan BPJS Kesehatan, mereka kesulitan mendapatkan layanan kesehatan memadai.

Menurut keterangan Kepala Desa Cianaga, Wardi Sutandi, R sering bermain di kolong rumah bersama ayam sebelum jatuh sakit.

Ia sempat mengalami demam dan didiagnosis mengidap penyakit paru-paru. Namun, keterbatasan biaya dan ketiadaan dokumen kependudukan menghambat pengobatannya.

“Anak dari Udin (32) dan Endah (38). Mereka tinggal di Kampung Padangenyang, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi. Raya meninggal dunia pada 22 Juli 2025,” jelas Wardi.

Apakah ada bantuan sebelum Raya meninggal?

Sebelum kondisinya memburuk, R sempat keluar masuk klinik. Ia kemudian mendapat bantuan dari komunitas filantropi Rumah Teduh yang menjemputnya dengan ambulans.

R dirawat sekitar sembilan hari, namun pada 22 Juli 2025 malam, ia dinyatakan meninggal dunia.

“(R meninggal) saya kumpul, dan mayat tersebut datang. Dikuburkan malam hari,” ujar Wardi.

Kasus ini mendapat perhatian serius dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Ia menilai perangkat desa lalai dalam mengurus warganya. Sebagai bentuk sanksi, ia menunda pencairan dana desa untuk Desa Cianaga.

“Saya memutuskan terhadap desa itu memberikan hukuman. Saya tunda bantuan desanya karena desanya tak mampu urus warganya,” ujar Dedi dalam pidato di Rapat Paripurna DPRD Jabar, Selasa (19/8/2025).

Dedi menyayangkan lemahnya empati dari perangkat birokrasi, mulai dari desa hingga RT. Menurutnya, kematian R mencerminkan kegagapan sistem birokrasi dalam melindungi masyarakat miskin dan rentan.

“Hari ini kita punya derita seorang anak berumur tiga tahun dari Kabupaten Sukabumi pada sebuah kampung terpencil, ibunya ODGJ, bapaknya mengalami TBC. Anak itu tiap hari di kolong. Dia meninggal di rumah sakit dalam keadaan seluruh cacing keluar dari hidungnya,” kata Dedi.

“Betapa kita gagap dan lalai. Perangkat birokrasi yang tersusun sampai tingkat RT ternyata tidak bisa membangun empati," imbuhnya.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "".

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!