Kenapa Cacing Bisa Hidup di Tubuh Manusia? Kasus Balita Sukabumi Jadi Sorotan

jawa barat, Sukabumi, cacing, cacing gelang, bocah meninggal, bocah Sukabumi cacing, Askariasis, Kenapa Cacing Bisa Hidup di Tubuh Manusia? Kasus Balita Sukabumi Jadi Sorotan, Kasus Infeksi Sudah Sangat Parah, Lingkungan dan Kondisi Keluarga, Bahaya Askariasis, Infeksi Cacing Gelang, Pentingnya Pencegahan

Kasus balita bernama Raya (3) asal Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, yang meninggal dunia dengan kondisi infeksi cacing parah, kini menjadi perhatian luas.

Video yang memperlihatkan cacing keluar dari tubuh Raya sempat viral di media sosial, dan kasus ini membuka mata banyak pihak tentang bahaya askariasis atau infeksi cacing gelang.

Kepala Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Wardi Sutandi, membenarkan bahwa bocah tersebut adalah warganya.

Raya merupakan anak dari Udin (32) dan Endah (38) yang tinggal di Kampung Padangenyang. Ia meninggal dunia pada 22 Juli 2025.

“Kedua orangtuanya memiliki keterbelakangan mental sehingga daya asuh terhadap anaknya kurang, tidak tahu persis bagaimana kondisi anaknya,” kata Wardi di RSUD Sekarwangi Cibadak, Selasa (19/8/2025).

Kasus Infeksi Sudah Sangat Parah

Ketua Tim Penanganan RSUD R Syamsudin, dr Irfan Nugraha, menilai kasus yang dialami Raya tergolong fatal karena keterlambatan penanganan.

“Sebenarnya infeksi cacing itu relatif sering pada pasien anak. Tapi tidak sampai separah ini. Kalau cacing sudah muncul saat buang air besar, biasanya bisa ketahuan. Tapi dalam kasus Raya, cacingnya sudah besar-besar dan jumlahnya sangat banyak,” ujar Irfan dikutip dari Tribun Jabar, Rabu (20/8/2025).

Saat dirawat intensif, kondisi Raya semakin memburuk. Cacing-cacing bahkan keluar dari hidung, mulut, hingga anus.

“Dalam kasus ini, infeksi sudah menyebar ke paru-paru dan otak. Cacing ditemukan keluar dari hidung, artinya sudah mencapai saluran napas atau pencernaan bagian atas,” tambahnya.

Lingkungan dan Kondisi Keluarga

Menurut Wardi, sebelum sakit parah, Raya sering bermain di kolong rumah bersama ayam. Ia kemudian mengalami demam dan didiagnosis memiliki penyakit paru-paru.

Namun proses pengobatannya sempat tersendat karena keluarganya tidak memiliki KK dan BPJS.

“Dia punya penyakit demam, kemudian diperiksa ke klinik puskesmas terdekat, ternyata dia punya penyakit paru. Udah gitu (keluarga) dia enggak punya KK KTP sama sekali, desa tindak urus alhamdulillah. Cuman setelah penyakitnya makin parah, kemudian ada salah satu keluarga yang kenal dengan rumah teduh (filantropi) laporan, langsung dijemput pakai ambulans. Pemerintah desa sudah tahunya sampai situ. Tapi sebelum dibawa (rumah teduh), Raya ini sering keluar masuk klinik dan puskesmas,” jelas Wardi.

Meski sempat dirawat dengan bantuan lembaga filantropi, nyawa Raya tidak tertolong. Ia meninggal pada 22 Juli 2025 malam.

“(Raya dikabarkan meninggal) saya kumpul, dan mayat tersebut datang. Dikuburkan malam hari,” tutur Wardi.

Bahaya Askariasis, Infeksi Cacing Gelang

Dokter spesialis anak RS Siloam TB Simatupang, Jakarta Selatan, Martinus M. Leman, menjelaskan bahwa askariasis atau infeksi cacing gelang (Ascaris lumbricoides) merupakan salah satu infeksi parasit paling umum di dunia.

Penularannya terjadi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi telur cacing dari kotoran manusia.

“Saat cacing ada di daerah paru, gejala yang timbul dapat berupa batuk dan sesak napas. Bahkan, bisa menyerupai gejala radang paru-paru,” kata Martin, Rabu (16/4/2025).

Setelah masuk ke tubuh, telur menetas di usus dan larva bisa bermigrasi lewat aliran darah menuju organ vital. Pada kasus parah, infeksi dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti yang dialami Raya.

Gejala infeksi cacing gelang meliputi dua fase:

  • Fase awal (larva): batuk, napas pendek, demam, mirip asma atau pneumonia.
  • Fase lanjut (cacing dewasa): sakit perut, mual, muntah, diare, penurunan berat badan. Pada kondisi berat, cacing bisa menyumbat usus hingga menimbulkan obstruksi.

Komplikasi paling berbahaya mencakup:

  1. Penyumbatan usus akibat cacing menggumpal
  2. Gangguan pada saluran empedu dan pankreas
  3. Penyebaran ke paru-paru, saluran napas, hingga otak

Martinus menambahkan, cacing di saluran cerna juga bisa menghambat penyerapan nutrisi sehingga anak berisiko mengalami gangguan pertumbuhan. Bahkan, pada situasi tertentu, cacing dapat keluar lewat dubur atau mulut saat anak demam.

Pentingnya Pencegahan

Martinus menegaskan bahwa penularan biasanya terjadi karena kebersihan yang buruk.

“Biasanya terjadi karena seseorang mengonsumsi makanan atau minuman yang tidak bersih, tidak mencuci tangan sebelum makan, atau kurang menjaga kebersihan alat makan,” ujarnya.

Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga sanitasi lingkungan, membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta memberikan obat cacing secara rutin sesuai anjuran medis.

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!