Respons Polri Soal Pramono Minta Mesin Food Station Tak Disita

Meski terseret kasus beras oplosan yang menyeret enam orang jadi tersangka, PT Food Station Tjipinang Jaya ternyata tetap diizinkan memproduksi beras. Bahkan, mesin pengolah yang disita polisi sebagai barang bukti pun masih bisa beroperasi.
Kepala Satgas Pangan Polri, Brigadir Jenderal Polisi Helfi Assegaf, menegaskan penyitaan mesin memang prosedur hukum yang wajib dilakukan. Tapi itu tidak berarti perusahaan langsung berhenti berproduksi.
“Ya iyalah barang bukti kan disita, tapi boleh memproduksi nggak masalah, kami nggak melarang," kata dia, Jumat, 15 Agustus 2025.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf
Helfi menambahkan, meski mesin tidak dikembalikan selama proses hukum, penggunaannya tetap diperbolehkan agar pasokan beras di pasaran tidak terganggu.
Tak hanya Food Station, kebijakan ini juga berlaku bagi PT Padi Indonesia Maju, anak perusahaan raksasa pangan Wilmar Group, yang ikut terjerat kasus. Mereka pun masih bisa memproduksi beras premium, tapi di bawah pengawasan ketat Satgas Pangan Polri.
"Boleh, semua yang Wilmar juga boleh," ujarnya.
Diketahui, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung sempat minta polisi mengembalikan alat pengolah beras Food Station. Ia khawatir stok beras warga Jakarta akan terganggu jika mesin tetap disita.
“Kan apapun food station ini penyedia beras untuk Jakarta. Kemarin kami meminta untuk alatnya itu tidak jadi barang bukti yang untuk kemudian tidak boleh dioperasikan," ujar Pramono.
Adapun kasus beras oplosan ini menetapkan enam tersangka, tiga di antaranya petinggi Food Station yakni Karyawan Gunarso (KG), Ronny Lisapaly (RL), dan RP. Mereka diduga menjual beras premium tak sesuai standar dengan berbagai merek terkenal.
Tiga tersangka lain dari PT Padi Indonesia Maju: S, AI, dan DO, yang memasarkan merek seperti Fortune, Sania, Siip, dan Sovia. Meski ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar, keenam tersangka tidak ditahan karena dinilai kooperatif.