Jomplangnya Pajak Tahunan Avanza di RI dan Malaysia, Rp4 Juta Berbanding Rp330 Ribu!
JAKARTA – Pengurus Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) menyebut pajak mobil Toyota Avanza di Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan dengan di Malaysia.
Hal itu dikatakan Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara dalam Diskusi Forwin (Forum Wartawan Industri) bertajuk ‘Menakar Efektivitas Insentif Otomotif’, sebagai contoh tingginya pajak mobil di Tanah Air. Malahan, ia menegaskan pungutan pajak mobil di Indonesia salah satu yang tertinggi di dunia, selain Singapura.
Lebih lanjut, dia menyebut pajak tahunan untuk mobil Avanza terbaru di Malaysia sekitar Rp330 ribuan. Sementara itu, di Indonesia, pajak mobil Avanza setahun mencapai Rp4 jutaan.
“Jadi, bisa dibayangkan, kalau itu (pajak mobil di Indonesia) dikurangi, kan, lumayan. Bisa juga dibikin lebih rasional,” tegas Kukuh pada Senin (18/5/2025) di Gedung Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta.
Malaysia, lanjut Kukuh, juga tidak menerapkan pajak mobil lima tahunan seperti di Indonesia. Biaya balik nama di ‘Negeri Jiran’ pun hanya Rp7 ribu, sedangkan di Indonesia tarifnya antara Rp300-500 ribu.
Kukuh juga menyoroti banyaknya pungutan pajak mobil di Indonesia ketika ingin membeli mobil baru, sehingga berdampak pada harga jual.
Ada Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), kemudian Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
Kukuh beranggapan mobil-mobil entry-level seharga Rp300 jutaan ke bawah seperti Avanza dan lain-lain bukan lagi barang mewah. Perkembangan zaman membuat mobil-mobil entry-level sudah menjadi bagian dari moda transportasi harian masyarakat antara lain untuk mencari nafkah.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah bisa mengkaji lagi pengenaan PPnBM terhadap mobil-mobil di segmen tersebut.
“Saatnya kita mengevaluasi masih layakkah kita menimpakan pacar. Ketambahan nilai barang mewah untuk mobil-mobil tertentu,” tandasnya.
Peneliti LPEM FEB UI (Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia) Riyanto menjelaskan bahwa berdasarkan kalkulasinya, struktur pajak mobil di Indonesia berkontribusi sekitar 42 persen dari harga on the road (OTR).
Dia menilai pemerintah dan industri otomotif perlu berkolaborasi untuk mengkaji struktur pajak mobil yang ideal.
Pendapatan pajak pemerintah pusat dan daerah mungkin akan berkurang, tapi efek bola salju dari kenaikan penjualan mobil serta perkembangan industri otomotif akan membuat ekonomi nasional bertumbuh lebih pesat.
“Negara enggak seperti perusahaan yang menghitung untung-rugi. Kan, yang perlu dilihat bukan cuma pendapatan pajaknya tapi ditimbang juga multiplier effect dari kebijakan terhadap perekonomian,” tandas Riyanto. [Xan]