DPR Bakal Panggil YouTube, Netflix, dan TikTok Buat Bahas RUU Penyiaran

DPR Bakal Panggil YouTube, Netflix, dan TikTok Buat Bahas RUU Penyiaran

Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (RUU Penyiaran) diyakini perlu mendefinisikan kembali makna siaran atau broadcast.

Saat ini, banyak catatan penting yang harus ditatap ulang, termasuk mendefinisikan kembali yang sangat mendasar apa itu sebagai broadcast? Penyiaran itu apa sebetulnya sekarang?/

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Nezar Patria mengatakan, di tengah perkembangan teknologi yang kian pesat, semua orang bisa melakukan penyiaran, baik melalui terestrial maupun aliran langsung (streaming).

Nezar lantas mempertanyakan apakah streaming termasuk ke dalam penyiaran (broadcasting).

"Jadi, broadcast ini apa sekarang? Apakah yang terjadi broadcast atau narrowcast (penyiaran sempit)? Ini juga suatu diskusi,” katanya.

RUU Penyiaran sepatutnya merumuskan hal yang sangat fundamental seperti pemaknaan penyiaran itu sendiri.

Ia menyebut perlu diskusi dengan berbagai elemen untuk merumuskan makna istilah tersebut.

"Ini penting. Kalau kita merumuskan dengan cara yang tradisional, berarti kita mengabaikan perkembangan yang terbaru. Ada kegiatan broadcasting di luar yang kita kenal, lalu regulasinya bagaimana yang di sebelah situ? Ini menjadi pertanyaan,” tuturnya.

Anggota Komisi I DPR RI Nurul Arifin menyebut pokok utama dalam RUU Penyiaran yang tengah digodok parlemen ialah pengaturan terkait platform digital, yakni media over-the-top (OTT) atau penyedia layanan siaran konten daring.

DPR menginginkan adanya asas keadilan antara lembaga penyiaran konvensional dan entitas OTT. Namun di sisi lain, legislator belum sampai pada kesepakatan bulat apakah pengaturan OTT akan digabung ke RUU Penyiaran atau dibuatkan undang-undang tersendiri.

Secara pribadi, Nurul menyebut regulasi terkait OTT sebaiknya dipisahkan dari UU Penyiaran terbaru apabila pembahasan dengan pihak platform digital mandek. Sebab, RUU Penyiaran sudah terlampau lama bergulir di DPR, sementara teknologi berkembang dengan sangat pesat.

Nurul menyebut DPR bakal segera memanggil perwakilan platform digital untuk membahas hal itu.

“Kami akan sesegera mungkin mengundang platform digital yang besar, seperti YouTube, Netflix, dan TikTok supaya kita menemukan suatu kesepakatan,” katanya.

Selain OTT, persoalan lainnya yang belum rampung dirumuskan oleh DPR, yaitu digitalisasi radio, ihwal penambahan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia, pengaturan penyiaran multiplatform, hingga penjatuhan pidana dalam RUU Penyiaran.