Tanpa Persiapan Matang dan Mitigasi, DPR Khawatir Produk Lokal Bakal Tergerus Akibat Kebijakan Impor AS

Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menyebut, tarif impor dari Amerika Serikat untuk produk Indonesia sebesar 19 persen, akan memicu sejumlah tantangan.
Legislator dari Fraksi Partai Golkar itu menegaskan bahwa pemerintah wajib menyiapkan strategi dan instrumen kebijakan yang menyeluruh untuk melindungi industri dalam negeri.
"Tanpa langkah mitigasi yang kuat, UMKM dan industri manufaktur kita bisa tergerus oleh serbuan barang impor. Ini akan berdampak pada lapangan kerja dan keberlanjutan ekonomi nasional," katanya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (18/7).
Tak hanya dari sisi impor, Misbakhun menggarisbawahi risiko pada sisi ekspor Indonesia ke AS.
Beberapa produk unggulan Indonesia seperti tekstil, elektronik ringan, alas kaki, dan furnitur kini berhadapan dengan tekanan akibat tarif Trump dan potensi substitusi pasar oleh produk lain yang lebih kompetitif di AS.
Tanpa penyesuaian strategi, sektor ekspor padat karya berisiko kehilangan pangsa pasarnya dan berdampak terhadap lapangan kerja serta neraca perdagangan nasional.
Namun demikian, penerapan tarif impor nol persen terhadap produk AS membawa sejumlah dampak positif.
Dia menjelaskan industri dalam negeri yang selama ini mengimpor bahan baku dari Amerika Serikat terutama sektor petrokimia dan manufaktur ringan akan merasakan penurunan biaya produksi sehingga dapat meningkatkan daya saing harga dan meraih margin keuntungan lebih baik.
Bagi Misbakhun, pemerintah mesti menyikapi kesepakatan ini sebagai sebuah momentum untuk transformasi lanskap industri nasional.
Pertama, pembentukan klaster industri berbasis nilai tambah perlu diprioritaskan.
Pemerintah dapat menunjuk wilayah strategis seperti Jawa Barat untuk elektronik, Sumatera untuk agroindustri, dan Jawa Tengah untuk produk furnitur.
Tak hanya sampai disitu, Misbakhun juga menyampaikan pemerintah harus menyediakan infrastruktur terpadu yang meliputi fasilitas logistik, pasokan listrik stabil, dan konektivitas digital agar industri nasional tetap kompetitif.
Kedua, peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi syarat mutlak agar industri domestik dapat bersaing secara global.
Melalui skema vokasi dan program sertifikasi kompetensi, tenaga kerja harus dipacu untuk menguasai teknologi digital, otomasi, serta standar internasional seperti ISO, CE, dan FDA.
"Kemitraan antara pemerintah, perguruan tinggi, lembaga pelatihan kerja, dan platform elearning dapat mempercepat proses pelatihan massal bagi setidaknya 500 ribu pekerja manufaktur dalam dua tahun ke depan," katanya.
Misbakhun menyampaikan bahwa Komisi XI DPR RI akan mengawal implementasi dari kesepakatan perdagangan tersebut.
"Kami akan meminta pemerintah menjelaskan secara rinci peta jalan (roadmap) untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri," kata dia.
Meski demikian, kesepakatan perdagangan dengan Amerika Serikat ini bisa dimanfaatkan Indonesia sebagai momentum untuk memperkuat struktur industri nasional.
"Bukan menjadi ancaman, tapi justru mendorong pembenahan menyeluruh demi memperkuat fondasi ekonomi nasional," tegas dia. (Knu)