Tarif Impor 32 Persen dari AS Dianggap Bukti Lemahnya ‘Wibawa’ Indonesia, Ekonom Salahkan Posisi Dubes Kosong 2 Tahun

Indonesia ‘diganjar’ tarif impor sebesar 32 persen dari Amerika Serikat. Ekonom Achmad Nur Hidayat, menyebut kebijakan Presiden AS Donald Trump ini merupakan bukti kegagalan pemerintah dalam menjaga kepentingan nasional.
“Negosiasi yang dilakukan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani tidak berhasil membawa hasil nyata bagi rakyat,” kata Achmad kepada wartawan di Jakarta dikutip Rabu (9/7).
Tak hanya itu, posisi Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat telah kosong selama dua tahun.
“Hal ini dinilai memperlemah suara Indonesia di Washington dan membuat jalur komunikasi menjadi tidak efektif,” sebut Achmad.
Achmad juga menyoroti kurangnya strategi dalam negosiasi. Menurut dia, Indonesia memiliki posisi tawar yang kuat melalui cadangan nikel yang sangat besar dan dibutuhkan oleh industri Amerika, tetapi tidak dimanfaatkan secara maksimal.
“Ini bukan cuma soal teknis, tetapi soal kepemimpinan yang lemah,” ungkap Achmad.
Pemerintah juga dinilai terlalu pasif dan hanya menunggu belas kasihan dari AS, padahal Trump secara terbuka telah memberi syarat agar tarif bisa diturunkan.
“Seharusnya pemerintah menyiapkan tawaran timbal balik yang konkret. Ini bukan saatnya diam atau berharap Trump berubah pikiran sendiri,” jelas Achmad.
Achmad memperingatkan, dampak tarif ini bisa sangat berat bagi ekonomi rakyat. Menurut Achmad, negara lain mampu menyusun strategi negosiasi yang cerdas.
Sayangnya, Indonesia justru datang ke meja perundingan tanpa arah yang jelas. Ini memperlihatkan lemahnya koordinasi dan kepemimpinan ekonomi Indonesia.
“Kita harus punya tim ekonomi yang baru, yang kuat, dan tahu cara membela rakyat di tingkat global,” ucapnya. (Knu)