KPU: Tahapan Pemilu 2029 Dimulai Tahun 2027

KPU: Tahapan Pemilu 2029 Dimulai Tahun 2027

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mochammad Afifuddin menyebut tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2029 akan dimulai pada tahun 2027. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dengan lokal.

Pernyataan ini disampaikan Afifuddin saat mengikuti webinar 'Dampak Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 terhadap Sistem Pemilu, Pilkada dan Pemerintahan Daerah' di Jakarta, Sabtu (28/6).

"Di Undang-Undang 7, biasanya menyebut dengan tahapan pemilu ini dimulai biasanya 20 bulan sebelum hari pemungutan suara. Kalau memang situasi sebelum putusan ini kan 2029, maka di 2027 itu tahapan untuk pemilu sudah mulai anggota DPR, Presiden, DPD, dan seterusnya," kata Afifuddin.

Nantinya, kata dia, KPU akan melakukan simulasi tahapan Pemilu 2029 paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan.

"Opsi-opsi yang diberikan putusan ini yaitu dihitung sejak pelantikan anggota DPR dan DPD, pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, kemudian juga untuk DPR-nya, kita akan mengikuti tahapan-tahapan sebagaimana yang dimulai," sambungnya.

Ia mengakui, putusan MK yang memisahkan pemilu nasional dan daerah membuat beban kinerja KPU jadi lebih ringan. Sebab, pada pemilu serentak lalu banyak jajarannya yang kelelahan.

"Kalau jarak jedanya lebih lama, nah yang kemudian di sini itu sekitar 2,5 tahun, mungkin itu lebih ideal. Saya kira sebagian yang menjadi putusan MK ini sisi-sisi yang menjawab refleksi dari proses-proses evaluasi yang sudah kita laksanakan terhadap pemilu," sambungnya.

"Tumpukan beban kerja penyelenggara yang terpusat pada rentang waktu tertentukan, rimpit dan waktu penyelenggaraan, nah ini yang kemudian setelah itu juga kepersongkannya panjang sehingga bisa menampilkan pembicaraan sepenuhnya," sambungnya.

Afif mengapresiasi putusan MK serta mengimplementasikannya dengan lebih baik.

"Kami betul-betul mengapresiasi putusan mahkamah konstitusi, tinggal kita kawal bagaimana ini bisa kita implementasikan dengan lebih baik, semuanya pasti untuk kebaikan pemilu kita," pungkasnya.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan.

Pemilu nasional meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sedangkan pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.

Dalam hal ini, MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.

Secara lebih perinci, MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:

"Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional." (Pon)