Cerita Diana Mengidap PCOS, Terkejut karena Bisa Hamil

Para perempuan yang mengidap Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) alias sindrom polikistik ovarium sering mendapat stigma bahwa mereka tidak bisa hamil.
Sekalinya hamil pun pasti akan keguguran, karena ovariumnya bermasalah. Kendati demikian, seorang pengidap PCOS bernama Diana (40), berhasil mematahkan stigma tersebut.
“Aku pernah hamil pertama di tahun 2021. Pas lagi hamil, aku enggak tahu aku hamil. Jadi benar-benar kaget, kayak, kok aku bisa hamil?” ungkap dia saat dihubungi Kompas.com, Selasa (8/7/2025).
Menstruasi tidak teratur
Kepada Kompas.com, Diana bercerita, ia sudah lama mengalami menstruasi yang tidak teratur. Jika rata-rata siklus menstruasi adalah 28 hari, Diana bisa mencapai 40 sampai 50 hari.
Meski begitu, ia tidak pernah merasakan nyeri haid yang luar biasa seperti pengidap PCOS pada umumnya. Sekalinya nyeri pun, tidak sampai membuat tubuhnya terasa tidak enak.
Namun, Diana disarankan untuk memeriksakan kondisinya ke dokter.
“Waktu itu langsung dikasih pil KB untuk melancarkan menstruasi. Aku minum dan menstruasinya lancar,” kata dia.
Karena belum menikah, ia tidak memikirkan dampak penggunaan pil KB dalam jangka panjang. Perihal kesuburannya pun tidak terlintas di benaknya. Sebab, saat itu fokusnya adalah membuat siklus menstruasinya normal.
Bagaimana dengan gejala PCOS lainnya?
Ada beberapa gejala PCOS selain menstruasi yang tidak teratur, di antaranya adalah wajah yang berjerawat dan berat badan berlebihan.
Diana menuturkan, ia memang berjerawat dan sempat memiliki berat badan yang berlebihan. Namun, ia tidak yakin apakah dua hal tersebut berkaitan dengan PCOS.
"Aku melihatnya kayak, 'Diabetes enggak sih?'. Kayak, ini tuh aku overweight karena PCOS, atau aku PCOS karena overweight?," kata dia.
Untuk jerawat, ia juga kurang yakin karena ada banyak faktor yang bisa membuat wajahnya berjerawat, seperti salah produk perawatan kulit.
"Aku merasa semua ini berhubungan, cuma aku sendiri enggak tahu mana yang sebab dan mana yang akibat terus terang," sambung Diana.
Didiagnosis PCOS
Pada tahun 2013, Diana menikah. Ia berhenti minum pil KB karena berencana untuk memiliki anak, meskipun tidak begitu tergesa-gesa.
“Tapi, masuk sekitar dua sampai tiga tahun setelah menikah, baru tuh kayak, ‘kok aku enggak hamil-hamil’. Mulai cek ke dokter, baru didiagnosis PCOS,” tutur Diana.
Saat itu, dokter pun memberi tahu bahwa sel telurnya kecil-kecil alias kurang matang, sehingga menyulitkannya untuk hamil. Sementara itu, kehamilan baru bisa terjadi jika sel telur berukuran cukup besar dan matang.
Diana pun diberi obat untuk membesarkan dan mematangkan sel telurnya. Namun, siklus menstruasinya masih belum teratur.
Beberapa waktu telah berlalu, Diana terus bergonta-ganti rumah sakit. Sampai pada akhirnya, dokter yang dikunjungi menyarankannya untuk melakukan suatu injeksi. Jika cara tersebut tidak berhasil, pilihannya adalah bayi tabung.
“Dan aku yang kayak, ‘Apaan?’. Gimana ya. Dikasih opsi yang, selain cukup mahal tentunya, dan itu menurutku tergesa-geas. Agak kaget juga sih,” ungkap dia.
Ia kembali melanjutkan perjalanan mencari rumah sakit dan dokter lain. Di sana, suaminya melakukan pemeriksaan terhadap spermanya, dan tidak ditemukan masalah.
Diana menuturkan, yang bermasalah adalah endometriumnya. Ia disarankan untuk melakukan beberapa tindakan, yang mana salah satunya mengharuskan Diana bolak-balik ke rumah sakit itu.
“Waktu itu aku pas lagi proses pindahan ke Amerika sama suamiku. Sudah pasti aku enggak bisa lakuin lah. Ya sudah, sekitar tahun 2017, aku pasrah. Aku harus pindahan. Kalau ke dokter, aku harus lakukan di Amerika kan,” ucap dia.
Jalani pola hidup sehat
Sejak tinggal di Amerika, Diana tidak pernah ke dokter untuk mengobati PCOS-nya. Ia justru menjalani pola hidup sehat setelah mencari tahu lebih lanjut tentang kondisinya.
“Aku tahunya aku harus diet dan olahraga. Aku di sana lumayan sering olahraga, tapi lebih ke jalan kaki saja. Dan aku minum suplemen, multivitamin,” kata dia.
Menurut Diana, pola hidup sehat membantu menangani siklus menstruasinya yang tidak teratur, meskipun masih belum bisa dikatakan sebagai siklus menstruasi yang normal.
“Jadi lebih teratur. Kadang 30 hari baru menstruasi, 40 hari baru menstruasi, seperti itu. Apakah buat orang normal itu teratur? Enggak. Cuma, buat aku itu sudah cukup teratur, sudah lumayan,” terang dia.
Hamil dua kali
Diana tidak mengetahui apakah pola hidup sehat memengaruhi kesuburannya. Namun, pada tahun 2021, ia hamil anak pertama.
“Di Amerika, aku baru ke dokter pas lagi hamil minggu keenam kalau enggak salah. Aku bilang aku didiagnosis PCOS. Cuma karena sudah hamil, dokternya kayak, ‘Oke, kamu ada PCOS tapi sudah hamil. Congratulations’,” tutur dia.
Namun, ia menegaskan bahwa bukan berarti ia sembuh dari PCOS. Dokter hanya mengatakan bahwa ia berhasil “mengakali” kondisi tersebut.
Saat mendapati dirinya hamil, Diana tentunya merasa terkejut, bahkan sampai tidak percaya. Pasalnya, saat mual dan muntah, ia tidak menganggapnya sebagai tanda-tanda kehamilan.
Bahkan, ia merasa bahwa kehamilan tidak memungkinkan karena mengidap PCOS.
“Enggak kepikiran, sampai akhirnya aku Googling. Apa sih ini, gejala kayak aku mual-mual. Akhirnya baru kayak, ‘Ya, gue hamil’. Jadi kayak, benar-benar kaget banget,” ucap Diana.
Kendati demikian, kehamilan pertamanya berujung pada keguguran karena faktor lain. Ia pun konsultasi ke dokter terkait kapan bisa hamil kembali, mengigat usianya sudah 36 tahun kala itu.
Dokter mengatakan, ia perlu waktu enam bulan untuk menyehatkan kembali tubuhnya. Setelah itu, Diana dan suaminya disiplin dalam melakukan program hamil. Pada tahun 2022, ia berhasil hamil dan melahirkan.
Khawatir PCOS memengaruhi janin?
Diana mengaku, ia tidak khawatir PCOS bakal memengaruhi kesehatan janinnya. Sebab, sejauh yang diketahui, PCOS hanya berdampak pada kesuburan.
“Aku baca-baca, PCOS selalu dibahasnya sepanjang memengaruhi fertilitas, enggak kayak ada pengaruh kalau sudah hamil. Sejauh yang aku tahu tuh enggak ada. Jadi aku sama sekali enggak khawatir,” kata dia.
Terkait pola hidup sehat, sampai saat ini Diana masih berusaha menjaganya, meskipun cukup sulit karena sudah memiliki anak.
Sebelum punya anak, ia masih rutin berolahraga. Kini, ia hanya berolahraga ketika ada waktunya. Namun, pola makannya masih cukup teratur.
“Kalau dulu, minimal setiap hari harus jalan 20-30 menit. Kalau sekarang, kalau bisa dikerjain ya syukur, kalau enggak ya sudah. Tapi aku berusaha sebisa mungkin olahraga,” tutur Diana.
Sampai saat ini, Diana mengaku tidak pernah mengonsumsi obat-obatan untuk mengobati PCOS-nya. Selain masih menjaga pola hidup sehat, ia hanya mengonsumsi multivitamin.
Sementara itu, menstruasinya masih tidak teratur, tapi tidak separah sebelum menjalani pola hidup sehat.
Untuk berat badan, Diana menuturkan sudah mengalami penurunan sejak menerapkan pola hidup sehat. Jerawatnya juga tidak separah sebelumnya.