Lil Public, Para Kutu Buku Juga Bisa Tampil Keren dan Colorful

Setiap jenama punya kisah unik di balik kelahirannya. Untuk Lil Public, brand fashion asal Bandung yang kini mencuri perhatian, semuanya berawal bukan dari sketsa desain melainkan dari klub buku kampus.
“Kami awalnya komunitas buku,” cerita Hafiz, salah satu pendiri Lil Public, saat ditemui di Gafoy, Summarecon Mall Kelapa Gading, Kamis (10/7/2025).
Bersama Alif, rekannya, mereka memulai perjalanan ini pada 2019 dengan satu keresahan sederhana: kenapa sih, para pencinta buku, alias para nerd, seolah tidak punya ruang berekspresi dalam berpakaian?
Waktu itu, pilihan fashion di lingkungan mereka didominasi gaya distro serba hitam, penuh motif tengkorak, yang terasa terlalu "garang" untuk karakter mereka yang lebih kalem.
“Kami merasa enggak nyambung sama gaya itu. Jadi, kami mikir, kenapa enggak bikin baju yang lebih colorful dan lebih kami banget?” kata Alif.
Dari situ, lahirlah Lil Public, brand yang menyatukan dunia literasi dan fashion dengan cara yang sangat personal.

Monster yang lahir dari halaman buku
Salah satu ciri khas Lil Public adalah ilustrasi karakter unik yang mereka sebut “Monster.” Tapi jangan bayangkan monster yang menyeramkan. Justru, karakter-karakter ini punya cerita karena semuanya terinspirasi dari tokoh dalam novel.
Salah satu koleksi Lil Public.
“Setiap koleksi biasanya kami dedikasikan untuk satu penulis atau satu cerita,” jelas Alif. Misalnya, ada Haruki Series, yang diambil dari dunia-dunia surealis dalam karya Haruki Murakami. Lalu, ada karakter “Monster” yang muncul di jaket Hafiz saat wawancara—terinspirasi dari Shuichi dalam Tales from the Cafe karya Toshikazu Kawaguchi.
“Bukunya tentang orang-orang yang bisa kembali ke masa lalu tapi enggak bisa mengubah apa pun. Seru banget dan magis. Dari situ kami angkat jadi karakter,” tambah Hafiz.
Menyebar literasi lewat gaya
Lebih dari sekadar menjual baju, Alif dan Hafiz ingin menjadikan Lil Public sebagai pintu masuk untuk meningkatkan minat baca.
“Kami ibaratkan baju seperti lukisan. Orang tertarik dulu sama visualnya, lalu pengin tahu ceritanya,” ujar Alif.
Dari rasa ingin tahu itu, mereka berharap konsumen bukan hanya membeli pakaian, tapi juga ikut larut dalam dunia buku yang menginspirasi desainnya.
Bahkan, Lil Public rutin menggelar kegiatan silent reading dan pernah mengadakan Commune Art Market di tahun 2024, sebuah ruang pertemuan bagi pencinta seni, fashion, dan literasi di Bandung.
Di setiap rilis koleksi, mereka juga menyertakan penjelasan tentang penulis dan novel yang menjadi sumber inspirasi. Koleksi terbaru mereka misalnya, diberi nama Higashino—mengangkat karya-karya Keigo Higashino, penulis misteri asal Jepang yang dikenal lewat novel seperti The Devotion of Suspect X.
Bagi Alif dan Hafiz, berpakaian bukan hanya soal penampilan tapi juga tentang bagaimana menyampaikan siapa diri kita. Di tangan mereka, kaus bisa jadi jendela ke dunia fiksi Jepang, jaket bisa memantik diskusi soal novel, dan “Monster” jadi simbol bahwa jadi kutu buku pun bisa tampil keren.
Lil Public bukan hanya jenama, tapi gerakan kecil yang membuktikan bahwa literasi bisa dibawa ke runway dan ke lemari pakaian siapa saja.