WNI Ini Cerita Sulitnya Beli Mobil di Jepang, Wajib Punya Tempat Parkir

Proses pembelian mobil di Jepang ternyata cukup berbeda dibandingkan di Indonesia. Mulai dari aspek legalitas, persyaratan dokumen, hingga kewajiban memiliki lahan parkir, semua diatur ketat demi memastikan kendaraan digunakan secara tertib dan bertanggung jawab.
Hal tersebut dibagikan oleh Dian Kusumaningrat, warga Indonesia yang kini menetap di Kyoto, Jepang, sejak tahun 2017.
“Saya tinggal di Jepang, di Kyoto, dan berkeluarga di sini. Istri saya orang Jepang, dan saya asalnya dari Lombok. Sejak tahun 2017 saya tinggal di sini setelah sebelumnya sempat magang sejak 2013,” kata Dian, kepada Kompas.com, Sabtu (12/7/2035).
Menurut Dian, proses pembelian mobil di Jepang tidak semudah di Indonesia, ada sejumlah syarat ketat yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah memiliki visa tinggal yang legal.
“Jadi kita tidak bisa beli mobil kalau visa kita terbatas, misal cuma tida bulan atau dua bulan. Kita harus tinggal di Jepang,” ucap Dian.

Apabila membeli mobil bekas, Dian menjelaskan bahwa proses pengecekan juga cukup ketat. Pembeli harus memastikan kendaraan masih memiliki sertifikat inspeksi atau kelayakan dari kendaraan itu sendiri.
Proses pembuatan sertifikat parkir di Jepang
“Kalau beli mobil bekas, kita harus cek dulu riwayat kendaraan, apakah mobil ini masih berlaku, nomor rangkanya di cek dengan pemiliknya. Selain itu dicek juga legalitas, riwayat registrasi,” kata Dian.
“Terakhir jumlah pemilik, apakah mobil itu sering diperjualbelikan, dua sampai tiga orang. Kalau sampai demikian, mungkin lebih baik kita tidak membeli mobil tersebut,” ucapnya.
Selanjutnya adalah calon pemilik kendaraan perlu memiliki sertifikat parkir. Apabila belum memiliki sertifikat parkir, calon pembeli harus mengajukan permohonan ke kepolisian setempat dengan menunjukkan denah rumah dan lokasi parkir.
“Nah, kalau kita sudah punya sertifikat itu baru kita boleh membeli mobil,” ucap Dian.
Namun, ada pengecualian bagi pembeli di pedesaan atau yang membeli mobil berukuran kecil (mobil kei atau keicar). Dalam beberapa kasus, kewajiban memiliki sertifikat parkir bisa ditiadakan.
“Kalau kita tinggal di kota besar seperti Kyoto, Tokyo, atau Osaka, sertifikat parkir itu wajib. Kita harus membuktikan bahwa punya lahan parkir sebelum mobil bisa dibeli,” kata Dian.
Proses pembuatan sertifikat parkir di Jepang
Syarat berikutnya adalah calon pemilik kendaraan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), sama seperti di Indonesia, aturan ini berlaku tidak hanya untuk pengemudi mobil tetapi juga pengendara roda dua.
Kepemilikan mobil di Jepang juga disertai dengan kewajiban membayar pajak tahunan, melakukan inspeksi berkala, serta mengikuti asuransi.
“Mobil baru wajib inspeksi setelah 3 tahun meliputi pengecekan mesin dan lain-lain, setelah itu baru 2 tahun sekali. Biaya inspeksi ini bisa antara Rp 6 juta sampai Rp 16 juta, tergantung jenis mobil, dan daerah. Kalau mobil kecil (keicar), lebih murah,” kata Dian.
Selain itu, asuransi kendaraan adalah syarat wajib. Kecelakaan lalu lintas di Jepang bisa menimbulkan kerugian yang sangat besar, bahkan sampai miliaran rupiah jika mengakibatkan korban meninggal dunia.
“Kalau kita alami kecelakaan di Jepang, lumayan besar biaya untuk ganti rugi. Apalagi orang yang kita tabrak sampai meninggal, sampai ratusan juta sampai miliaran,” ujar Dian.
Garasi mobil milik seorang warga Makassar yang berdiri menggunakan badan di Jl Rappokalling Raya, Lorong Anda, Kelurahan Tammua, Kecamatan Tallo, Senin (23/9/2024)
Berbeda di Indonesia, proses pembelian mobil memang cenderung lebih sederhana. Cukup dengan menunjukkan KTP, memiliki NPWP, dan melakukan pembayaran, maka mobil sudah bisa dibawa pulang. Persyaratan seperti kepemilikan lahan parkir atau visa tinggal tidak berlaku di Tanah Air.
Namun, kelonggaran tersebut sering kali berbanding lurus dengan masalah yang terjadi di lapangan, seperti parkir sembarangan atau kendaraan yang tak terurus.
“Untuk Indonesia, hal ini sebetulnya sangat perlu di terapkan terutama di Jakarta. Cuma susah juga ya, bila diterapkan akan sangat berdampak buruk bagi produsen mobil, parkiran tidak laku, terjadi perdebatan sana-sini,” kata Dian.
“Jadi SDM-nya dulu, kesadaran masyarakat dalam memiliki mobil. Kalau seandainya sistem seperti ini diterapkan di Indonesia pasti bakal kaget. Karena kalau di Jepang, sekalipun kita punya uang miliaran, mampu beli mobil, tetapi kalau tidak punya SIM dan parkiran kita diizinkan beli mobil,” lanjutnya.