Program LCGC Diperpanjang Hingga 2031, Apa Artinya?

Agus Gumiwang, LCGC, industri otomotif, agus gumiwang, Kendaraan Murah, Program LCGC Diperpanjang Hingga 2031, Apa Artinya?, Awal Mula Kelahiran LCGC, Kontribusi Penjualan, Masa Pandemi, Tak Lagi Dapat Insentif Penuh

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita memastikan program Low Cost Green Car (LCGC) atau Kendaraan Bermotor Roda Empat Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2) akan tetap dilanjutkan setidaknya hingga 2031 mendatang.

Pemerintah menilai segmen mobil murah ini masih relevan untuk mendukung kepemilikan kendaraan roda empat masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

"Program LCGC terbukti berhasil meningkatkan kepemilikan kendaraan masyarakat dan mendukung industri otomotif nasional. Oleh karena itu, insentif untuk LCGC akan kami lanjutkan hingga 2031," kata Agus dalam keterangan resmi dikutip Minggu (13/7/2025).

Agus Gumiwang, LCGC, industri otomotif, agus gumiwang, Kendaraan Murah, Program LCGC Diperpanjang Hingga 2031, Apa Artinya?, Awal Mula Kelahiran LCGC, Kontribusi Penjualan, Masa Pandemi, Tak Lagi Dapat Insentif Penuh

Ilustrasi jajaran produksi Daihatsu di segmen LCGC (Low Cost Green Car) atau mobil murah.

Awal Mula Kelahiran LCGC

Program LCGC pertama kali diperkenalkan pada 2013.

Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono, meneken PP Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor.

Aturan tersebut membuka jalan bagi mobil murah dengan insentif berupa pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Tujuannya adalah memberikan kesempatan bagi pengguna kendaraan roda dua untuk naik kelas ke mobil pribadi dengan harga yang lebih terjangkau.

Agus Gumiwang, LCGC, industri otomotif, agus gumiwang, Kendaraan Murah, Program LCGC Diperpanjang Hingga 2031, Apa Artinya?, Awal Mula Kelahiran LCGC, Kontribusi Penjualan, Masa Pandemi, Tak Lagi Dapat Insentif Penuh

Produsen mobil LCGC tawarkan diskon menarik selama Telkomsel IIMS 2019.

Tak lama berselang, Kementerian Perindustrian menerbitkan Permenperin Nomor 33/M-IND/PER/7/2013 yang mengatur syarat teknis, mulai dari konsumsi bahan bakar minimum, harga jual, hingga tingkat kandungan lokal (TKDN).

Beberapa syaratnya meliputi kapasitas mesin maksimal 1.200 cc, konsumsi bahan bakar minimal 20 kpl, wajib menggunakan kandungan lokal secara bertahap, hingga mewajibkan mencantumkan logo khusus dan nama merek dengan nuansa Indonesia.

Pabrikan merespons cepat kebijakan ini.

Toyota dan Daihatsu menjadi pionir dengan meluncurkan Agya dan Ayla.

Honda kemudian ikut bermain lewat Brio Satya, sementara Suzuki menghadirkan Karimun Wagon R.

Kontribusi Penjualan

Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), pada tahun pertama berjalan, penjualan mobil murah ini langsung menembus 51.180 unit atau setara 4 persen dari total penjualan mobil nasional saat itu yang mencapai 1,22 juta unit.

Setahun kemudian, dengan tambahan model Datsun Go dan Datsun Go+ serta penjualan penuh, total LCGC baru yang berhasil didistribusikan melonjak menjadi 172.120 unit dengan pangsa pasar 14 persen.

Rekor tertinggi terjadi pada 2016, di mana penjualan LCGC naik 50 persen dibanding tahun sebelumnya, hingga menembus 235.171 unit.

Sejak itu, LCGC menjadi salah satu penopang utama penjualan mobil di segmen terjangkau.

Masa Pandemi

Menjelang pandemi Covid-19, LCGC masih kuat dengan total penjualan 217.454 unit pada 2019.

Agus Gumiwang, LCGC, industri otomotif, agus gumiwang, Kendaraan Murah, Program LCGC Diperpanjang Hingga 2031, Apa Artinya?, Awal Mula Kelahiran LCGC, Kontribusi Penjualan, Masa Pandemi, Tak Lagi Dapat Insentif Penuh

Komparasi LCGC antara Toyota Agya dan Daihatsu Ayla

Namun, merebaknya pandemi pada 2020 membuat industri otomotif terpukul.

Penjualan LCGC merosot tajam hingga 51 persen menjadi hanya 104.650 unit.

Saat itu, Datsun dan Suzuki masih bermain di segmen ini.

Datsun memutuskan mundur pada 2020, diikuti Suzuki yang menghentikan penjualan Karimun Wagon R pada akhir 2021.

Meski kehilangan pemain, segmen ini tetap menunjukkan daya tahan.

Pada 2021, penjualan bangkit 40 persen menjadi 146.520 unit.

Sepanjang 2022, LCGC mencatat kenaikan penjualan sebesar 27 persen menjadi 186.649 unit, meski hanya tersisa tiga merek, yakni Toyota (Agya, Calya), Daihatsu (Ayla, Sigra), dan Honda (Brio Satya).

Tahun 2023, penjualan LCGC menembus 204.705 unit atau sekitar 20 persen dari total penjualan mobil nasional yang menembus 1 juta unit.

Memasuki 2024, kontribusinya tetap stabil di kisaran 20 persen meski volume penjualan turun menjadi 176.766 unit seiring melemahnya pasar otomotif nasional.

Tak Lagi Dapat Insentif Penuh

Sejak 2021, pemerintah memfokuskan insentif penuh PPnBM hanya pada kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) alias battery electric vehicle (BEV), sejalan dengan upaya mendorong kendaraan rendah emisi.

Aturan tersebut diatur melalui PMK Nomor 141/PMK.010/2021 tentang penetapan jenis kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM serta tata cara pembebasan pajak, yang merupakan turunan dari Perpres 55/2019 tentang percepatan program KBLBB.

Akibatnya, LCGC tak lagi mendapat pembebasan penuh, melainkan dikenai tarif PPnBM sebesar 15 persen dengan dasar pengenaan 20 persen dari harga jual.

Dengan begitu, tarif efektifnya berada di kisaran 3 persen.

Meski demikian, program tersebut masih mampu menjaga kontribusinya di pasar domestik dengan konsisten berada pada level 20 persen market share.

Pemerintah berharap perpanjangan program LCGC hingga 2031 dapat memberikan kepastian jangka panjang bagi prinsipal dan pelaku industri untuk terus memproduksi dan mengembangkan kendaraan hemat energi di dalam negeri.