Berbuat Baik Jadi Cara Tetap Waras Saat Hidup Berat, Kenapa?

Saat hidup sedang berat, mungkin ada yang cenderung menarik diri, fokus menyelesaikan masalah pribadi, atau bertahan secara emosional.
Namun, siapa sangka, salah satu cara untuk tetap waras di tengah keterpurukan justru bisa datang dari berbuat baik pada orang lain.
Menurut psikolog klinis Reti Oktania, M.Psi., Psikolog, membantu orang lain atau memberi makna bagi lingkungan sekitar termasuk dalam "keranjang identitas" yang penting dimiliki seseorang.
“Keranjang ini berisi tindakan kita yang berdampak ke orang lain atau lingkungan. Jadi kita merasa hidup ini enggak cuma soal diri kita sendiri,” ujar Reti kepada Kompas.com, Senin (14/7/2025).
Makna berbuat baik kepada sesama
Sensasi bahagia dan damai setelah membantu orang lain
Berbuat baik, sekecil apa pun, bisa membantu seseorang merasa berguna, khususnya saat hidup tengah berat-beratnya. Simak penjelasan psikolog.
Reti mengatakan, memberi makna hidup tak selalu harus berbentuk besar seperti menyelamatkan dunia.
hal kecil, seperti mendengarkan teman yang sedang kesulitan, berbagi makanan, atau menjadi bagian dari komunitas, bisa menumbuhkan perasaan bahwa diri kita berguna.
Dalam psikologi positif, kondisi ini dikenal sebagai helper's high, sensasi bahagia dan damai setelah membantu orang lain.
Kondisi ini terjadi karena otak melepaskan hormon endorfin, serotonin, dan oksitosin yang membantu menenangkan sistem saraf.
Menurut Reti, saat seseorang merasa hancur di satu aspek hidup, misalnya gagal dalam pekerjaan atau hubungan asmara, keranjang makna ini bisa jadi penyangga emosional.
“Kalau identitas kita hanya ditumpukan pada satu hal, misalnya prestasi atau pekerjaan, saat itu runtuh, kita ikut runtuh. Tapi kalau kita juga punya aspek ‘makna’ atau ‘kontribusi’, kita masih merasa berharga,” jelasnya.
Berbuat baik, sekecil apa pun, bisa membantu seseorang merasa berguna, khususnya saat hidup tengah berat-beratnya. Simak penjelasan psikolog.
Beberapa studi pun mendukung konsep ini, dilansir dari Science Direct. Penelitian dari Journal of Experimental Social Psychology menunjukkan, membantu orang lain, bahkan dalam bentuk sederhana, bisa meningkatkan rasa bahagia dan kepuasan hidup.
Aktivitas seperti menjadi sukarelawan juga terbukti menurunkan risiko depresi, terutama pada kelompok usia muda yang rentan terhadap tekanan hidup modern.
Reti menambahkan bahwa banyak orang yang merasa “kosong” atau cepat merasa gagal karena terlalu berfokus pada pencapaian.
Dengan mengisi hidup lewat kontribusi sosial, seseorang bisa melatih perspektif lebih luas, bahwa kegagalan bukan akhir segalanya, dan tetap punya nilai.
Mulai berbuat baik dari mana?
Bila belum tahu harus mulai dari mana, Reti menyarankan untuk melihat sekitar dan bertanya, "Siapa yang bisa aku bantu hari ini?". Jawabannya bisa sangat kecil, tapi berdampak besar.
Saat merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar, beban hidup pun terasa lebih ringan.
“Punya makna bikin kita merasa kuat, karena kita tahu, meskipun sedang tidak baik-baik saja, kita tetap bisa jadi bagian dari kebaikan,” ujar Reti.