Mata Kering Bisa Jadi Alarm Awal Penyakit Autoimun, Segera Cek

Mata kering yang sering dianggap sepele nyatanya bisa jadi gejala awal dari penyakit autoimun yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Peradangan kronis di mata sering kali mencerminkan inflamasi sistemik yang lebih luas.
“Mata kering bukan hanya soal mata. Bagi sebagian pasien, ini bisa menjadi indikasi autoimun yang berjalan diam-diam di tubuh,” ujar dr.?Niluh Archi, SpM yang akrab disapa dr.?Manda, ahli mata kering di JEC Eye Hospitals Jakarta.
Penyebab umum mata kering antara lain karena udara kering, paparan AC, penggunaan gadget berlebihan, faktor usia, konsumsi obat tertentu, dan juga penyakit autoimun.
Lebih dari 10–95 persen pasien autoimun dilaporkan mengalami mata kering, sementara sekitar 10 persen pasien mata kering terdiagnosis Sindrom Sjögren yaitu gangguan autoimun yang menyerang kelenjar air mata & air liur.
Meski begitu, 2/3 kasus sering tidak terdiagnosis. Tanpa penanganan dini, komplikasinya bisa berat: mulai dari luka kornea, infeksi, hingga gangguan penglihatan permanen.
Penyakit autoimun, seperti Sjögren, lupus, rheumatoid arthritis (RA), dan scleroderma, menyebabkan inflamasi sistemik yang bisa merusak kelenjar eksokrin (seperti kelenjar air mata), menurunkan produksi air mata, hingga memicu dry eye.
Studi terbaru menemukan bahwa peradangan di permukaan mata (terutama pro?inflammatory cytokines) memang meningkatkan gejala mata kering pada pasien autoimun.
Dr. Niluh Archi, SpM (dr. Manda), dan Dr. Laurentius Aswin Pramono, M.Epid, SpPD-KEMD pada saat JEC Eye Talks: Dry Eye Awareness Month di JEC Eye Hospital and Clinic Jakarta (16/7).
Di Indonesia, prevalensi mata kering cukup tinggi, sekitar 27,5–30,6 persen. Namun, data khusus mengenai dry eye akibat autoimun seperti Sjögren masih minim. Akibat kurangnya edukasi, banyak pasien tidak tahu bahwa keluhan mata kering bisa menjadi alarm bahaya kondisi sistemik yang lebih serius.
Dr. Laurentius Aswin Pramono, SpPD-KEMD, menekankan pentingnya kolaborasi antara dokter mata dan penyakit dalam.
“Gejala awal autoimun sering tidak spesifik, salah satunya mata kering. Pemeriksaan mata yang teliti bisa mengarahkan pasien untuk evaluasi lebih lanjut, mencegah kerusakan organ lain,” katanya.
Ia menjelaskan perbedaan mata kering biasa dengan yang disebabkan oleh autoimun.
"Pada dry eye biasa, penyebabnya bisa karena faktor lingkungan dan umumnya terjadi pada orang berusia di atas 50 tahun. Sedangkan karena autoimun lebih sering pada wanita berusia muda. Gangguan ini juga biasanya berlangsung lama dan tidak membaik dengan tetes mata biasa," katanya.
Gejala mata kering perlu dievaluasi, penanganannya jelas memerlukan lebih dari sekadar solusi pereda sementara, apalagi bila keluhan kronis atau disertai riwayat autoimun.
Di sinilah pentingnya layanan dengan teknologi diagnostik yang akurat, tim medis berpengalaman, serta kolaborasi multidisiplin antara dokter mata, penyakit dalam, dan reumatologi untuk memastikan pasien dengan dry eye akibat autoimun mendapatkan penanganan yang tepat, menyeluruh, dan berkelanjutan.
Sebagai bagian dari komitmen untuk mengoptimalisasi penglihatan dan kualitas hidup masyarakat, JEC Eye Hospitals and Clinics telah menghadirkan JEC Dry Eye Service sejak 2017; menjadi pionir layanan terpadu pertama di Indonesia yang menangani mata kering secara komprehensif.