Geliat Pasar Taman Puring Sejak 1960-an: Konotasi Negatif sebagai Tempat Barang Tadahan hingga Dikenal sebagai ‘Surga’ Sepatu Murah

Geliat Pasar Taman Puring Sejak 1960-an: Konotasi Negatif sebagai Tempat Barang Tadahan hingga Dikenal sebagai ‘Surga’ Sepatu Murah

Pasar Taman Puring di Jalan Kyai Maja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan kembali menjadi sorotan setelah dilahap api, Senin (28/7) malam. Diperkirakan sekitar 500 kios yang menjadi sentra penjualan sepatu ini ludes dilalap si jago merah.

Pasar Taman Puring memang dikenal sebagai 'surga' sepatu dengan harga murah di kawasan Jakarta Selatan. Pada masanya, hampir semua anak muda Jaksel dan sekitarnya membeli sepatu di sana dengan harga miring dan bisa ditawar.

Dahulu, kawasan ini hanyalah pangkalan oplet dan tempat mangkal para pedagang pikulan. Namun sejak era 1960-an, taman ini mulai dipadati pedagang kaki lima yang menjual barang-barang bekas, seperti sepatu, elektronik, pakaian, hingga onderdil kendaraan.

Lantas, pada tahun 1983, di bawah pemerintahan Gubernur DKI Jakarta saat itu, Soeprapto, Pasar Taman Puring dibangun. Pembangunan ini bertujuan untuk menampung para pedagang barang bekas yang tersebar di Jakarta Selatan, memberikan mereka wadah yang lebih terstruktur untuk berdagang.

Pada tahun yang sama, sebuah taman rekreasi juga dibangun tepat di samping pasar, menjadikan area tersebut lebih hidup dan menarik.

Reputasi ini menjadikan Pasar Taman Puring destinasi favorit bagi mereka yang mencari barang berkualitas dengan budget terbatas.

Namun, tidak hanya sepatu yang diperdagangkan di sana. Beragam barang kebutuhan lainnya juga tersedia, mulai dari elektronik, ponsel, aksesori otomotif, hingga pakaian.

Bahkan, pasar ini juga dikenal sebagai salah satu pusat piringan hitam atau vinyl, menarik para kolektor dan pecinta musik.

Pada periode 1980-1990-an, nama Taman Puring sempat memiliki konotasi yang berbeda. Pada masa itu, pasar ini dikenal sebagai pusat 'tadahan' barang-barang hasil kriminal.

Namun, seiring berjalannya waktu dan penataan yang dilakukan, reputasi tersebut berangsur-angsur berubah.

Krisis moneter yang melanda Indonesia pada pertengahan 1997 dan berlanjut hingga 1998 memberikan dampak signifikan pada Pasar Taman Puring. Banyak warga yang kehilangan pekerjaan akibat PHK massal beralih profesi menjadi pedagang.

Kondisi ini membuat Taman Puring menjadi alternatif tempat usaha yang ramai, terutama saat akhir pekan.

Pemrintah pada masa itu berinisiatif menyediakan tenda-tenda untuk berdagang bagi warga yang terkena dampak krisis, menunjukkan peran pasar sebagai penyelamat ekonomi rakyat.

Pasar ini tidak hanya menjadi tempat jual beli, tetapi juga simbol ketahanan dan kreativitas masyarakat dalam menghadapi tantangan, memperkaya Pasar Taman Puring.

Kebakaran yang terjadi kemarin ternyata bukan kali pertama. Salah satu peristiwa paling membekas diingatan adalah kebakaran besar yang terjadi pada 29 Juni 2002.

Api, yang dipicu oleh korsleting listrik melahap ratusan kios dalam waktu singkat. Sebagian besar kios saat itu terbuat dari material mudah terbakar sehingga mempercepat penyebaran api. (Knu)