Ini Tempat Publik yang Paling Ditolak untuk Ibu Menyusui, Mengapa?

Ibu menyusui di ruang publik masih dipandang negatif, meskipun aktivitas ini sama seperti menyuapi anak makanan.
Berdasarkan temuan dari Health Collaborative Center (HCC) dalam studi terbaru bertajuk “Persepsi dan Dukungan pada Ibu Menyusui di Tempat Umum”, ada beberapa ruang publik tertentu yang mana banyak pengunjungnya tidak suka melihat ibu menyusui di tempat itu.
“Di penelitian ini, kami bisa mengidentifikasi, ada lima area yang dianggap sebagai tempat atau ruang publik yang menurut para responden ini, mereka enggak nyaman ngelihat orang-orang menyusui di sana,” jelas peneliti utama sekaligus pendiri HCC, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH di Jakarta Selatan, Jumat (8/8/2025).
Untuk diketahui, penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen sosial berbasis daring melalui pendekatan kuantitatif dan potong lintang pada total 731 responden.
Ratusan responden itu terdiri dari 84 persen responden perempuan dan 16 persen responden laki-laki.
Studi mengungkapkan, sebanyak 34,6 persen responden rupanya menolak ibu menyusui di taman atau ruang terbuka.
Selanjutnya, 33,8 persen responden menolak ibu menyusui di transportasi umum, baik itu di angkot, bus TransJakarta, pesawat, kapal, kereta, LRT, maupun MRT.
Kemudian, 32,8 persen menolak ibu menyusui di kafe, dan 30,6 persen menolak mereka menyusui anaknya di tempat makan.
Menolak ibu menyusui di tempat umum
Tidak nyaman atau demi privasi ibu?
Studi Health Collaborative Center menyebtkan lima ruang publik yang paling sering ditolak untuk ibu menyusui. Simak temuan lengkap dan alasannya.
Lantas, apa alasan seseorang tidak menyukai melihat ibu menyusui di ruang publik?
“Ketika tidak nyaman melihat ibu menyusui di kafe, ruang terbuka, orientasinya adalah orang itu mungkin berharap di tempat-tempat ini dikasih ruang (laktasi). Itu kalau melihat dari perspektif positif. Bisa jadi, orang termotivasi untuk melindungi (menjaga privasi ibu),” jelas Ray.
Kendati demikian, ada perspektif lain perihal ibu menyusui di ruang publik, yang mana perspektif ini lebih dominan dalam studi HCC yakni perspektif negatif.
“Sebenarnya orang masih merasa bahwa menyusui itu tetap harus ada area khusus. Itu berarti sudah melanggar konsep perilaku primitif manusia,” terang dia.
Kenapa tidak nyaman dengan ibu menyusui di tempat umum?
Payudara ibu terlihat
Studi Health Collaborative Center menyebtkan lima ruang publik yang paling sering ditolak untuk ibu menyusui. Simak temuan lengkap dan alasannya.
Ray mengatakan, alasan kebanyakan orang tidak nyaman melihat ibu menyusui di ruang publik adalah faktor visual.
Dalam penelitian tersebut, para responden diminta untuk menanggapi berbagai skenario ibu menyusui di tempat umum, pabrik, perkantoran, taman, transportasi umum, tempat makan, dan kafe.
Deretan skenario tersebut tentunya menampilkan sosok seorang ibu dengan payudara yang terlihat karena sedang menyusui anaknya.
“Ternyata, yang bikin orang kontra dengan menyusui di tempat umum dan enggak nyaman, kebanyakan respons itu dominan mengatakan tidak nyaman secara visual,” tutur Ray.
“Orang merasa bahwa menyusui cenderung mengganggu secara visual, bahkan ada beberapa yang ngomong (menyusui di ruang publik) tidak sesuai dengan norma sosial,” sambungnya.
Menurut Ray, seharusnya tidak masalah bagi seorang ibu untuk mengeluarkan payudaranya di tempat umum dengan tujuan untuk menyusui anaknya.
“Kami bilang red flag karena persepsi itu menganggap, ibu mengeluarkan payudara untuk menyusui, bukan untuk tujuan lain, masih dianggap bukan perilaku alami. Padahal, secara alamiah, ini adalah perilaku yang sangat naluriah yang harus didukung,” tutur Ray.
Penutup seperti kain memang bisa digunakan oleh ibu ketika sedang menyusui di ruang publik. Namun, penutup dapat membuat anak tidak nyaman karena pengap.
Ketika anak merasa tidak nyaman, risikonya adalah mereka bisa semakin rewel, atau bahkan menggigit puting ibu. Apabila lecet atau luka, pengeluaran air susu ibu (ASI) bisa bermasalah dan berujung pada mastitis.
Ingin melindungi ibu menyusui
Studi Health Collaborative Center menyebtkan lima ruang publik yang paling sering ditolak untuk ibu menyusui. Simak temuan lengkap dan alasannya.
Alasan lainnya tidak nyaman melihat ibu menyusui di ruang publik adalah ingin melindungi mereka.
“Bahwa biar ibu nyaman, sebaiknya cari tempat yang private, yang bukan tempat yang (menyusui) bisa dilihat banyak orang,” ujar Ray.
Kendati demikian, tidak ada yang memiliki inisiatif untuk membantu ibu menyusui menuju ruang laktasi, atau setidaknya menunjukkan arah ke sana.
Ruang laktasi dan normalisasi menyusui di ruang publik
Sediakan ruang khusus ibu menyusui, tapi..
Studi Health Collaborative Center menyebtkan lima ruang publik yang paling sering ditolak untuk ibu menyusui. Simak temuan lengkap dan alasannya.
Menilik hal tersebut, Ray mengimbau agar pemilik ruang publik, baik itu individual, perusahaan, maupun pemerintah, harus menyediakan ruang khusus ibu menyusui.
“Tapi kita tidak boleh menormalisasikan orang yang bilang (ibu menyusui) di tempat ini harus cari tempat khusus. Kita ingin menormalisasi orang untuk bilang bahwa enggak apa-apa lho ibu menyusui di sini. Dan ternyata, ini belum terjadi,” papar Ray.
Sebelumnya, dari total seluruh responden yang terlibat, 33 persen berusia kurang dari sama dengan 30 tahun, dan 67 persen berusia lebih dari 30 tahun.
Kemudian, 89 persen responden berstatus sudah menikah dan 11 persen responden belum menikah. Tingkat pendidikan 60 persen responden adalah kurang dari SMA/sederajat, dan 40 persen sarjana atau lebih.
Temuan lain yang terungkap dalam penelitian yang berlangsung dari Senin (4/8/2025) sampai Selasa (5/8/2025) ini adalah sebanyak 30 persen responden menyatakan tidak nyaman melihat ibu menyusui di ruang publik.
Kemudian, 29,7 persen merasa gelisah saat melihat ibu menyusui di tempat umum. Bahkan, 50 persen responden sangat tidak setuju jika ibu menyusui dilakukan tanpa penutup.
Lalu, 29 persen merasa ibu hanya boleh menyusui di ruang khusus, seperti ruang laktasi.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!