Dikenal Open Minded, Gen Z Ternyata Tak Nyaman Lihat Ibu Menyusui di Ruang Publik

ibu menyusui, Gen Z, ibu menyusui di ruang publik, menyusui di tempat umum, studi Health Collaborative Center, Dikenal Open Minded, Gen Z Ternyata Tak Nyaman Lihat Ibu Menyusui di Ruang Publik, Payudara ibu terlihat, Berkaitan dengan privasi, Kurangnya ruang laktasi bikin ibu kebingungan, Tak ada waktu untuk mencari tempat

Banyak yang menyebut generasi Z, atau orang-orang yang lahir pada tahun 1997-2012 alias berusia 28-13 tahun, sebagai generasi yang open minded alias memiliki pemikiran terbuka.

Kendati demikian, ternyata gen Z termasuk sebagai orang-orang yang tidak nyaman saat melihat seorang ibu menyusui di ruang publik.

Ini terungkap dalam penelitian terbaru dari Health Collaborative Center (HCC) studi terbaru bertajuk “Persepsi dan Dukungan pada Ibu Menyusui di Tempat Umum” yang dilakukan pada 4-5 Agustus 2025.

“Banyak orang yang (usianya) lebih muda, ini gen Z berarti, dan orang yang sekolahnya lebih tinggi, itu malah masih merasa ini (ibu menyusui di ruang publik) mengganggu secara visual,” ungkap peneliti utama sekaligus pendiri HCC, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH di Restoran Beautika, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (8/8/2025).

Gen Z tidak nyaman dengan ibu menyusui di ruang publik

Untuk diketahui, penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen sosial berbasis daring melalui pendekatan kuantitatif dan potong lintang pada total 731 responden.

Ratusan responden itu terdiri dari 84 persen responden perempuan dan 16 persen responden laki-laki. Dari total seluruh responden yang terlibat, 33 persen berusia kurang dari sama dengan 30 tahun, dan 67 persen berusia lebih dari 30 tahun.

Lalu, 89 persen responden berstatus sudah menikah dan 11 persen responden belum menikah. Tingkat pendidikan 60 persen responden adalah kurang dari SMA/sederajat, dan 40 persen sarjana atau lebih.

“Persebaran responden ini merata, distribusinya merata. Jadi, memang hasil analisis kami menunjukkan bahwa memang anak-anak muda, terutama gen Z di Indonesia yang diwakili oleh responden dalam penelitian ini, punya pendapat yang merasa tidak nyaman,” tutur Ray.

Payudara ibu terlihat

Ray mengungkapkan, alasan kebanyakan orang, termasuk gen Z, tidak nyaman melihat ibu menyusui di ruang publik adalah faktor visual.

Dalam penelitian tersebut, para responden diminta untuk menanggapi berbagai skenario ibu menyusui di tempat umum, pabrik, perkantoran, taman, transportasi umum, tempat makan, hingga kafe.

Deretan skenario tersebut tentunya menampilkan sosok seorang ibu dengan payudara yang terlihat karena sedang menyusui anaknya.

“Ternyata, yang bikin orang kontra dengan menyusui di tempat umum dan enggak nyaman, kebanyakan respons itu dominan mengatakan tidak nyaman secara visual,” tutur Ray.

“Orang merasa bahwa menyusui cenderung mengganggu secara visual, bahkan ada beberapa yang ngomong (menyusui di ruang publik) tidak sesuai dengan norma sosial,” sambung dia.

Berkaitan dengan privasi

Perihal gen Z tidak nyaman dengan ibu menyusui di ruang publik, HCC memang tidak mengelaborasi lebih lanjut kepada para responden dalam rentang usia tersebut.

Namun, Ray mengatakan bahwa alasan lain mereka berpendapat seperti itu kemungkinan berkaitan dengan privasi.

“Hipotesis kami dari HCC adalah terkait dengan privasi. Dikaitkan langsung dengan konsep privasi. Ingat, (menurut) anak-anak gen Z sekarang, privasi itu paling penting,” terang dia.

Berdasarkan hipotesis tersebut, gen Z menganggap bahwa ibu menyusui membutuhkan privasi, sehingga mereka sebaiknya jangan menyusui di ruang publik.

Jika dikaitkan dengan pengetahuan, gen Z memiliki pengetahuan yang lebih bagus terkait menyusui dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

“Tetapi, karena privasi itu sangat penting buat gen Z, jadi mungkin mereka merasa bahwa ibu menyusui juga seharusnya dikasih tempat umum (ruang laktasi),” papar Ray.

Kurangnya ruang laktasi bikin ibu kebingungan

Meskipun disarankan untuk menyusui di ruang laktasi, hal tersebut tidak efektif. Sebab, ketika sedang berada di ruang publik, jarak menuju ruang laktasi terkadang cukup jauh.

Masalahnya lainnya menurut peneliti lain dari HCC, Bunga Pelangi, MKM adalah tidak semua ruang publik menyediakan ruang laktasi.

“Memang ketika di tempat umum, ibu menyusui itu juga kadang kebingungan karena enggak semua tempat ada ruang laktasi, dan anak yang ingin menyusu itu harus segera disusui,” ujar Bunga.

Tak ada waktu untuk mencari tempat

Anak yang rewel bisa membuat ibu semakin pusing dalam mencari tempat yang “tepat” untuk menyusui.

Padahal, anak yang lapar tidak punya waktu untuk menunggu sang ibu pergi dulu mencari ruang laktasi. Belum lagi jika ruang laktasi sudah ditemukan, tapi malah kurang nyaman untuk ibu dan anak, karena panas atau bau apek.

“Tidak efektif untuk bisa menenangkan anak ketika butuh menyusui. Maka, menyusui di tempat di mana saja dan kapan saja, itu menjadi sesuatu yang wajib untuk bisa dilakukan oleh ibu menyusui,” tegas Bunga.

Sayangnya, lanjut Ray, kebanyakan masyarakat Indonesia masih merasa tidak nyaman melihat ibu-ibu yang menyusui anaknya di tempat umum.

Masih ada perspektif negatif soal ibu menyusui di ruang publik

Terkait temuan lainnya dari studi terbaru HCC, sebanyak 30 persen responden menyatakan tidak nyaman melihat ibu menyusui di ruang publik.

Kemudian, 29,7 persen merasa gelisah saat melihat ibu menyusui di tempat umum. Bahkan, 50 persen responden sangat tidak setuju jika ibu menyusui dilakukan tanpa penutup. Lalu, 29 persen merasa ibu hanya boleh menyusui di ruang khusus, seperti ruang laktasi.

Temuan selanjutnya adalah 34,6 persen responden menolak ibu menyusui di taman atau ruang terbuka.

Selanjutnya, 33,8 persen responden menolak ibu menyusui di transportasi umum, baik itu di angkot, TransJakarta, pesawat, kapal, kereta, LRT, maupun MRT.

Kemudian, 32,8 persen menolak ibu menyusui di kafe, dan 30,6 persen menolak mereka menyusui anaknya di tempat makan.

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!