Mitos vs Fakta: Apa yang Dianggap 'Normal' dalam Perkembangan Anak?
- Mitos 1: Semua Anak Harus Berjalan atau Berbicara pada Usia Tertentu
- Mitos 2: Anak yang Tidak Membaca Sebelum Sekolah Akan Tertinggal
- Mitos 3: Anak yang Pemalu atau Pendiam Memiliki Masalah Sosial
- Mitos 4: Semua Anak Harus Makan Banyak untuk Tumbuh Sehat
- Mitos 5: Mainan Edukatif Mahal Diperlukan untuk Perkembangan Otak

Perkembangan anak sering menjadi topik yang memicu rasa penasaran sekaligus kekhawatiran bagi orang tua. Setiap anak dianggap unik, namun masyarakat kerap kali menetapkan standar "normal" yang membuat orang tua mempertanyakan apakah anak mereka berkembang sesuai harapan.
Dalam dunia parenting, mitos tentang perkembangan anak sering kali bercampur dengan fakta, menciptakan kebingungan yang tidak perlu.
Berikut ini adalah sejumlah mitos umum seputar perkembangan anak, mengkontraskannya dengan fakta berdasarkan penelitian ilmiah, serta memberikan wawasan mendalam untuk membantu orang tua memahami apa yang benar-benar "normal" dalam perjalanan tumbuh kembang anak.
Mitos 1: Semua Anak Harus Berjalan atau Berbicara pada Usia Tertentu
Banyak orang tua percaya bahwa anak harus mencapai tonggak perkembangan seperti berjalan atau berbicara pada usia tertentu, misalnya berjalan pada usia satu tahun atau mengucapkan kata pertama pada 18 bulan.
Realitasnya, rentang perkembangan anak sangat bervariasi. Menurut American Academy of Pediatrics, sebagian besar anak mulai berjalan antara 9 hingga 18 bulan, dan beberapa anak bahkan baru berjalan setelah usia dua tahun tanpa indikasi masalah perkembangan.
Begitu pula dengan kemampuan berbicara, anak-anak biasanya mengucapkan kata pertama antara 12 hingga 24 bulan, tetapi variasi ini dipengaruhi oleh faktor seperti lingkungan, stimulasi verbal, dan temperamen anak.
Fakta ini menunjukkan bahwa "keterlambatan" kecil sering kali masih dalam batas normal, selama anak menunjukkan kemajuan secara bertahap.
Mitos 2: Anak yang Tidak Membaca Sebelum Sekolah Akan Tertinggal
Ada anggapan bahwa anak yang belum bisa membaca sebelum masuk taman kanak-kanak akan kesulitan di sekolah. Namun, penelitian menunjukkan bahwa kemampuan membaca dini tidak selalu menjadi indikator kesuksesan akademik jangka panjang.
Menurut studi dari National Institute of Child Health and Human Development, kemampuan membaca pada usia dini lebih dipengaruhi oleh paparan literasi di rumah, seperti kebiasaan membaca bersama orang tua, daripada usia anak itu sendiri.
Anak yang belum membaca di usia lima tahun masih memiliki waktu untuk mengejar ketinggalan, terutama jika mereka mendapatkan dukungan pendidikan yang tepat di sekolah. Yang lebih penting adalah membangun minat terhadap buku dan cerita, yang menjadi fondasi literasi jangka panjang.
Mitos 3: Anak yang Pemalu atau Pendiam Memiliki Masalah Sosial
Banyak orang tua khawatir jika anak mereka tampak pemalu atau lebih suka bermain sendiri, menganggapnya sebagai tanda gangguan sosial. Faktanya, temperamen anak sangat bervariasi, dan beberapa anak memang secara alami lebih introvert.
Penelitian dari psikolog perkembangan seperti Dr. Jerome Kagan menunjukkan bahwa sifat pemalu sering kali merupakan bagian dari temperamen bawaan dan bukan indikator gangguan perkembangan. Anak-anak ini mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk merasa nyaman dalam situasi sosial, tetapi mereka tetap mampu membentuk hubungan yang sehat.
Yang perlu diperhatikan adalah jika anak menunjukkan tanda-tanda kecemasan ekstrem atau menghindari interaksi sosial sepenuhnya, yang mungkin mem Godaan ini penting untuk membedakan antara temperamen normal dan potensi masalah seperti gangguan kecemasan sosial.
Mitos 4: Semua Anak Harus Makan Banyak untuk Tumbuh Sehat
Ada mitos bahwa anak yang makan sedikit atau pilih-pilih makanan akan mengalami gangguan pertumbuhan. Faktanya, nafsu makan anak bervariasi, dan banyak anak yang tampak "pemilih" masih mendapatkan nutrisi yang cukup untuk tumbuh sehat.
Menurut pedoman dari World Health Organization, kebutuhan nutrisi anak dapat dipenuhi melalui pola makan yang bervariasi, bahkan jika anak tidak mengonsumsi porsi besar. Orang tua dapat membantu dengan menyediakan makanan bergizi dalam porsi kecil dan tidak memaksakan anak untuk menghabiskan makanannya, karena tekanan ini justru dapat memicu kebiasaan makan yang tidak sehat. Penting untuk memantau pertumbuhan anak melalui kurva berat badan dan tinggi badan, serta berkonsultasi dengan dokter jika ada kekhawatiran spesifik.
Mitos 5: Mainan Edukatif Mahal Diperlukan untuk Perkembangan Otak
Banyak orang tua merasa perlu membeli mainan edukatif mahal untuk merangsang perkembangan kognitif anak. Namun, penelitian menunjukkan bahwa interaksi sosial, permainan kreatif, dan aktivitas sederhana seperti menggambar, bermain balok, atau menjelajahi alam justru memiliki dampak besar pada perkembangan otak.
Menurut studi dari Harvard University’s Center on the Developing Child, interaksi responsif antara orang tua dan anak, seperti berbicara atau bermain bersama, jauh lebih penting daripada mainan mahal. Mainan sederhana yang mendorong imajinasi, seperti kotak kardus atau benda sehari-hari, sering kali sama efektifnya dalam mendukung perkembangan kognitif dan kreativitas anak.